IndonesiaDiscover –
LEBIH dari 3 miliar tahun yang lalu, sebuah meteorit besar yang diperkirakan seukuran empat Gunung Everest menghantam Bumi. Alih-alih membawa kehancuran, tabrakan itu justru menguntungkan bentuk kehidupan paling awal di planet kita. Penelitian baru ini memberikan wawasan menarik tentang bagaimana tumbukan besar seperti ini mungkin telah mempengaruhi kehidupan awal di Bumi.
Pada umumnya, ketika sebuah meteorit besar menghantam Bumi, dampaknya membawa kehancuran masif. Misalnya, kepunahan dinosaurus sekitar 66 juta tahun lalu diakibatkan tumbukan asteroid di Semenanjung Yucatan, Meksiko. Saat meteorit yang disebut “S2” menghantam Bumi sekitar 3,26 miliar tahun yang lalu, planet ini masih sangat muda dan berbeda dari sekarang.
Menurut Nadja Drabon, asisten profesor ilmu Bumi di Universitas Harvard, meteorit S2 diperkirakan 50 hingga 200 kali lebih besar dari asteroid Chicxulub yang memusnahkan dinosaurus. Dampaknya kemungkinan memberikan sumbangan penting pada kondisi yang mendukung kehidupan awal.
“Pada masa itu, hanya ada kehidupan bersel tunggal dalam bentuk bakteri dan archaea,” ungkap Drabon. “Lautan di Bumi kuno mungkin mengandung kehidupan, meskipun dalam jumlah terbatas karena kekurangan nutrisi. Bahkan, lautan ini sering digambarkan sebagai ‘gurun biologis’.”
Bumi saat itu merupakan dunia perairan dengan beberapa pulau yang menyembul di permukaan, dan airnya kemungkinan berwarna kehijauan akibat kandungan zat besi yang tinggi.
Ketika meteorit S2 menghantam, kekacauan global terjadi. Namun, dampak ini juga membawa serta berbagai bahan yang mungkin memperkaya kehidupan mikroba yang ada. Penemuan ini membuka cara pandang baru tentang bagaimana Bumi dan kehidupan mudanya menghadapi serangkaian tumbukan meteorit setelah planet ini terbentuk.
Mengungkap Dampak Purba
Selama masa awal pembentukan Bumi, hantaman meteorit adalah peristiwa umum. Diperkirakan setiap 15 juta tahun, sebuah meteorit berukuran lebih dari 10 kilometer menghantam Bumi, dengan setidaknya 16 tumbukan besar terjadi selama Zaman Arkean (4 hingga 2,5 miliar tahun yang lalu).
Namun, bukti mengenai dampak tumbukan ini sulit ditemukan karena perubahan geologi Bumi, seperti aktivitas vulkanik dan pergerakan lempeng tektonik, telah mengubur sebagian besar kawah yang terbentuk.
Drabon, seorang ahli geologi, tertarik untuk memahami bagaimana planet ini sebelum benua pertama terbentuk dan bagaimana tumbukan meteorit besar memengaruhi evolusi kehidupan.
Drabon dan timnya melakukan penelitian di Pegunungan Barberton Makhonjwa, Afrika Selatan, di mana jejak tumbukan meteorit bisa ditemukan dalam bentuk partikel-partikel kecil yang dikenal sebagai “spherules.” Partikel kecil berbentuk bulat ini terbentuk ketika meteorit besar menghantam Bumi, membentuk lapisan sedimen pada batuan.
Tim mengumpulkan sampel dari lapisan bebatuan ini untuk menganalisis komposisinya. “Setiap hari, kami harus mendaki pegunungan untuk mencapai lokasi pengambilan sampel dan mengumpulkan sampel batuan untuk analisis laboratorium,” ujar Drabon.
Gelombang Kehancuran dan Dampaknya bagi Kehidupan
Saat meteorit S2 yang berdiameter sekitar 37 hingga 58 kilometer menghantam Bumi, dampaknya begitu kuat sehingga menciptakan tsunami global dan menyebabkan penguapan lapisan atas lautan. Gelombang panas dari tumbukan ini menyebabkan lautan mendidih, dan tsunami raksasa mengaduk mineral-mineral penting seperti besi dari dasar laut.
Setelah debu tumbukan ini mengendap, lingkungan laut dalam menjadi kaya akan nutrisi seperti besi dan fosfor. Mineral ini penting bagi organisme bersel tunggal, yang jumlahnya segera meningkat setelah peristiwa tumbukan. Dengan kata lain, dampak meteorit S2 ini secara tidak langsung memperkaya lautan dengan nutrisi penting bagi kehidupan.
Kehidupan di laut dalam pulih dengan cepat setelah tumbukan, dan justru berkembang pesat karena limpahan nutrisi yang tersedia. “Sebelum tumbukan, kehidupan di lautan sangat terbatas, tetapi tumbukan ini melepaskan fosfor dan nutrisi penting lainnya dalam skala besar, yang bermanfaat bagi perkembangan awal kehidupan di Bumi,” jelas Drabon.
Respons Bumi Terhadap Dampak Langsung
Dampak meteorit S2 dan Chicxulub menimbulkan konsekuensi berbeda karena kondisi Bumi yang sangat berlainan saat masing-masing tumbukan terjadi. Tumbukan Chicxulub, misalnya, memicu emisi sulfur ke atmosfer, yang menyebabkan penurunan suhu permukaan secara drastis. Di sisi lain, dampak S2 terjadi pada Bumi yang sebagian besar terdiri dari perairan dengan ekosistem sederhana, sehingga kehidupan dapat pulih lebih cepat.
Penelitian ini memberikan gambaran baru tentang bagaimana tumbukan besar pada masa lalu mungkin tidak hanya menghancurkan, tetapi juga memperkaya kondisi lingkungan Bumi yang mendukung kehidupan, memungkinkan mikroorganisme sederhana bertahan dan berkembang dalam lingkungan yang sangat menantang. (CNN/Z-3)