Politik Jelang PMB, KPK Sampaikan Lima Permasalahan Pengelolaan Pendidikan di Indonesia

Jelang PMB, KPK Sampaikan Lima Permasalahan Pengelolaan Pendidikan di Indonesia

8
0


Jakarta, IndonesiaDiscover – Pendidikan sejatinya menjadi ruang untuk mencetak bibit unggul masa depan bangsa. Namun nyatanya ranah pendidikan termasuk salah satu sektor yang kerap menjadi lahan korupsi.

Oleh karena itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengupayakan pencegahan potensi korupsinya, di antaranya melalui kajian untuk perbaikan tata kelola pendidikan di Indonesia.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menyampaikan pendidikan tinggi adalah jenjang di mana pendidikan korupsi diuji. Adanya beberapa kasus korupsi dalam Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) beberapa tahun terakhir menjadi penanda rentannya tata kelola perguruan tinggi di Indonesia.

“Yang kita ingin lakukan kita bangun tata kelola yang baik kedepannya, kuncinya adalah transparan sehingga kepercayaan publik tinggi dan risiko korupsi bisa kita tekan,” jelas Pahala dalam keterangan tertulis yang diterima IndonesiaDiscover, Jumat (19/5/2023).

KPK memiliki harapan terkait pengelolaan perguruan tinggi kedepannya. Hal ini melihat sumber daya perguruan tinggi yang berpotensi masuk ke dunia kerja, yang rentan terjadi penyuapan serta gratifikasi.

Pada September-Desember 2022 KPK melakukan kajian dengan mengambil tujuh sampel PTN dari Kemendikbud Ristek RI dan 6 PTN dari Kemenag RI. Lebih lanjut, dilakukan pula pendalaman dengan enam  sampel PTN pada Maret 2023. KPK memfokuskan kajian pada penerimaan mahasiswa baru tahun 2020-2022 dalam program studi S1 Fakultas Kedokteran, Teknik, dan EKonomi.

Dalam hasil kajian ditemukan beberapa permasalahan. Pertama, adanya ketidakpatuhan PTN terhadap kuota penerimaan mahasiswa khususnya jalur mandiri. Kedua, mahasiswa yang diterima pada jalur Mandiri tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh PTN (ranking/kriteria lain).

Ketiga, praktik penentuan kelulusan sentralistik oleh seorang Rektor cenderung tidak akuntabel. Keempat, besarnya Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) sebagai penentu kelulusan.

Kelima, tidak transparan dan akuntabel-nya praktik alokasi “bina lingkungan” dalam penerimaan mahasiswa baru. Keenam, adanya ketidakvalidan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), sehingga tidak dapat digunakan sebagai alat pengawasan dan dasar pengambilan kebijakan.

“Kami masih menemukan adanya disparitas praktik antar-perguruan tinggi yang kita nilai bahaya. Kita masih menemukan juga rektor penentu tunggal afirmasi,” kata Pahala.

Oleh karena itu, sebagai upaya pencegahan potensi korupsi menjelang masa Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) 2023, KPK memberikan beberapa rekomendasi yang dihaarapkan dapat membantu pengelolaan PMB yang bersih dan bebas korupsi.

Foto: Dok KPK

Tinggalkan Balasan