Nasional Puisi-puisi Endry Sulistyo

Puisi-puisi Endry Sulistyo

3
0

IndonesiaDiscover –

Puisi-puisi Endry Sulistyo
(Ilustrasi: A A Mochalova)

Rindu, Smooth Jazz Seperti yang Kita Mainkan

: kepada Asril Gunawan

 

Violin itu kubawa serta

kelak bila rindu itu menyeruak

pada dawai dawainya kugesek luka

nada ngilu seiiring meninggalkanmu

meski sesaat, engkau pun tahu pedihnya

Ada dua pasang binar mata kanak

kutitipkan doa di setiap kantuk dan terjaga 

pun pada janin yang bernaung 

tolong nyanyikan setiap malamnya sebuah lagu 

semacam dzikir yang tak sempat kubisikan 

Jangan lupa kisahkan pula pada mereka 

tentang risalah Ibrahim yang meninggalkan 

Hajar di gurun yang ngungun 

seperti halnya kutinggalkan kalian 

dari kota tepian dan bentang Mahakam

Perjalanan ini bukanlah kehendak semata 

bila dunia yang digaidakan

langkah ini pun terasa tak sepadan 

sebab rempah makanan yang kau sajikan 

celoteh anak anak adalah semerdunya musik 

smooth jazz yang sering kita mainkan

   

Samarinda, 2023

 

 

Sajak Tikus Jelang Mati 

 

Di cekung kelokan got rupawan kota

persis di bawah padatnya jalan raya

pekat anyir air ceceran kotoran

raja tikus uzur menggelar sidang akbar

berhimpunlah rakyat mendengar sabda 

Berabab sudah kita mendiami dan berdiam 

menjadi nista tanpa kendali atas kuasa manusia 

mengerat apa yang disisa menjadi seteru melulu diburu 

bangkai bangkai kerabat kita mati sia sia saat mencari makan

dilindas kendaraan dicampakan begitu saja 

tanpa pemakaman atas nama mahluk Tuhan 

demi jenama keindahan, kesehatan, dan perababan

tersematlah bangsa kita adalah hama yang perlu dimusnahkan 

Otak otak manusia sudah rusak pandir pikir 

berlomba mencipta untuk saling menista 

zikir sombong dan nurani bolong  

mengerat apa yang mereka bisa 

memenuhi syahwat anak pinak 

melebihi apa yang diajarkan leluhur pada kita

Sudah saatnya kita menjadi penentang 

mengambil alih kodrat pengerat yang diambil mereka

Sorak sorai menggema di bawah tanah kota 

cericit cindil dan wirok meruncing taring di bebatuan

got got pengap dan gelap ditinggalkan penghuni 

hijrah dengan panji belapati 

menjelajah kota menjarah peraban manusia

sebagian berkoloni di restoran dan hotel berbintang 

mengerat kenyang kencing sesuka hati 

sebagian lagi menuju elit perkantoran 

mengintip paha perempuan yang panik saat bersua 

lalu melompat ke rerumputan padang golf bersama dasamuka 

sebagian yang tak butuh kenyang menyalurkan hobi dengan bermukim di brankas brankas bersandi 

mengerati gambar pahlawan di sampul uang

Di atas tanah dunia lintang pukang 

manusia berlari jijik menjerit tanpa nyali 

kucing dan anjing peliharaan semakin 

mendekam di kandang kandang 

tak ada meongan dan gongongan

Di cekung kelokan got kota 

persis di bawah padatnya jalan raya

pekat anyir air ceceran kotoran 

raja tikus uzur menuliskan sajak terakhirnya 

    

Samarinda, 2023

 

 

Mala Teroka

 

Pelepah kelapa gugur sendiri 

menyisa setandan kelapa tua 

karena tak ada lagi yang memanjat 

bapak sudah bergetar linu saat berpijak pada jejak gelugu 

bukan lantaran surut nyali namun usia tak pernah dapat ditipu

ibu sudah lama tak memeras kelapa menjadi santan 

mengepel licin lantai ulin dengan ampasnya 

kini ke warung acil sebelah rumah 

santan kemasan mudah ia didapatkan

Ilalang meninggi lama abai disiangi 

tak sempat dibabat sebab lembu 

kini terbiasa memamah konsentrat

ternak ternak dikurung dalam kandang tak lagi diumbar 

ketinting berkarat sandar di bahu baru muara

orang orang mengganti jala dan joran dengan tojok dan gancu

meninggalkan sungai menuju daratan

Samboja, 2023

 


Tuah Tukang Ukir

 

Belasan hari kami tempuh 

mengarungi lautan menaiki gelombang 

demi sebuah titah dan undangan 

dari yang dipertuan 

memperelok kekuasaan 

agar kelak jadi tetirah sejarah 

Datang kami tak hendak berdagang

tak hendak pula mencari pasangan 

apalagi berperang menaklukan 

pahat besi dalam peti kayu jati 

hanya menjejak batang kayu 

bukan di dada penuh angkara 

Tugas kami sudah jangkap 

jangkar kapal di tepian siap diangkat

kembali ke tanah asal 

Tapi siapa bisa sangka 

dalam dan tenang samudera 

ada bara kesumat hingga tega khianat ke raja

hasut kami tak bersusila merudapaksa dayang istana 

hingga jatuh qanun mencabut nyawa 

Pantang kami undur diri 

meski mati hasut dengki tak akan mampu menghabisi 

sungai tempat melarung adalah makam sunyi 

hanya tonggak keras ulin tanpa ukir 

penanda bahwa lisan sejarah hidup abadi 

“Sepuluh hancur luluh, sebelas jadi alas.”

Samarinda, 2023

 


Behempas

 

Bilur

sebab gai lihai menyergap 

lentur rotan 

melenting menghempas badan

Kokoh saloko 

bentang anyaman rotan 

leluhur penjaga alam 

akar, ranting, batang, dedaunan hutan 

Ketopong kayu pohon 

cerdik siasat lepas jua kepala bolong 

akal menebal ilmu meramu 

dangkal dalam pasang surut teguh berguru 

Bimpas 

kepala mlompong berisi amarah 

tangantangan memegang bilah memburu entah 

orang orang mencari perisai menghindari amukan

sungai sungai hilang tanpa batangan 

rotan tak bersua indungnya lagi di hutan

terempas

Samarinda, 2023


Baca juga: Sajak-sajak Uhan Subhan

Baca juga: Sajak-sajak Norham Wahab

Baca juga: Sajak-sajak Osip Mandelstam

 

 

 

 


Endry Sulistyo, penyair, lahir di Sleman, Yogyakarta, 30 Januari 1978. Puisi-puisinya termuat dalam Antologi Puisi 154 Penyair Indonesia Upacara Tanah Puisi (2022), Antologi Distopia, Sayembara Penulisan Puisi yang diselenggarakan oleh Payakumbu Poetry Festival (2023), dan Antologi Puisi Simbiosis yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka, Malaysia (2023). Sehari-hari berdomisili dan berkarya di Samarinda, Kalimantan Timur. (SK-1)

Tinggalkan Balasan