
Perbedaan Kebijakan Study Tour antara Gubernur Jabar dan Wali Kota Bandung
Perbedaan kebijakan terkait study tour di Jawa Barat menimbulkan perhatian dari berbagai pihak, termasuk para pelaku industri pariwisata. Di satu sisi, Gubernur Jawa Barat melarang pelaksanaan study tour, sedangkan Wali Kota Bandung tidak melarang siswa melakukan study tour ke luar Jawa Barat. Hal ini menciptakan ketidakselarasan dalam penerapan aturan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Bantul, Yohanes Hendra Dwi Utomo, menyampaikan bahwa alasan larangan study tour karena beban biaya yang memberatkan orang tua dan dianggap sebagai piknik semata tidak sepenuhnya benar. Menurutnya, study tour tidak selalu hanya berisi aktivitas piknik. Banyak rombongan siswa yang mendapatkan agenda belajar seperti story telling tentang batik, membatik, dan kegiatan edukasi lainnya.
Hendra menjelaskan bahwa pilihan paket wisata study tour bergantung pada panitia penyelenggara. Travel agent biasanya menawarkan destinasi edukasi untuk siswa. Jika panitia memilih paket tertentu, maka travel agent akan mengikuti keinginan tersebut. Ia menilai, sebaiknya kebijakan larangan atau izin study tour diserahkan kembali kepada pemangku kebijakan masing-masing.
Peran Dinas Pariwisata Bantul dalam Studi Tour
Subkoordinator Kelompok Substansi Promosi Kepariwisataan Dinas Pariwisata Bantul, Markus Purnomo Adi, mengatakan pihaknya tidak ingin terlibat dalam perbedaan aturan study tour antara Gubernur Jabar dan Wali Kota Bandung. Namun, jika study tour diperbolehkan, ia menyarankan panitia untuk lebih selektif dalam memilih travel agent dan perusahaan bus.
Ia menyarankan agar panitia study tour memilih travel agent yang terdaftar dalam organisasi seperti ASITA maupun perusahaan bus wisata anggota Organda. Hal ini penting karena bus pariwisata memiliki aturan khusus dibandingkan dengan bus non pariwisata.
Selain itu, Markus menekankan pentingnya perencanaan study tour dilakukan jauh-jauh hari agar orang tua siswa memiliki waktu untuk mencicil biaya. Ia juga menyarankan agar objek wisata yang dipilih memiliki unsur edukasi, sehingga study tour tidak hanya menjadi aktivitas piknik, tetapi juga memberikan pengetahuan dan pengalaman baru bagi siswa.
Perspektif dari Pelaku Bisnis Travel Agent
Marketing Arra Tour, Boim, menyampaikan bahwa keluhan orang tua siswa terkait biaya study tour sering kali disebabkan oleh kurang bijaknya panitia dalam menentukan besaran biaya. Contohnya, study tour ke Yogyakarta dua hari satu malam yang biasanya berkisar Rp1 juta, bisa naik menjadi Rp1,5 juta. Hal ini terjadi karena panitia meminta harga dinaikkan meskipun sudah ada harga standar.
Meski begitu, Boim tidak merasa terganggu dengan perbedaan kebijakan antara Gubernur Jabar dan Wali Kota Bandung. Ia menyarankan agar ke depan, panitia study tour dapat membenahi tata kelola manajemen agar biaya perjalanan siswa relatif terjangkau.
Boim juga menyampaikan bahwa larangan study tour oleh Gubernur Jabar beberapa waktu lalu memberikan dampak yang signifikan terhadap bisnis di bidang hotel, restoran, objek wisata, dan pelaku wisata. Meskipun di Yogyakarta tidak terlalu terdampak, di Jawa Barat dampaknya sangat terasa. Terlebih lagi, banyak hotel dan restoran yang juga memiliki biro perjalanan wisata, sehingga mereka terkena imbas langsung dari kebijakan ini.