LARANGAN penggunaan hijab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) pada HUT ke-79 RI dinilai tak sesuai dengan nilai Pancasila. Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM, Dhahana Putra.
Menurut Dhahana, opsi menggunakan atau tidak menggunakan hijab yang diatur lewat Surat Keputusan Kepala Badana Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Nomor 35/2024 telah menimbulkan kecurigaan publik.
“Adanya aturan itu membuat 7 Paskibraka putri memilih melepas hijab secara sukarela sebagaimana yang kita lihat pada pengukuhan saat itu,” kata Dhahana melalui keterangan tertulis, Kamis (15/8).
Baca juga : BPIP Harus Petik Hikmah dari Insiden Pelarangan Hijab Paskibraka
“Harus diakui, ini membuat masyarakat bertanya-tanya mengapa seragam Paskibraka tidak memperkenankan penggunaan hijab,” sambungnya.
Dhahana mengaku pihaknya telah mendapat pertanyaan dari berbagai pihak soal aturan tersebut. Pasalnya, dalam penyelenggaraan HUT RI sebelumnya, tak ada opsi boleh dan tidak menggunakan hijab. Artinya, penggunaan hijab oleh Paskibrakan selama ini tidak menjadi persoalan.
“Hemat kami, kebijakan semacam ini seyogiyanya ditimbang matang-matang agar tidak menimbulkan adanya asumsi negatif terhadap panitia pelaksanaan pengibaran bendera pada 17 Agustus mendatang,” jelas Dhahana.
Baca juga : Pemprov Jawa Barat: Tidak Ada Aturan Paskibraka Lepas Jilbab
Ia juga menyakini, penggunaan hijab saat upacara pengibaran bendera di Ibu Kota Nusantara nanti tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sebaliknya, hal itu menunjukkan keberagaman.
“Adanya Paskibraka yang mengenakan jilban menunjukan keberagaman atau semangat Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi filosofi kehidupan berbangsa kita,” terangnya.
Bagi Dhahana, kebijakan dibolehkannya penggunaan hijab bagi Paskibraka pada upacara pengibaran bendera Merah Putih pada tahun-tahun sebelumnya merupakan praktik baik penerapan HAM terhadap perempuan di Tanah AIr.
Ia mengingatkan, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan sejak 4 dekade lalu. Dengan ratifikasi tersebut, pemerintah berkomitmen menghapus praktik-praktik diskriminatif terhadap perempuan.
“Kami tentu percaya Pak Kepala BPIP akan dengan bijaksana mendengar kekhawatiran publik untuk kemudian akhirnya menimbang ulang aturan ini,” pungkas Dhahana. (Tri/P-3)