Nasional Ciri Khas Wayang Klithik dan Cara Memainkannya Panduan Lengkap

Ciri Khas Wayang Klithik dan Cara Memainkannya Panduan Lengkap

21
0

IndonesiaDiscover –

Ciri Khas Wayang Klithik dan Cara Memainkannya: Panduan Lengkap
Seorang perajin mengukir kayu saat menyelesaikan pembuatan wayang klitik kayu di Gemampir, Klaten, Jawa Tengah(ANTARA FOTO/ Aloysius Jarot Nugroho)

WAYANG Klithik adalah salah satu bentuk seni pertunjukan wayang khas Jawa yang menggunakan boneka pipih dari kayu tipis sebagai tokohnya.

Nama “klithik” berasal dari bunyi yang dihasilkan ketika wayang ini dimainkan, yaitu “klithik-klithik”, yang berasal dari benturan kayu saat digerakkan.

Wayang ini berkembang terutama di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah dan sering digunakan untuk mementaskan cerita-cerita sejarah, seperti kisah Panji, Damarwulan, dan Menak.

Berbeda dengan wayang kulit yang menampilkan cerita Mahabharata dan Ramayana, Wayang Klithik lebih menonjolkan kisah-kisah kepahlawanan yang berakar dari sejarah dan legenda Nusantara.

Pertunjukan Wayang Klithik biasanya diiringi oleh gamelan dan dimainkan oleh seorang dalang yang menghidupkan karakter-karakternya dengan suara, gerakan, serta narasi yang khas.

Meskipun popularitasnya tidak setinggi wayang kulit, Wayang Klithik tetap menjadi bagian penting dari budaya dan tradisi pewayangan di Indonesia.

Wayang ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga berfungsi sebagai media pendidikan, penyampaian nilai moral, dan pelestarian sejarah lokal.

Dengan bentuknya yang unik dan ceritanya yang berbeda dari wayang lain, Wayang Klithik menjadi salah satu warisan budaya yang menarik untuk dipelajari dan dilestarikan.

Wayang Klithik merupakan salah satu bentuk seni wayang yang berkembang di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Wayang ini diyakini muncul pada masa kerajaan Majapahit (abad ke-14 hingga ke-15) sebagai alternatif dari wayang kulit, tetapi dengan bahan utama kayu tipis.

Asal-Usul Wayang Klithik

Wayang Klithik diperkirakan berasal dari adaptasi Wayang Beber dan Wayang Kulit, yang sudah lebih dahulu berkembang di Jawa.

Karena tidak semua masyarakat mampu memiliki wayang kulit yang terbuat dari kulit kerbau atau sapi yang mahal, muncullah inovasi wayang dari kayu tipis, yang lebih terjangkau dan mudah dibuat.

Nama “Klithik” berasal dari suara khas yang dihasilkan saat wayang kayu ini dipukul atau digerakkan, yaitu bunyi “klithik-klithik”.

Perkembangan Wayang Klithik

Pada awalnya, pertunjukan Wayang Klithik digunakan untuk menyebarkan ajaran moral, pendidikan sejarah, dan nilai-nilai kepahlawanan. Seiring waktu, wayang ini menjadi salah satu bagian penting dalam tradisi seni pertunjukan Jawa.

Berbeda dengan Wayang Kulit yang banyak mengangkat cerita dari Mahabharata dan Ramayana, Wayang Klithik lebih banyak mengisahkan:

  • Cerita Panji: Kisah tokoh Panji dan kerajaan Kediri-Jenggala.
  • Damarwulan: Kisah pahlawan Majapahit melawan Menak Jingga.
  • Menak: Kisah kepahlawanan Amir Hamzah (paman Nabi Muhammad).

Pada era kolonial, pertunjukan Wayang Klithik tetap bertahan, meskipun popularitasnya mulai menurun dibanding Wayang Kulit. Saat ini, wayang ini masih bisa ditemukan dalam beberapa pementasan seni tradisional, terutama di daerah Jawa Timur.

Wayang Klithik berasal dari tradisi pewayangan Jawa dan berkembang sebagai alternatif dari wayang kulit.

Dengan bahan kayu tipis dan cerita khas Nusantara, wayang ini menjadi bagian penting dari warisan budaya Indonesia yang mengandung nilai sejarah, pendidikan, dan hiburan.

Meski kurang populer dibanding Wayang Kulit, Wayang Klithik tetap memiliki keunikan tersendiri yang layak dilestarikan.

Wayang Klithik dibuat dari kayu tipis yang dipahat dan dicat, menghasilkan bentuk tokoh wayang yang pipih seperti Wayang Kulit, tetapi tidak transparan.

Proses pembuatannya memerlukan keahlian khusus agar setiap karakter memiliki detail yang indah dan ekspresif.

Berikut Bahan Pembuatan Wayang Klithik

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan Wayang Klithik meliputi:

  • Kayu Tipis (Trembesi, Waru, atau Mahoni): Digunakan sebagai bahan utama wayang. Kayu ini dipilih karena ringan, mudah diukir, dan tahan lama.
  • Cat dan Pewarna Alami: Digunakan untuk memberikan warna dan corak khas pada wayang. Pewarna alami sering digunakan pada wayang tradisional.
  • Tanduk Kerbau atau Kayu Keras: Dipakai untuk membuat pegangan (tangkai) wayang.
  • Benang dan Paku Kecil: Digunakan untuk menyambungkan bagian-bagian wayang agar dapat digerakkan.

Berikut Teknik Pembuatan Wayang Klithik

1. Pemilihan dan Pemotongan Kayu

  • Kayu yang digunakan harus tipis dan ringan. Kayu kemudian dipotong sesuai ukuran yang dibutuhkan untuk masing-masing tokoh wayang.

2. Pengukiran dan Pembentukan Tokoh Wayang

  • Kayu dipahat dengan hati-hati untuk membentuk karakter wayang.
  • Detail wajah, pakaian, dan aksesoris diukir dengan teliti agar menyerupai tokoh yang diinginkan.

3. Pewarnaan dan Pengecatan

  • Setelah diukir, wayang dicat menggunakan warna-warna khas pewayangan seperti merah, hitam, emas, dan biru.
  • Pewarnaan dilakukan secara detail agar ekspresi dan karakter setiap tokoh terlihat jelas.

4. Pemasangan Tangkai dan Sendi

  • Tangkai dari tanduk atau kayu dipasang agar wayang bisa digerakkan.
  • Beberapa bagian wayang, seperti tangan, dibuat terpisah dan disambungkan dengan paku kecil atau benang agar bisa bergerak fleksibel.

5. Penyempurnaan dan Pengeringan

  • Wayang yang sudah selesai diberi lapisan pelindung agar lebih tahan lama.
  • Setelah kering, wayang siap digunakan untuk pementasan.

Wayang Klithik dibuat dengan teknik pahat kayu, pewarnaan detail, dan perakitan sendi sehingga bisa digerakkan dengan fleksibel.

Bahan utama seperti kayu tipis dan tanduk kerbau memberikan keunikan tersendiri, menjadikan Wayang Klithik sebagai warisan budaya khas Jawa yang kaya seni dan filosofi.

Wayang Klithik memiliki beberapa perbedaan mencolok dibandingkan wayang lainnya, terutama dalam bahan, bentuk, dan cerita yang dibawakan.

Terbuat dari Kayu Tipis

  • Berbeda dengan Wayang Kulit yang terbuat dari kulit kerbau atau sapi, Wayang Klithik dibuat dari kayu tipis (trembesi, waru, atau mahoni).
  • Kayu yang digunakan dipahat dan dicat agar menyerupai tokoh pewayangan.

Bentuknya Pipih & Gepeng

  • Mirip dengan Wayang Kulit dalam hal bentuk, tetapi tidak transparan karena berbahan kayu.
  • Detail ukiran lebih menonjol dibandingkan Wayang Golek yang berbentuk tiga dimensi.

Menghasilkan Bunyi “Klithik-Klithik”

  • Saat dimainkan, wayang ini berbenturan satu sama lain dan menghasilkan bunyi khas “klithik-klithik”, yang menjadi asal namanya.
  • Efek suara ini tidak ditemukan pada wayang kulit atau wayang golek.

Pementasan dengan Layar atau Tanpa Layar

  • Bisa dimainkan dengan layar seperti wayang kulit atau tanpa layar seperti wayang golek.
  • Jika tanpa layar, pertunjukan lebih mirip teater boneka kayu.

Iringan Musik Gamelan yang Lebih Sederhana

  • Biasanya diiringi gamelan Jawa, tetapi dengan komposisi alat musik yang lebih sederhana dibandingkan Wayang Kulit.

Keunikan Wayang Klithik Dibandingkan Wayang Lainnya

Membawakan Cerita di Luar Mahabharata & Ramayana

Wayang Kulit dan Wayang Golek biasanya membawakan kisah dari Mahabharata dan Ramayana.

Wayang Klithik lebih banyak membawakan kisah sejarah dan legenda lokal, seperti:

  • Cerita Panji (Kisah romantis kerajaan Kediri & Jenggala).
  • Damarwulan (Pahlawan Majapahit melawan Menak Jingga).
  • Cerita Menak (Kepahlawanan Amir Hamzah, paman Nabi Muhammad).

Tidak Memerlukan Lampu Minyak atau Cahaya dari Belakang

Berbeda dengan Wayang Kulit, yang membutuhkan cahaya di belakang layar untuk menciptakan efek bayangan.

Wayang Klithik dapat dimainkan tanpa layar, sehingga lebih fleksibel untuk berbagai pertunjukan.

Ukiran Lebih Detail dan Berwarna

Karena berbahan kayu, ukiran pada Wayang Klithik lebih mendetail dibandingkan bayangan dalam Wayang Kulit.

Pewarnaan lebih hidup dan tidak hanya bergantung pada siluet seperti pada Wayang Kulit.

Lebih Ringan & Mudah Dibuat

Dibandingkan Wayang Golek yang berbentuk tiga dimensi, Wayang Klithik lebih ringan karena bentuknya yang pipih.

Pembuatan Wayang Klithik lebih mudah dibandingkan Wayang Kulit yang membutuhkan proses penyamakan kulit.

Wayang Klithik memiliki keunikan tersendiri dalam bahan, bentuk, bunyi, dan cerita yang dimainkan. Dibandingkan wayang lainnya, Wayang Klithik lebih fleksibel dalam pementasan dan memiliki nuansa sejarah yang lebih kuat karena membawakan kisah-kisah lokal di luar Mahabharata dan Ramayana.

Wayang Klithik dimainkan oleh seorang dalang dengan teknik yang mirip dengan Wayang Kulit, tetapi memiliki beberapa perbedaan karena bahan dan bentuknya yang unik.

Berikut Cara Memainkan Wayang Klithik

1. Persiapan dan Tata Panggung

  • Tanpa Layar atau dengan Layar: Bisa dimainkan langsung seperti teater boneka kayu atau menggunakan layar seperti Wayang Kulit.
  • Panggung Sederhana: Tidak selalu memerlukan kelir (layar), sehingga bisa dimainkan di berbagai tempat.
  • Iringan Gamelan: Biasanya menggunakan gamelan sederhana untuk mengiringi pertunjukan.

2. Teknik Menggerakkan Wayang Klithik

  • Pegangan (Tangkai Wayang): Setiap wayang memiliki pegangan dari kayu atau tanduk di bagian bawah untuk memudahkan dalang menggerakkannya.
  • Gerakan Tangan & Tubuh: Dalang menggerakkan wayang ke kiri dan kanan untuk menunjukkan aksi seperti berjalan, bertarung, atau berbicara.
  • Gerakan Kepala: Untuk menandakan emosi seperti setuju, marah, atau terkejut.
  • Efek Bunyi “Klithik-Klithik”: Ketika wayang berbenturan, akan muncul bunyi khas yang menjadi ciri khas pertunjukan ini.

3. Teknik Suara dan Narasi Dalang

  • Pengubahan Suara: Dalang mengubah suara sesuai dengan karakter wayang (suara halus untuk tokoh bijak, suara keras untuk tokoh raksasa atau antagonis).
  • Narasi dan Dialog: Dalang tidak hanya mengisi suara tokoh tetapi juga memberikan narasi cerita.
  • Penggunaan Bahasa Jawa Kuno: Sebagian besar dialog menggunakan bahasa Jawa dengan beberapa bagian diterjemahkan ke bahasa sehari-hari agar lebih mudah dipahami.

4. Iringan Musik Gamelan dan Efek Suara

  • Gamelan Sederhana: Biasanya hanya menggunakan beberapa alat seperti kendang, saron, dan gong kecil.
  • Efek Suara Manual: Dalang sering kali membuat efek suara sendiri, misalnya menirukan suara hembusan angin atau dentingan senjata saat adegan pertempuran.

5. Teknik Khusus dalam Adegan Pertarungan dan Emosi

  • Gerakan Cepat dan Dinamis: Saat adegan perang, dalang menggerakkan wayang dengan lebih cepat dan membenturkan satu sama lain untuk menciptakan efek dramatik.
  • Jeda dan Penekanan Suara: Untuk membangun ketegangan dalam adegan tertentu, dalang bisa memperlambat tempo bicara dan mempertegas suara tokoh utama.
  • Perubahan Posisi Wayang: Wayang bisa digerakkan lebih tinggi untuk menunjukkan kekuasaan atau lebih rendah untuk menunjukkan ketundukan.

Wayang Klithik dimainkan dengan teknik yang menggabungkan gerakan tangan, narasi suara, iringan gamelan, dan efek bunyi kayu yang khas.

Pertunjukan ini menampilkan tokoh dengan ekspresi dinamis dan cerita yang menarik, menjadikannya bagian unik dari seni pertunjukan tradisional Jawa.

Wayang Klithik memiliki peran penting dalam budaya Jawa, terutama dalam pelestarian seni tradisional, pendidikan moral, hingga hiburan masyarakat.

Berikut Peran Wayang Klithik dalam Budaya Jawa

1. Sarana Pendidikan Moral dan Nilai Kehidupan

Wayang Klithik membawakan cerita yang mengandung nilai moral, seperti kejujuran, kesetiaan, dan kepahlawanan.

Kisah yang sering dibawakan berasal dari sejarah dan legenda Jawa, seperti Damarwulan dan Panji.

Mengajarkan etika dan kebijaksanaan melalui tokoh-tokoh utama dan pesan dari dalang.

2. Media Hiburan Tradisional

Dahulu, Wayang Klithik sering dimainkan dalam acara hajatan, syukuran, dan perayaan desa.

Meski kini sudah jarang, pertunjukan Wayang Klithik masih dilakukan dalam beberapa festival budaya di Jawa.

Dalang sering memasukkan humor dalam cerita, terutama melalui tokoh punakawan seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong.

3. Pelestarian Sejarah dan Budaya Jawa

Wayang Klithik membawakan kisah dari sejarah kerajaan-kerajaan Nusantara, seperti Majapahit dan Kediri.

Pertunjukan ini membantu masyarakat mengingat dan memahami sejarah leluhur mereka.

Salah satu bentuk seni yang memperkaya kearifan lokal dan identitas budaya Jawa.

4. Sarana Ritual dan Upacara Adat

Dalam beberapa daerah, Wayang Klithik digunakan dalam ritual keagamaan dan upacara adat, seperti:

  • Bersih desa (ritual pembersihan desa dari hal-hal negatif).
  • Ruwatan (ritual untuk menangkal kesialan dan bala).
  • Dipercaya memiliki makna spiritual yang kuat dalam tradisi Jawa.

5. Media Penyebaran Nilai Keislaman

Beberapa cerita Wayang Klithik berasal dari kultur Islam, seperti Cerita Menak yang mengisahkan perjuangan Amir Hamzah (paman Nabi Muhammad).

Wayang ini digunakan oleh para wali dan ulama Jawa untuk menyebarkan ajaran Islam dengan pendekatan budaya lokal.

6. Warisan Budaya yang Perlu Dilestarikan

Wayang Klithik merupakan salah satu bentuk seni wayang yang masih eksis meskipun kalah populer dibandingkan Wayang Kulit.

Upaya pelestarian dilakukan melalui festival budaya, pertunjukan pendidikan, dan museum wayang.

Dalang-dalang muda terus didorong untuk mempelajari dan mengembangkan Wayang Klithik agar tetap dikenal generasi mendatang.

Wayang Klithik memiliki peran penting dalam budaya Jawa sebagai sarana pendidikan, hiburan, pelestarian sejarah, hingga media ritual dan dakwah Islam.

Meskipun semakin jarang dipentaskan, upaya pelestariannya terus dilakukan agar tidak punah dan tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.

Wayang Klithik memiliki keunikan tersendiri dengan bahan kayu tipis, bentuk pipih, suara khas klithik-klithik, serta cerita yang lebih berfokus pada sejarah dan legenda lokal.

Berbeda dari Wayang Kulit atau Wayang Golek, wayang ini menawarkan pengalaman pertunjukan yang unik dan lebih fleksibel dalam pementasan. (Z-4)

 

Tinggalkan Balasan