Ekonomi & Bisnis Ketimbang Limbung, Pemerintah Diminta Tunda Kebijakan PPN 12 Persen

Ketimbang Limbung, Pemerintah Diminta Tunda Kebijakan PPN 12 Persen

53
0
Ketimbang Limbung, Pemerintah Diminta Tunda Kebijakan PPN 12 Persen
Ilustrasi penaikan PPN 12 persen.(Dok. Metro TV)

PEMERINTAH dinilai limbung perihal penaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau kebijakan PPN 12 persen di 2025. Daftar barang mewah yang kerap disebut menjadi sasaran pungutan PPN 12 persen tak urung muncul dan mencerahkan polemik di publik saat ini.

Hal itu dipandang mencerminkan ketidaksiapan pengambil keputusan dalam mengimplementasikan kenaikan tarif PPN. “Belum terbitnya peraturan teknis menunjukan pemerintah belum siap mengimplementasikan kebijakan penaikan PPN 12 persen,” kata Manajer Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi saat dihubungi, Kamis (26/12).

Urung terbitnya aturan setingkat menteri untuk menentukan barang apa saja yang dikenai tarif PPN 12 persen menimbulkan kegamangan. Pemerintah disebut terjebak dalam koridor abu-abu, yakni mencari keseimbangan fiskal dan dampak yang bakal ditimbulkan dari kenaikan tarif PPN terhadap masyarakat.

Belum adanya titik terang perihal aturan PPN dapat memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Itu karena PPN bersifat regresif dan berdampak langsung pada seluruh lapisan masyarakat.

“Kita tidak ingin menilai pemerintah kalang kabut terkait kebijakan ini, tetapi situasi saat ini, termasuk belum terbitnya aturan teknis menggambarkan situasi itu,” ujar Badiul.

“Sebaiknya pemerintah menunda kebijakan penaikan PPN 12 persen, dan ini bisa menjadi langkah strategis bagi pemerintahan Presiden Prabowo yang baru berjalan,” tambahnya.

Penundaan itu dinilai lebih baik ketimbang memaksakan kenaikan tarif dengan skema tarif berbeda, atau multitarif. Dalam masa penundaan, pemerintah dapat melakukan evaluasi lebih dalam mengenai dampak yang timbul seperti inflasi dan penurunan daya beli masyarakat.

Kendati amanat kenaikan tarif PPN dimuat dalam Undang Undang 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, namun situasi perekonomian saat ini dapat menjadi pertimbangan penundaan. Apalagi itu juga diperbolehkan dalam beleid tersebut.

“Pemerintah perlu memperbaiki perencanaan dan kebijakan terkait PPN 12 persen. Transparansi dan efisiensi pengelolaan anggaran perlu menjadi prioritas dan fokus pemerintah. Terutama efisiensi belanja pemerintah. Kebijakan pajak harus berkeadilan, artinya pajak harus lebih progresif untuk mengurangi beban masyarakat menengah ke bawah,” pungkas Badiul. (Z-9)

Tinggalkan Balasan