Nasional Prospek Ekonomi Keuangan Syariah di Era Prabowo Subianto

Prospek Ekonomi Keuangan Syariah di Era Prabowo Subianto

23
0

IndonesiaDiscover –

Prospek Ekonomi Keuangan Syariah di Era Prabowo Subianto
(Dok. Pribadi)

DALAM seminar bertajuk Membaca Ekonomi dan Keuangan Syariah pada Pemerintahan Baru yang dilaksanakan pada Rabu, 11 September 2024, di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin mengatakan, dalam lima tahun terakhir, ekonomi dan keuangan syariah mengalami perkembangan pesat.

Apa yang disampaikan Wapres benar adanya jika kita merujuk pada sejumlah fakta. Pertama, menurut laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2023, Indonesia menduduki peringkat tiga pada Global Islamic Economy Indicator (GIEI). Pertumbuhan ekonomi syariah ini antara lain didorong oleh kinerja halal value chain (HVC) yang tumbuh 3,93% (year on year/yoy).

Kedua, dalam Mastercard Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2023 di Singapura pada 1 Juni 2023, Indonesia berhasil meraih predikat Top Muslim Friendly Destination of The Year 2023.

Baca juga : Wapres: Kontribusi Ekonomi Syariah Capai Rp155 Triliun di 2030

Ketiga, menurut kajian Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia (DEKS BI), usaha syariah dan pembiayaan syariah berkontribusi 46,72% terhadap PDB (± Rp9.761 triliun), tumbuh 0,19% yoy.

Keempat, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Indonesia resmi menjadi pemegang saham terbesar ketiga di Islamic Development Bank (IsDB) dan meraih #1 Impactful Achievement in Islamic Economics, Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) pada 2023 atau 1444 H.

Kelima, sertifikasi halal (SH) bertambah setiap tahunnya dengan total 1.944.195 SH. Hingga 31 Agustus 2024, naik 43% dari tahun sebelumnya. Total aset keuangan syariah, termasuk wakaf melalui uang, hingga Juni 2024 mencapai Rp2.756,45 triliun, tumbuh 12,48% (yoy).

Baca juga : Perempuan Kunci Penggerak Ekonomi Tanah Air, Literasi Keuangan Perlu Ditingkatkan

Keenam, menurut data Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, dalam lima tahun terakhir, ekspor produk halal 2023 mencapai US$50,5 miliar, meningkat 10,95%.

Sektor unggulan HVC seperti makanan, minuman, fesyen, dan produk-produk berlabel halal lainnya telah menopang hampir 23% ekonomi nasional. Bahkan produk usaha syariah pada Desember 2023 berkontribusi pada PDB (produk domestik bruto) mencapai hampir 47%, dengan pangsa pasar mencapai 11,04% terhadap total aset keuangan nasional.

Dan, masih banyak fakta lain yang bisa menjadi dasar penguat argumen bagi peningkatan perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia dalam lima tahun terakhir.

Baca juga : Aset Keuangan Syariah Global Diprediksi Capai Rp94 Ribu Triliun di 2025

 

Prospek

Lantas, bagaimana prospek ekonomi dan keuangan syariah di era pemerintahan Prabowo Subianto? Sebelum menjawab pertanyaan ini, kiranya perlu diketahui bahwa perkembangan ekonomi keuangan syariah di Indonesia didorong oleh sejumlah faktor yang mendukung, baik dari sisi demografi, regulasi, sosialisasi, maupun kesadaran masyarakat.

Baca juga : Wapres Inginkan Industri Asuransi Syariah Terus Bertumbuh

Dari sisi demografi, Indonesia memiliki populasi muslim terbesar di dunia, dengan lebih dari 230 juta jiwa (sekitar 87% dari total populasi). Tingginya jumlah penduduk muslim ini menciptakan permintaan alami terhadap produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah. Artinya, potensi pasar ekonomi keuangan syariah di Indonesia sangat besar.

Maka, cukup beralasan jika pemerintah Indonesia mendukung perkembangan industri keuangan syariah melalui kebijakan dan regulasi. Salah satunya dengan dibentuknya Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) pada 2016, yang berfungsi mempercepat pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengeluarkan berbagai aturan yang mempermudah pengembangan industri ini. Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah pun telah terbentuk di 30 provinsi.

Perbankan syariah di Indonesia terus mengalami pertumbuhan yang signifikan. Hingga 2023, pangsa pasar perbankan syariah sudah mencapai sekitar 7% dari total perbankan nasional, dan angka ini diproyeksikan terus meningkat. Bank Syariah Indonesia (BSI), hasil merger beberapa bank syariah pada 2021, menjadi bank syariah terbesar di Indonesia dan berperan penting dalam memperkuat ekosistem keuangan syariah.

Indonesia memiliki instrumen investasi keuangan syariah yang cukup beragam, mulai dari saham syariah, sukuk (obligasi syariah), reksa dana syariah, hingga wakaf dan zakat produktif. Sukuk negara, misalnya, telah menjadi instrumen penting dalam pembiayaan proyek-proyek infrastruktur pemerintah. Bahkan pada 2023, Indonesia menjadi salah satu negara penerbit sukuk terbesar di dunia.

 

Kesadaran masyarakat

Tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjalankan transaksi keuangan sesuai syariah terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini terlihat dari pertumbuhan signifikan pada berbagai produk keuangan syariah, seperti tabungan, pembiayaan, dan investasi syariah. Survei menunjukkan bahwa semakin banyak masyarakat Indonesia yang tertarik menggunakan produk keuangan syariah, selain lantaran alasan religius, juga karena landasan etis.

Kesadaran masyarakat tersebut didukung pula oleh fintech syariah atau teknologi finansial berbasis syariah seperti peer-to-peer lending, pembiayaan syariah digital, dan crowdfunding syariah yang memberikan akses lebih mudah bagi masyarakat yang ingin bertransaksi sesuai dengan prinsip syariah.

Keberadaan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berperan dalam mengawasi dan memastikan bahwa produk dan layanan keuangan yang ditawarkan benar-benar sesuai dengan prinsip syariah, juga ikut membantu perrkembangan ekonomi keuangan syariah. DSN membuat kepercayaan masyarakat terhadap keamanan dan kesesuaian produk keuangan syariah meningkat signifikan.

Melalui fatwa-fatwa yang dikeluarkan, yaitu terkait keuangan, ekonomi, dan bisnis syariah, sifat fatwa-fatwa DSN MUI mengikat karena telah diakomodasi baik oleh undang-undang, peraturan Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Stakeholder ekonomi syariah seperti pemerintah sebagai regulator (BI, OJK), DSN-MUI, Dewan Pengawas Syariah (DPS), institusi pendidikan, industri syariah (lembaga keuangan, lembaga bisnis, dan lembaga perekonomian syariah), para pakar ekonomi syariah (akademisi, peneliti) ikut aktif melakukan edukasi dan sosialisasi terkait keuangan syariah. Meningkatnya literasi keuangan syariah di kalangan masyarakat umum, termasuk generasi muda, mendorong peningkatan permintaan terhadap produk-produk keuangan syariah.

 

Sejumlah tantangan

Ada beberapa faktor yang menyebabkan industri syariah belum mencapai potensi sepenuhnya. Pertama, kurangnya literasi dan pemahaman masyarakat. Banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami konsep dan manfaat produk syariah. Tingkat literasi keuangan syariah yang rendah membuat masyarakat lebih memilih produk konvensional karena ketidakpahaman atau ketidakpercayaan terhadap produk syariah.

Kedua, kurangnya inovasi produk. Produk-produk keuangan syariah sering kali dianggap kurang inovatif dan kurang kompetitif jika dibandingkan dengan produk keuangan konvensional. Misalnya, produk investasi syariah mungkin tidak menawarkan return yang cukup menarik atau variasi produk yang luas.

Ketiga, kurangnya infrastruktur yang mendukung, seperti sistem teknologi informasi, regulasi yang jelas, serta lembaga penjamin dan asuransi syariah masih terbatas. Hal ini membuat operasional dan pengembangan produk syariah menjadi lebih sulit.

Keempat, kurangnya tenaga ahli yang memiliki pengetahuan mendalam tentang ekonomi syariah menjadi salah satu kendala utama. Tenaga profesional yang mengerti baik aspek keuangan maupun prinsip-prinsip syariah masih terbatas, sehingga memengaruhi kualitas layanan dan pengembangan industri.

Kelima, regulasi yang ada sering kali belum sepenuhnya mendukung perkembangan industri syariah. Misalnya, peraturan mengenai perpajakan, standar akuntansi, dan perlindungan nasabah syariah kadang masih belum seimbang jika dibandingkan dengan regulasi keuangan konvensional.

Keenam, meskipun ada dukungan dari pemerintah, terkadang kebijakan yang diterapkan tidak cukup kuat atau konsisten untuk mendorong pertumbuhan industri syariah. Hal ini dapat terlihat dari masih minimnya insentif bagi lembaga keuangan syariah atau pelaku bisnis syariah untuk berkembang.

Ketujuh, beberapa akad (perjanjian) syariah dianggap kompleks dan membingungkan bagi masyarakat. Ketidakjelasan ini membuat banyak orang enggan menggunakan produk syariah karena khawatir akan risiko yang tidak dipahami dengan baik.

Kedelapan, industri keuangan konvensional yang sudah mapan memiliki pangsa pasar dan kekuatan modal yang besar sehingga industri syariah sering kali kalah bersaing. Selain itu, produk konvensional dianggap lebih fleksibel dan mudah diakses oleh masyarakat.

Kesembilan, kurangnya upaya sosialisasi dan edukasi dari lembaga keuangan syariah dan pemerintah mengenai manfaat dan prinsip-prinsip ekonomi syariah, membuat masyarakat tidak mengetahui perbedaan signifikan antara produk syariah dan konvensional.

Selain tantangan-tantangan generik seperti di atas, tantangan terbesar bagi Prabowo ialah adanya komitmen untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur yang diwariskan pemerintahan Jokowi. Dalam hal ini, saham syariah, sukuk atau obligasi syariah, menawarkan solusi alternatif untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur besar tanpa melanggar prinsip-prinsip syariah.

Pemerintahan Prabowo dapat memanfaatkan instrumen sukuk lebih luas lagi untuk menarik investor dari dalam dan luar negeri, terutama dari negara-negara Timur Tengah yang memiliki minat besar pada investasi syariah.

 

Apa yang perlu dilakukan

Meskipun ekonomi syariah telah berkembang pesat dan literasi keuangan syariah di masyarakat juga meningkat, jika dicermati secara saksama, masih banyak kalangan yang belum sepenuhnya memahami perbedaan antara keuangan syariah dan konvensional, juga manfaatnya.

Oleh karena itu, pemerintahan Prabowo perlu memperkuat program sosialisasi dan literasi keuangan syariah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap produk serta layanan keuangan dan bisnis syariah. Kampanye edukasi yang melibatkan pemerintah, DSN-MUI, industri syariah, dan lembaga pendidikan perlu diperluas untuk meningkatkan kesadaran.

Di samping itu, meskipun sektor keuangan syariah berkembang, pangsa pasarnya di Indonesia masih relatif kecil kalau dibandingkan dengan perbankan konvensional. Salah satu tantangannya ialah daya saing yang belum optimal, baik dari sisi produk, teknologi, maupun efisiensi operasional. Di bawah pemerintahan Prabowo, tantangan ini bisa diatasi melalui kebijakan yang mendorong inovasi produk keuangan syariah, memperkuat infrastruktur perbankan syariah, serta mendorong kolaborasi dengan fintech syariah untuk menciptakan produk yang lebih kompetitif.

Regulasi yang mengatur ekonomi syariah di Indonesia juga masih perlu disempurnakan, terutama terkait harmonisasi antara prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan yang ada. Ada beberapa kebijakan yang masih tumpang tindih antara aturan ekonomi syariah dan ekonomi konvensional. Pemerintahan Prabowo akan menghadapi tantangan untuk menciptakan kerangka regulasi yang lebih jelas, kuat, dan mendukung ekonomi syariah agar dapat berkembang dengan baik, tanpa mengurangi prinsip-prinsip syariah.

Meskipun ekonomi syariah menawarkan solusi yang lebih adil dan etis dalam transaksi ekonomi, inklusi keuangan di sektor ini masih terbatas. Banyak masyarakat di perdesaan dan pelosok yang belum terjangkau oleh produk dan layanan keuangan syariah. Pemerintahan Prabowo perlu mengatasi tantangan ini dengan meningkatkan akses ke perbankan syariah di daerah-daerah terpencil, serta mendorong digitalisasi untuk memperluas jangkauan layanan keuangan syariah.

Tidak hanya itu, Indonesia juga dapat memperkuat posisinya sebagai pusat ekonomi syariah global melalui kerja sama dengan negara-negara Islam lainnya. Pemerintahan Prabowo dapat memperluas kerja sama bilateral di sektor halal, investasi syariah, dan pengembangan teknologi berbasis syariah.

Sektor keuangan konvensional yang sudah mapan menjadi pesaing utama bagi ekonomi syariah. Bank-bank dan lembaga keuangan konvensional sering kali lebih mudah diakses, lebih dikenal oleh masyarakat, dan menawarkan produk yang kompetitif. Pemerintahan Prabowo perlu menciptakan iklim yang mendukung pertumbuhan ekonomi syariah tanpa meminggirkan sektor konvensional, tetapi dengan menciptakan keseimbangan di antara kedua sistem tersebut agar ekonomi syariah bisa berkembang secara berkelanjutan.

Era pemerintahan Prabowo akan menghadapi kombinasi peluang besar dan tantangan signifikan dalam mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia. Dengan potensi pasar yang besar, dukungan teknologi, dan kebijakan pemerintah yang mendukung, ekonomi syariah memiliki peluang untuk menjadi pilar penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

Namun, tantangan seperti rendahnya literasi keuangan syariah, daya saing yang belum optimal, serta inklusi keuangan yang terbatas harus diatasi dengan strategi yang komprehensif dan terkoordinasi. Jika dilakukan dengan baik, ekonomi syariah dapat menjadi motor penggerak ekonomi yang adil dan berkelanjutan di Indonesia.

 

Tinggalkan Balasan