Nasional Peran Komunikasi Publik Pejabat Pemerintah

Peran Komunikasi Publik Pejabat Pemerintah

26
0

Memahami Konsep Komunikasi Publik

Komunikasi publik bisa diartikan sebagai proses penyampaian pesan dari satu pihak kepada khalayak luas. Tujuannya adalah untuk membentuk opini, memberikan informasi, atau memengaruhi perilaku masyarakat agar mendapatkan umpan balik yang positif. Berbeda dengan komunikasi interpersonal yang bersifat privat, komunikasi publik terjadi dalam ruang terbuka dan melibatkan audiens yang heterogen, baik secara demografis maupun ideologis.

Proses ini dapat dilakukan melalui berbagai media, baik media lama seperti televisi dan radio, maupun media baru seperti media sosial dan forum publik. Tidak jarang tokoh masyarakat, lembaga pemerintah, organisasi, atau aktivis menggunakan media tersebut untuk menyampaikan gagasan, kebijakan, atau ajakan partisipatif.

Pentingnya Strategi dalam Komunikasi Publik Pemerintah

Komunikasi publik pemerintah yang bernuansa politik harus dirancang secara strategis, transparan, dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Setiap pernyataan pejabat negara memiliki bobot politik, sehingga gaya tutur dan isi pesan tidak boleh sekadar bersifat retoris atau pencitraan belaka.

Komunikasi semacam ini perlu berbasis data yang dapat diverifikasi, menggunakan bahasa yang inklusif, serta menghindari diksi yang memecah belah atau memperkuat polarisasi. Apalagi masyarakat kini semakin melek politik dan memiliki akses luas terhadap informasi, sehingga komunikasi yang tidak cermat mudah menimbulkan resistensi.

Membangun Visi dan Dampak Kebijakan yang Jelas

Pemerintah juga harus mampu menyampaikan visi dan dampak kebijakan secara jelas agar publik memahami arah perubahan yang dituju. Respons terhadap kritik dan aspirasi masyarakat harus menjadi bagian dari narasi, bukan dihindari, karena komunikasi politik yang sehat adalah komunikasi yang membuka ruang dialog.

Di atas segalanya, komunikasi publik pemerintah harus konsisten secara nilai dan karakter, mencerminkan integritas serta komitmen terhadap keadilan sosial. Dalam konteks ini, komunikasi bukan hanya alat penyampaian informasi, tetapi juga medium pembentukan kepercayaan dan legitimasi demokratis.

Contoh-Contoh Komunikasi Publik yang Menyedihkan

Banyak pernyataan pejabat yang memicu kontroversi dan menunjukkan lemahnya komunikasi publik. Mulai dari Hasan Nasbi yang menyatakan “kepala babi itu sebaiknya dimasak saja” saat menanggapi teror terhadap media; Sri Mulyani yang mempertanyakan apakah gaji guru dan dosen harus sepenuhnya ditanggung negara; Nusron Wahid yang menyebut bahwa tanah tidak dimiliki oleh individu melainkan oleh negara; Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan bahwa tragedi Mei 1998 bukan pelanggaran HAM berat; hingga Natalius Pigai yang mengusulkan kenaikan anggaran kementerian dari Rp 64 miliar menjadi Rp 20 triliun. Ada pula Yandri Susanto yang menggunakan kop dan stempel resmi Kemendes untuk undangan pribadi acara haul orang tuanya. Semua ini menunjukkan bahwa komunikasi publik belum menjadi prioritas strategis dalam birokrasi.

Mengapa Banyak Pejabat Tidak Memahami Komunikasi Publik?

Pertanyaannya, mengapa banyak pejabat publik tidak memahami komunikasi publik secara etis dan pelaksanaannya di lapangan? Apakah karena mereka cenderung melihat komunikasi hanya sebagai formalitas administratif semata? Padahal, para pengajar komunikasi memahami bahwa komunikasi publik dari pejabat negara adalah bagian dari komunikasi politik yang bersifat resmi dan strategis, bertujuan membangun kepercayaan serta legitimasi di mata rakyat.

Komunikasi publik bukan hal sepele yang bisa dijawab dengan ringan, seperti pertanyaan “wardrobe apa yang kalian gunakan hari ini?” dalam konten “Citayam Fashion Week.” Atau pada sederhana “anak jaksel”, yang menanyakan “So, what’s the vibe today?” hanya untuk menanyakan aktivitas hari ini.

Pentingnya Jawaban yang Bertanggung Jawab

Semua tahu, isu serius, apalagi berbau politis membutuhkan jawaban yang bertanggung jawab, berbasis data, dan etis. Bahkan untuk isu ringan sekalipun, pejabat negara sebaiknya tetap menjawab dengan berkelas, komunikatif, relevan, dan tetap friendly atau jawaban yang hangat dan bersahabat.

Dalam komunikasi, umpan balik yang dibutuhkan adalah umpan balik yang membangun dan memperkuat makna. Atau bisa jadi, banyak kementerian belum memiliki divisi komunikasi publik yang kompeten, yang mampu membentuk narasi kuat bagi para menterinya. Akibatnya, respons terhadap media menjadi spontan, defensif, dan tidak terstruktur.

Peran Divisi Komunikasi Publik dalam Pemerintahan

Saya tidak mengetahui secara rinci struktur birokrasi di pemerintahan, tetapi memiliki divisi komunikasi publik dalam kementerian adalah kebutuhan strategis yang tak bisa diabaikan. Posisi ini sebaiknya tidak hanya diisi oleh ASN yang sekadar memahami cara menggunakan kamera, mengelola media sosial, atau membuat siaran pers. Pengemban posisi ini seharusnya juga menguasai komunikasi strategis, memahami komunikasi politik, serta mampu mengkonversi data menjadi narasi yang relevan dan berdampak.

Di sisi lain, para menteri juga perlu menghilangkan egoisme sebagai pejabat yang kebal terhadap kritik, dan mulai menerima masukan dari divisi komunikasi publik dengan rendah hati. Divisi ini berperan sebagai jembatan antara kebijakan dan masyarakat, memastikan bahwa setiap informasi yang disampaikan tidak hanya akurat, tetapi juga dapat dipahami, diterima, dan berdampak secara sosial.

Dampak Tanpa Divisi Komunikasi Publik yang Mumpuni

Tanpa divisi komunikasi publik yang mumpuni dan pejabat yang mampu berkomunikasi secara optimal, kebijakan yang baik bisa gagal karena miskomunikasi, misinterpretasi, atau bahkan resistensi publik yang seharusnya bisa dicegah dengan narasi yang tepat. Dampaknya tidak hanya merugikan kementerian bersangkutan, tetapi juga masyarakat luas.

Keberagaman Masyarakat Indonesia

Kita harus selalu ingat bahwa masyarakat Indonesia kini hampir mencapai 290 juta jiwa, dengan tingkat heterogenitas yang sangat tinggi—tidak hanya dalam aspek budaya, agama, dan etnis, tetapi juga dalam pola pikir dan pandangan politik. Perbedaan latar belakang pendidikan, akses terhadap informasi, serta pengalaman historis dan lokalitas membentuk cara pandang yang beragam terhadap isu-isu sosial dan kebijakan publik.

Fungsi Divisi Komunikasi Publik dalam Era Digital

Divisi komunikasi publik juga berfungsi menjaga konsistensi pesan, membangun citra institusi, serta merespons dinamika sosial dan kritik dengan cara yang konstruktif. Dalam konteks politik, komunikasi publik bukan sekadar penyampaian informasi, melainkan bagian dari legitimasi kekuasaan dan proses demokratisasi. Ia harus mampu menyusun narasi yang inklusif, empatik, dan berbasis data, serta menyesuaikan gaya komunikasi dengan karakter audiens yang beragam. Di era digital, divisi ini juga menjadi garda depan dalam menghadapi disinformasi dan membangun kepercayaan publik melalui kanal resmi dan media sosial.

Kesimpulan

Akhir kata, kurang optimalnya komunikasi publik bukanlah kondisi permanen yang tak bisa diperbaiki. Justru, ia adalah ruang strategis yang penuh potensi untuk ditata ulang. Ketika komunikasi publik gagal menjangkau masyarakat secara efektif, itu sering kali bukan karena kurangnya informasi, melainkan karena lemahnya narasi, minimnya empati, atau tidak adanya pemetaan audiens yang tepat. Namun, semua itu bisa diperbaiki melalui pendekatan yang lebih reflektif, partisipatif, dan berbasis data. Saya teringat ujar Paul Watzlawick: “We cannot not communicate.”

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini