Nasional Pungli Raja Ampat Terjadi Karena tidak Jelasnya Regulasi Pengelolaan Pariwisata

Pungli Raja Ampat Terjadi Karena tidak Jelasnya Regulasi Pengelolaan Pariwisata

2
0

IndonesiaDiscover –

Pungli Raja Ampat Terjadi Karena tidak Jelasnya Regulasi Pengelolaan Pariwisata
Wisatawan berfoto di puncak Telaga Bintang Geosite Piaynemo, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat(Antara)

PAKAR pariwisata dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Chusmeru menuturkan temuan KPK tentang pungutan liar (pungli) senilai Rp18,25 di Raja Ampat, Papua Barat mengindikasikan tidak adanya regulasi yang jelas tentang pengelolaan pariwisata di daerah.

“Dengan adanya regulasi yang jelas akan membuat pengelolaan pariwisata di daerah berjalan sesuai aturan. Namun, ini sebaliknya,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Minggu (14/7).

Menurutnya, harus ada ketentuan yang jelas misalnya menyangkut tentang pembagian investasi antara investor, pemerintah, dan masyarakat. Termasuk juga regulasi tentang pajak hotel dan restoran (PHR), pungutan resmi penyewaan kapal, tiket masuk objek wisata, dan sebagai. Pemerintah diminta membuat peta jalan pariwisata di lokasi wisata daerah seperti di Raja Ampat, sehingga terdapat visi dan misi pengembangan pariwisata yang jelas.

Baca juga : KPK Serahkan Temuan Pungli Mencapai Rp18,25 Miliar di Raja Ampat ke Saber Pungli

Masalah lainnya yang disinggung Chusmeru ialah manajemen pengelolaan pariwisata di daerah yang tidak profesional dan tidak transparansi, sehingga marak terjadi pungli.

“Transparansi juga penting dalam pengelolaan pariwisata. Kemana dan untuk apa uang pungutan itu? Apakah untuk disetorkan kepada pemerintah daerah atau untuk masyarakat?” katanya.

Di satu sisi, dia beranggapan pungli di Raja Ampat sebagai sikap masyarakat yang merasa bahwa tanah dan laut yang menjadi ojek pengelolaan pariwisata adalah milik mereka. Pungli tersebut dilakukan oleh masyarakat kepada wisatawan. Kapal wisatawan yang akan menuju lokasi menyelam di Raja Ampat diminta bayar Rp100 ribu hingga Rp1 juta rupiah. Selain itu, ada pula pembayaran tanah yang ditagih masyarakat kepada hotel yang berdiri di pulau-pulau.

Baca juga : 3 Polisi Lalu Lintas yang Pungli di Tol Halim Dimutasi Keluar Satlantas

“Mereka merasa memiliki hak atas sumber daya alam yang ada di daerah itu,” imbuhnya.

Chusmeru menyebut pungli tidak akan terjadi jika masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan pariwisata. Dia mengatakan pembangunan pariwisata di sejumlah daerah sering menjadi proyek pemerintah dan investor, tanpa mengikutsertakan masyarakat.

“Sehingga, masyarakat ingin berebut kue pariwisata itu,” pungkasnya. (Z-8)

Tinggalkan Balasan