Nasional Lewat Jamur Tiram, Sunaryo Gerakkan Ekonomi Warga

Lewat Jamur Tiram, Sunaryo Gerakkan Ekonomi Warga

5
0

IndonesiaDiscover –

Lewat Jamur Tiram, Sunaryo Gerakkan Ekonomi Warga
Wakapolsek Pelawan Singkut Ipda Sunaryo bersama pegawainya di usaha budi daya jamur tiram.(MI/Solmi)

KEPEDULIAN Sunaryo, 47, untuk mengayomi dan melayani masyarakat tidak hanya lewat profesinya sebagai anggota polisi. Anggota Polsek Pelawan Singkut, Polres Sarolangun, Polda Jambi, ini juga menunjukkan pengabdiannya kepada masyarakat dengan menggerakkan ekonomi mereka melalui usaha budi daya jamur tiram. 

Kepedulian Sunaryo untuk mengayomi dan melayani masyarakat tidak pernah mengendur, bahkan semakin meningkat terutama setelah berhasil dalam menekuni usaha budi daya jamur tiram yang dilakukan bersama sang istri, Eka Rustiniatun, semenjak 2007. 

Berkat kemauan dan kesungguhan berusaha, budi daya jamur tiram yang dijalani pria penyuka bakso itu kian menggeliat dan maju. Dia bahkan membuka peluang pekerjaan bagi masyarakat di sekitarnya. 

“Saya dan istri memulai budidaya jamur tiram semenjak tahun dua ribu tujuh. Motivasinya, untuk menunjang ekonomi keluarga. Dengan memanfaatkan waktu luang selepas melakukan tugas pokok sebagai personel bhabinkamtibmas,” jelas Sunaryo yang kini menjabat Wakil Kepala Kepolisian Sektor (Wakapolsek) Pelawan Singkut  dengan pangkat Inspektur Polisi Dua (Ipda) tersebut.

MENYEKOLAHKAN SK

Untuk memulai budi daya jamur tiram, Sunaryo harus menyekolahkan Surat Keputusan (SK) Polisi miliknya kepada sebuah bank pemerintah di Kabupaten Sarolangun untuk mendapatkan pinjaman Rp50 juta untuk modal usaha. Setiap bulan gajinya kemudian dipotong untuk mengangsur pinjaman itu.

Sunaryo mengakui pada masa awal menjalani budi daya jamur tiram tidaklah mudah. Terutama pada tahapan pemasaran. Pasalnya, jamur tiram belum begitu popular di kalangan masyarakat, dan sebagian masyarakat berasumsi jamur tiram beracun.

“Awalnya kami sempat buka lapak di pasar tradisional tingkat kecamatan. Berkat rajin menyosialisasikannya, bahwa jamur tiram tidaklah beracun, dan malah mengandung gizi bagus, warga akhirnya mulai tertarik dan membeli dan mengosumsinya sebagai lauk makan,” tutur Eka, yang telah mendampingi Sunaryo sejak 2003.

Usaha bisnis budi daya jamur tiram yang dijalani Sunaryo dan istri, pada 2025 ini terus berkembang. Bahkan untuk kawasan Sarolangun, bahkan Provinsi Jambi, usaha jamur tiram Sunaryo terbilang terbesar. Usaha itu juga membuka peluang pekerjaan kepada warga sekitar.

“Pak Sunaryo, adalah panutan. Kehadiran dia bersama usaha jamur tiramnya bagaikan matahari kehidupan buat warga di tengah kesulitan ekonomi dan terbatasnya lapangan pekerjaan saat ini,” ujar Musaki, pejabat sementara Kepala Desa Persiapan Sidomukti kepada Media Indonesia.

BAHAGIA DAN SEJAHTERA 

Dari 11 unit kumbung (rumah jamur) yang dikelola Sunaryo dan istri, saban panen mampu memproduksi sebanyak 70 kilogram sampai 100 kilogram jamur tiram setiap hari. Jika digabung dengan cabang usaha serupa di kediaman ibunya, Sumiati, hasil panen jamur tiram menjadi dua kali lipat. 

Mendekati 200 kilogram per hari, jamur tiram yang dipanen kemudian dilempar kepada para pedagang untuk memenuhi kebutuhan beberapa pasar yang sudah langganan. 

Pasar-pasar tersebut ialah Pasar Kecamatan Singkut, Pasar Modern Kota Sarolangun, dan Pasar Tradisional di Kota Lubuk Linggau, Sumatra Selatan. Kepada para pedagang penampung langganan, Sunaryo membandrol harga jamur tiramnya (harga Juni 2025) Rp20 ribu per kilogram. 

Kendati terbilang miring dibandingkan harga jamur tiram di pasaran toko online, yang mendekati Rp30 ribu per kilogram, budi daya jamur tiram yang dilakoni Sunaryo meraup pendapatan kotor sekitar Rp2 juta setiap hari. Atau sekitar Rp60 juta setiap bulannya.

Sebagian dari pendapatan tersebut dikeluarkan untuk membayar gaji 37 orang warga yang terlibat membantunya. Mulai dari pekerjaan penyiapan (cetak) media tanam (baglog), perawatan, pemanenan dan yang bekerja di bagian pemasaran. Besarannya bervariasi, tergantung jam bekerja dan tanggung jawab kerja. 

Untuk pekerjaan mencetak media tanam dengan bahan baku serbuk kayu, waktu kerja sekitar tiga hari dalam satu bulan. Pasalnya, untuk satu media tanam, masa panen jamur tiram bisa mencapai lima hingga enam bulan. 

“Alhamdulillah, juga ada cabang usaha serupa di tempat ibu saya. Juga maju pesat. Hasilnya sangat menguntungkan ekonomi keluarga dan warga sekitar kami. Anak-anak kami juga terbantu pendidikannya ke sekolah-sekolah favorit yang mereka minati,” urai Sunaryo yang belum lama ini mendapat penghargaan sebagai personel BKTM terbaik di lingkungan Polda Jambi.

PANGGILAN JIWA

Sunaryo adalah sulung tiga bersaudara dari pasangan Suparman-Sumiati, yang lahir pada 1978 di Desa Pasar Singkut, Kabupaten Sarolangun. Jebolan pondok pesantren Al Fatah, Sarolangun itu, lulus pendidikan bintara polisi di SPN (Sekolah Kepolisian Negara) Betung, yang saat itu baru ada di wilayah Sumatra Selatan.

Kepada Media Indonesia Sunaryo mengungkapkan masuk menjadi polisi adalah panggilan jiwanya. Dengan menjadi polisi, sebut Sunaryo, ia lebih fokus memberikan pengabdiannya untuk membantu masyarakat. 

Hasrat mulia tersebut muncul saat Sunaryo masih duduk di bangku pendidikan setingkat SLTA di Pondok Pesantren Al Fatah, Sarolangun. Ia selesai pendidikan di Ponpes Al Fatah pada 1997. 

Setelah tamat dari ponpes, bujangan pendiam itu sempat menjadi kuli bangunan untuk membantu orangtuanya yang berekonomi pas-pasan. Tetapi tidak lama. Pada 1998 ia mendengar ada lowongan untuk bergabung menjadi Kamra (kelompok masyarakat pengaman). Mendapat dukungan dari keluarga, Sunaryo pun mendaftarkan diri dan diterima.

Memanfaatkan waktu luangnya, Sunaryo mencoba melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bangko, Kabupaten Merangin. Sekitar satu jam perjalanan dari Kota Sarolangun. “Di kampus itulah saya kenal dan dekat seorang wanita yang kini menjadi ibu dari empat anak-anak saya,” ujar Sunaryo sembari senyum. 

MASUK POLISI

Ketika memasuki semester tiga, pada 2001, Sunaryo mendapatkan informasi yang menggoda jiwanya. Yakni adanya pembukaan tes seleksi masuk bintara polisi oleh Kepolisian Daerah Jambi. Tanpa pikir panjang, ia pun mendaftarkan diri. 

Berbekal sebagian gajinya yang ditabung selama setahun menjadi personel Kamra, Sunaryo pun berangkat naik bus ke Jambi untuk mengikuti seleksi bintara Polri. Berkat doa keluarga dan dorongan semangat dari kekasihnya Eka Rustiniatun, Sunaryo pun lolos seleksi. “Alhamdulillah, saya lolos seleksi,” beber Sunaryo mengisahkan perjalanannya masuk kepolisian.

Selesai pendidikan dan dinyatakan lolos menjadi bintara, polisi muda tersebut kembali ke Jambi. Tugas pertamanya sebagai polisi ditempatkan pada satuan pengawal di Polda Jambi.

Tidak lama bertugas di Polda Jambi, Sunaryo ditugaskan ke kampung halamannya, Sarolangun. Ia senang hati. Selain dekat dengan orang tua, ia akan kerap berjumpa dengan Eka Rustiniatun, gadis pujaan yang selalu menyemangatinya saat menyelesaikan pendidikan kepolisian.

“Beliau orangnya baik dan fokus. Mulai berangkat untuk ikut tes seleksi bintara sampai menjalani proses pendidikan kepolisian, semua dilancarkan dan dimudahkan Allah. Alhamdulillah!” ungkap Eka Rustiniatun yang dipersunting Sunaryo pada September 2003 lalu.

Dari buah perkawinan tersebut pasangan Sunaryo-Eka Rustiniatun dianugerahi empat orang anak. Tiga perempuan dan satu laki-laki. Berurutan, paling sulung bernama  Farhan Surya Brata, Intan Aprilia Dewi, Misel Kariza Moza dan si bungsu yang masih duduk di kelas satu sekolah dasar, Alula Riyadiva.

Walaupun hidup sederhana dengan mengandalkan gaji sebagai BKTM yang pas-pasan, Sunaryo  menjalani pengabdiannya ikhlas dan bersemangat. “Menjadi polisi adalah jiwa saya! Artinya, saya harus komitmen melaksanakan tugas dan tanggung jawab saya sebagai ujung tombak kepolisian untuk menjaga kamtibmas,” tegas polisi penyuka olahraga voli itu.

Praktik-praktik baik yang dilakoninya saat bertugas sebagai BKTM, banyak dipuji dan melekat di hati masyarakat. Menurut seorang tokoh masyarakat setempat Joko Sudarno, kehadiran Sunaryo juga mampu membakar semangat kebersamaan dalam berbagai kegiatan pembangunan desa.

SOSOK DERMAWAN

Meskipun secara ekonomi Sunaryo kini terbilang sukses, tidak terbetik sedikitpun di hatinya untuk mundur dari kepolisian. Bahkan, setelah menjabat Wakapolsek Pelawan Singkut, semangat Sunaryo untuk melayani masyarakat terus berkobar. Hal itu selaras dengan mottonya Power is for Service yang dikumandangkan Kapolda Jambi Inspektur Jenderal Krisno H Siregar.

Bagi warga Kabupaten Sarolangun, khususnya yang berdomisili di sekitar Desa Pasar Singkut dan Desa Sidomukti (persiapan), I[pdaSunaryo adalah sosok yang sangat dermawan. 

“Beliau adalah sosok yang sangat dermawan. Tidak hanya memberikan paket sembako saat Lebaran, beliau cepat mengulurkan pertolongan kepada warga yang mengalami kesulitan. Tidak hanya berupa uang, satu unit mobilnya pun disiagakan untuk menolong warga yang terdesak atau sakit,” ujar Sudadi, warga Sidomukti.

Bahkan, menurut pejabat sementara Kepala Desa Persiapan Sidomukti Musaki, Sunaryo memberikan kontribusi tidak sedikit kepada pemerintahan. Khususnya dalam perjalanan pembentukan Desa Sidomukti yang definitif, setelah dipecah dari Desa Pasar Singkut.

“Tidak terhitung lagilah bantuan beliau untuk warga dan pemerintahan desa. Untuk proses awal pengurusan desa persiapan, beliau sudah sumbangkan dana dua puluhan juta rupiah. Beliau juga memberikan dengan ikhlas sebidang tanah untuk lokasi pembangunan Kantor Desa Sidomukti,” beber Musaki.

Menjawab Media Indonesia, Sunaryo membenarkan hal itu. Dia mengatakan semua sumbangsihnya yang dia berikan, termasuk sebidang tanah berukuran 30 meter x 30 meter, adalah titipan dari Allah Tuhan Yang Maha Kuasa. 

“Semuanya, termasuk sebidang tanah, saya dan istri serta anak-anak  ikhlas memberikan. Untuk keperluan masyarakat banyak, atau jika mau dipakai untuk lokasi pembangunan kantor desa, silakan saja. Asal masyarakat bahagia!,” ungkap Sunaryo. (E-2)

 

Tinggalkan Balasan