
Pengembangan Wakaf Produktif di Sepuluh Kota Indonesia
Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan sepuluh kabupaten dan kota di Indonesia sebagai Kota Wakaf 2025. Penetapan ini tertuang dalam Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor 770 Tahun 2025, yang diumumkan dalam Rapat Koordinasi Program Zakat dan Wakaf 2025 di Jakarta.
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Waryono Abdul Ghafur, menjelaskan bahwa Kota Wakaf bukan hanya sebatas penetapan administratif, tetapi dirancang sebagai ekosistem sosial-ekonomi yang produktif. Menurutnya, program ini harus dikelola dengan prinsip pemberdayaan, kolaborasi, dan manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat. Ia menyebutkan bahwa Baznas, BWI, LAZ, serta pemerintah daerah akan terlibat aktif dalam pengelolaannya.
Waryono menilai daerah yang dipilih telah menunjukkan komitmen nyata dalam mengembangkan wakaf produktif. Mulai dari wakaf uang, wakaf pertanian, hingga pemanfaatan aset wakaf untuk pendidikan dan pemberdayaan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa wakaf tidak hanya menjadi bentuk ibadah, tetapi juga alat strategis untuk membangun kesejahteraan umat.
Kepala Subdirektorat Bina Kelembagaan dan Kerja Sama Zakat dan Wakaf, Muhibbudin, menilai program ini sebagai tonggak penting dalam pembangunan ekosistem wakaf di Indonesia. Setiap kota memiliki mandat jelas untuk memberdayakan aset wakaf, membina nazir, serta mengintegrasikan wakaf ke dalam pembangunan ekonomi umat. Ia berharap model ini bisa direplikasi di wilayah lain.
Berikut adalah sepuluh kabupaten dan kota yang ditetapkan sebagai Kota Wakaf 2025:
- Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
- Kabupaten Cirebon, Jawa Barat
- Kabupaten Indramayu, Jawa Barat
- Kabupaten Kendal, Jawa Tengah
- Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta
- Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan
- Kota Ambon, Maluku
- Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat
- Kota Semarang, Jawa Tengah
- Kota Surabaya, Jawa Timur
Program ini tidak hanya menekankan pada pengelolaan aset wakaf, tetapi juga mendorong digitalisasi layanan, pemetaan aset potensial, serta peningkatan kapasitas nazir. Kemenag berharap, dengan langkah ini, wakaf bisa bertransformasi menjadi instrumen strategis untuk pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan.
Menurut Muhibbudin, wakaf bukan hanya ibadah, tetapi juga menjadi alat besar dalam membangun kesejahteraan umat. Ia menekankan pentingnya nazir yang kompeten, sistem pembiayaan kolaboratif, dan pemanfaatan aset yang tepat guna. Langkah ini dinilai sangat penting mengingat potensi wakaf di Indonesia sangat besar, namun pemanfaatannya masih jauh dari optimal.
Dengan penetapan Kota Wakaf, pemerintah berharap lahir pusat-pusat percontohan yang mampu menjadikan wakaf sebagai kekuatan ekonomi umat di tingkat daerah. Hal ini diharapkan dapat memberikan dampak positif secara luas, baik dalam pemberdayaan masyarakat maupun dalam pengembangan ekonomi lokal.