
IndonesiaDiscover –

PENYELENGGARA Pilkada 2024 pada daerah yang berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sengketa hasil harus menggelar pemungutan suara ulang (PSU) dinilai perlu diberikan sanksi. Mereka harus bertanggungjawab atas atas permasalahan tersebut.
“Seharusnya mereka bertanggung jawab atas permasalahan ini,” kata Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay saat dikonfirmasi, Sabtu (1/3).
Menurut Hadar, KPU dari tingkat pusat bisa melakukan evaluasi secara internal mengenai PSU yang terjadi di 24 daerah. Evaluasi ditujukan guna memastikan ada tidaknya anggota KPU di daerah yang punya motivasi politik sehingga berujung pada PSU.
“Jika ada, yang bersangkutan harus direkomendasikan untuk diberhentikan,” terang Hadar.
Cara kedua, sambungnya, datang dari pihak eksternal, yakni melaporkan penyelenggaraan Pilkada 2024 di daerah masing-masing ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). “Karena diduga melanggar kode etik. Pihak DPR perlu dapat juga merekomendasikan proses pemberhentian ke DKPP,” ujarnya.
Di samping itu, Hadar juga mengatakan aparat penegak hukum dapat turun tangan jika menemukan indikasi tindak pidana. Indikasi tersebut dapat berupa perilaku transaksional guna meloloskan calon atau pasangan calon yang sebetulnya tidak memnuhi syarat.
Terpisah, Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati mengatakan PSU di 24 daerah menjadi pukulan telak bagi penyelenggara pemilu di tingkat pusat dan daerah. Sebab, alasan MK memerintahkan PSU lebih banyak karena ketidakpastian hukum di pihak penyelenggara.
“Ini menjadi alarm serius. Ketika juga ada anggapan penyelenggara pemilu belanja pasal, tidak independen, ini menjadi catatan kelam karena menjadi pilkada yang bar-bar dan brutal sepanjang sejarah,” aku Neni.
Ia berpendapat, akibat PSU tersebut, negara harus mengalami kerugian sekitar Rp1 triliun. Padahal, PSU lahir karena tidak profesionalnya penyelenggara pemilu dalam menyelenggarakan Pilkada 2024.(Tri/P-1)