
IndonesiaDiscover –

TAHUN 2024 diwarnai dengan pelanggaran terhadap kebebasan akademik. Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) mencermati bahwa ancaman terhadap kebebasan akademik terkait berkelindan dengan persoalan-persoalan lain, mulai dari perdebatan perihal kenaikan pembayaran uang kuliah tunggal (UKT), joki jurnal ilmiah hingga penganugerahan gelar guru besar kepada tokoh politik, aparat penegak hukum dan pejabat lainnya sampai dengan ketidakadilan yang muncul akibat kebijakan pemerintah maupun pembangunan. Sepanjang 2024, menurut KIKA terdapat 27 jenis kasus yang didampingi. Berdasarkan kasus tersebut, Dosen, mahasiswa, kelompok masyarakat sipil menjadi korban pelanggaran kebebasan akademik.
Dari jenis kasus pelanggaran kebebasan akademik yang ditangani, KIKA mencatat ada 5 (lima) bentuk refleksi pelanggaran kebebasan akademik, adapun tekanan dan ancaman yaitu :
- Serangan Kepada Gerakan Mahasiswa, BEM, Pers Mahasiswa
Represi fisik dan akademik terhadap mahasiswa UIN Alauddin Makassar
Pembredelan diskusi serta nobar film “Pesta Oligarki” disertai kriminalisasi terhadap mahasiswa UIN Ar-Ranniry Banda Aceh;
Represi terhadap Persma Universitas Merdeka Malang;
Kriminalisasi Khariq dan represi terhadap mahasiswa yang melakukan demonstrasi menentang kenaikan UKT UNRI;
Kekerasan aparat penegak hukum pada aksi massa darurat demokrasi
Pada aksi pertama terdapat 39 korban yang mendapat serangan, bahkan dilakukan penahanan oleh aparat kepolisian, di Kota Bandung ada 2 korban luka parah, hingga berpotensi kehilangan bola mata akibat lemparan polisi. Sementara itu, di Semarang 11 peserta aksi massa ditangkap dan hak mereka untuk mendapat pendampingan hukum dikesampingkan. Hal serupa terjadi di berbagai kota lainnya;
Pembekuan BEM FISIP Unair akibat kritik satire terhadap Presiden Prabowo dan Gibran. Terkait poin ini, KIKA mengapresiasi Satryo Soemantri Brodjonegoro selaku Mendiktisaintek yang lugas menegaskan tidak perlunya pembungkaman dan mendesak pembatalan dengan berkomunikasi langsung dengan institusi Universitas Airlangga (Kompas.com/IDN TImes, 28/10/2024);
Problem biaya pendidikan tinggi dan upaya pendidikan gratis dan Uji Materiil Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di lingkungan Kemendikbud Ristek tahun 2024 bersama Aliansi APATIS. Terakhir terjadi lagi kekerasan terhadap mahasiswa dalam peristiwa penolakan PPN 12 persen.
- Problem insan akademik dan kaitan dengan advokasi kebijakan publik
Upaya melawan pemanipulasian sejarah, sebagaimana adanya pemberian gelar kehormatan Prabowo dan tantangan terhadap masyarakat sipil
Pembentengan kebebasan ekspresi dengan advokasi kasus kriminalisasi terhadap masyarakat sipil, seperti kasus hukum yang dihadapi Septi
- Pemberangusan kritik akademisi selama Pemilu 2024 dan Pilkada 2024
Pemberhentian Prof. Budi Santoso (BUS) sebagai Dekan FK Unair setelah mengecam kebijakan membolehkan masuknya Dokter Asing sebagai dampak Omnibus Law bidang Kesehatan.
Masalah mendasar berkaitan dengan integritas akademik dan polemik guru besar ditandai dengan
- Polemik ‘program instan’ politisasi seperti ‘Doktor kilat’ Bahlil Lahadalia;
- Polemik pejabat publik dan tokoh dari penegak hukum yang bermasalah dalam pengangkatan Guru Besar Kehormatan dan Doktor Kehormatan dari kalangan jaksa, hakim, maupun kepolisian, atau bahkan politisi
Skandal GB abal-abal yang belum tuntas diusut oleh Inspektorat Jenderal Kemendikbud-Ristek, maupun belum ditindaklanjuti oleh Kemendiktisaintek;
Persoalan integritas akademik GB lainnya menyangkut mafia perjurnalan dan bahkan kejahatan publikasi antar negara (transnational organised crimes on publication), yang bentuknya dari produksi jurnal predatoris hingga mafia pencatutan penulis asing untuk tujuan metrics.
- Maraknya kasus kekerasan seksual di kampus yang tidak mendapati pertanggungjawaban secara baik, adil dan lebih bertanggung jawab.
Ancaman diam-diam atau penggunaan upaya hukum untuk membungkam suara kritis dunia kampus maupun masyarakat sipil ternyata sebenarnya sudah lama dan masih juga terus berlanjut. Ini terjadi dengan dukungan ataupun dalam wujud pembiaran atas pertanggungjawaban kasus hukum, baik dari pemerintah maupun dari perguruan tinggi sendiri. Apa yang terjadi kasus-kasus kebebasan akademik sepanjang tahun 2024, sebenarnya hanya mengulang peristiwa-peristiwa serangan yang terus menerus dari tahun ke tahun terjadi sejak 2015. Maka dari itu, KIKA kembali mengingatkan Prinsip Surabaya untuk Kebebasan Akademik, khususnya prinsip 2, 3, dan, 4 terkait kebebasan penuh mengembangkan tri dharma perguruan tinggi dengan kaidah keilmuan, mendiskusikan mata kuliah dan pertimbangkan kompetensi keilmuan dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, dan larangan terhadap pendisiplinan bagi insan akademisi yang berintegritas.
Outlook kebebasan akademik pada 2025 dan di tahun mendatang
KIKA berharap banyak ada dan dijaganya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelesaian persoalan integritas akademik akibat dari beroperasinya ‘mafia kepangkatan’ Guru Besar. Berbasis tren, pola, mafia dan jaringannya, baik operasi di kampus, internal kementerian, relasi mafia perjurnalan dan modus modus yang ditemukan KIKA selama ini, memperkirakan jumlah guru besar yang seharusnya bisa dibatalkan melampaui lebih dari 100 guru besar (untuk masa pengangkatan 2022 hingga 2023, belum termasuk 2024). Kasus mudah, namun nyali kementerian kecil sekali.
Berdasarkan sejumlah situasi demikian, sejumlah hal menjadi desakan KIKA :
KIKA mendesak Mendiktisaintek bertanggungjawab atas kekacauan masalah kegurubesaran dan mafia jabatan fungsional, dengan dorongan untuk tak ragu dan tegas memberikan sanksi pemberhentian guru besar. Ini termasuk pejabat publik yang telah menyiasati bersama elit kampus untuk menjadi guru besar, terutama dengan syarat manipulatifnya.
- KIKA mendesak Mendiktisaintek untuk terbuka menegaskan mindset atau orientasi pendidikan tinggi masa depan seperti apa, terutama bagaimana dengan upaya mengaitkannya dengan strategi mengarusutamakan jaminan kebebasan akademik dalam kebijakan-kebijakannya sebagai prasyarat untuk mengembangkan iklim keilmuan yang lebih bertanggungjawab, kuat dan melahirkan ekosistem pengetahuan yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan pernyataan lisan, Satryo Soemantri Brodjonegoro, yang dikutip bagian awal outlook ini.
- Mengingatkan kepada elit pengelola kampus, Rektorat dan jajarannya, untuk tak merendahkan muruah integritas akademik, dengan tidak menjadikan dirinya sebagai pelumas nafsu kekuasaan, transaksional memperdagangkan gelar akademik, serta lugas membentengi kebebasan akademik serta berani mengambil keputusan atas hal yang merusak muruah akademik.
- Mendesak Mendiktisaintek dan juga Pimpinan perguruan tinggi tegas melaksanakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana. Kekerasan Seksual (TPKS) dan Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi, dengan mendorong pihak pemerintah maupun kampus untuk tidak segan bertindak tegas terhadap kasus kekerasan seksual, termasuk KIKA memperingatkan keras bagi kampus agar serius mengimplementasikan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
- Mendorong dan terus bisa menumbuhkembangkan resiliensi insan kampus dan masyarakat sipil dalam membentengi kebebasan akademik yang semakin tertekan akibat serangan, ancaman, dan intimidasi oleh otoritas, baik internal perguruan tinggi maupun otoritas negara yang mengancam suara kritis mahasiswa, kelompok akademisi yang kritis terhadap kebijakan publik yang tidak tepat dan problem SDA, serta masalah serius integritas akademik di Indonesia. (H-3)