
IndonesiaDiscover –

YAYASAN Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan sangat prihatin dan mengecam keras praktik curang yang dilakukan oleh PT Navyta Nabati Indonesia (NNI) dalam distribusi Minyakita.
Plt Ketua Harian YLKI, Indah Suksmaningsih mengatakan temuan minyak goreng kemasan 1 liter yang ternyata hanya berisi 750 ml merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak konsumen dan menunjukkan lemahnya pengawasan dari pihak terkait.
“PT NNI bukan pemain baru dalam praktik curang. Perusahaan ini sebelumnya telah terlibat dalam kasus penimbunan Minyakita yang menyebabkan kelangkaan dan lonjakan harga. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan tegas dan berkelanjutan dari pemerintah sangat diperlukan,” katanya kepada Media Indonesia pada Rabu (12/3).
Selain itu, Indah mengatakan bahwa ada temuan Minyakita yang harga eceran tertinggi (HET)-nya Rp 15.700 dijual Rp 18.500, dan ada beberapa yang lebih tinggi lagi. Menurutnya, hal itu terjadi karena lemahnya pengawasan.
“Temuan ini mengindikasikan adanya kelalaian dalam pengawasan dan penegakan hukum. Bagaimana mungkin produk yang tidak sesuai standar dapat beredar luas di pasaran? Inspeksi rutin pra-pasar, di pasar, dan pasca-pasar harus dilakukan secara ketat dan transparan,” ujarnya.
Terpisah, peneliti YLKI Nurul Khairani, mengatakan pemerintah seharusnya melakukan inspeksi sidak dan pengawasan post market secara berkala, bukan hanya ketika timbul suatu kasus.
“Utamanya saat mendekati hari-hari besar seperti saat bulan Ramadhan menjelang lebaran yang demand-nya meningkat. Sidak ini dilakukan untuk melihat kualitas, kuantitas stok barang dan harga di pasaran. Jadi memang sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk melakukan pengawasan,” tukasnya.
Selain itu, untuk menghentikan modus penjualan di atas HET, Nurul menekankan bahwa pemerintah perlu menelusuri penetapan harga yang bermasalah terhadap rantai pasok yang ada. Ia juga mendorong pengawasan harga dari produsen sampai ke tangan konsumen harus lebih ditingkatkan.
“Apakah di bahan baku yang harganya terlampau mahal? atau apakah ada permainan harga di produsen, distributor atau pedagang ecerannya. Perlu ada perubahan sistem untuk penetapan harga agar tidak merugikan antara konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah,” ungkapnya.
Praktik maladministrasi
Selain masalah takaran, YLKI juga menemukan bahwa PT NNI telah melakukan maladministratif yang serius. Ia menyebutkan bahwa izin perusahaan telah kadaluarsa dan tidak memiliki izin edar BPOM.
“Mereka juga tidak memenuhi syarat sebagai repacker, melakukan pemalsuan surat rekomendasi izin edar, dan penggunaan minyak goreng non-DMO,” jelas Indah.
Indah menilai praktik curang yang dilakukan PT NNI telah merugikan konsumen secara finansial dan merusak kepercayaan mereka terhadap produk-produk kebutuhan pokok. Ia mendorong pemerintah agar memastikan bahwa konsumen mendapatkan produk yang berkualitas dan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
“Kami mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan sanksi tegas kepada PT NNI sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.
Selain itu, YLKI mendesak Kementerian Perdagangan untuk meningkatkan pengawasan terhadap produksi dan distribusi minyak goreng, serta melakukan inspeksi rutin secara berkala serta menyerukan kepada seluruh pelaku usaha untuk menjunjung tinggi etika bisnis dan mematuhi peraturan yang berlaku.
“Kami menuntut adanya transparansi dari pihak pemerintah, mengenai hasil dari inspeksi yang telah dilakukan, dan hasil dari penindakan hukum yang telah dilakukan,” tegasnya.
YLKI menegaskan akan terus mengawal kasus ini dan memastikan bahwa hak-hak konsumen dilindungi serta mengajak seluruh masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas dan melaporkan setiap pelanggaran yang ditemukan.
“Jangan sampai kebutuhan dasar rakyat diobok-obok dan dicurangi, tetapi pelakunya tak tersentuh kerasnya hukum,” pungkasnya. (Dev/P-2)