

MAHKAMAH Konstitusi (MK) menjadi salah satu lembaga yang terkena dampak dari kebijakan efisiensi anggaran 2025 sebagaimana instruksi Presiden Prabowo Subianto. Besaran dana yang harus dipangkas MK sebesar Rp226,1 miliar.
Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) Heru Setiawan menjelaskan kebijakan efisiensi anggaran telah berdampak pada penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (PHPU-Kada) yang masih akan berlangsung hingga 24 Februari mendatang. Anggaran operasional untuk sidang tidak bisa dibayarkan.
“Penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (PHPU Kada) tidak dapat dibayarkan karena tidak ada anggaran tersisa,” kata Heru dalam keterangannya di Jakarta pada Rabu (12/2).
Selain itu, efisiensi juga berdampak pada kebutuhan dalam rangka kegiatan penanganan perkara Pengujian Undang-Undang (PUU), Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN), dan perkara lainnya hingga akhir tahun akan mengalami kekurangan karena tidak ada anggaran tersisa.
Lebih lanjut, Heru menjelaskan terkait komitmen MK untuk pemeliharaan gedung, kendaraan, peralatan, mesin, dan keperluan pokok sehari-hari perkantoran juga berpotensi tidak dapat dibayarkan.
“Hal-hal tersebut kami sudah melakukan alokasi pemulihan ini, sudah melakukan efisiensi di segala bidang. Termasuk hal-hal, jadi kami mengalokasikan hanya untuk basis operasional Mahkamah sehari-hari, perjalanan dinas dan lain-lain sudah kita tiadakan,” ujar Heru.
Sebelumnya, Heru mengatakan kebijakan efisiensi anggaran telah berdampak pada kemampuan MK untuk membayarkan gaji dan tunjangan para pegawai. Dikatakan bahwa pembayaran gaji dan tunjangan sebesar Rp45,097 miliar hanya mampu untuk dibayarkan sampai Mei 2025.
“Sisa anggaran saat ini adalah Rp295,1 miliar. Masing-masing kami alokasikan belanja pegawai adalah 28,4% atau setara Rp83,361 miliar. Belanja barangnya Rp198,3 miliar atau setara 67,2%. Belanja modal 4,6% atau setara dengan Rp13,4 miliar,” kata Heru.
MK harus memangkas anggarannya hingga Rp226,1 miliar, terdiri dari belanja barang adalah Rp214,65 miliar dan belanja modal sebesar Rp11,45 miliar.
“Dari adanya blokir tersebut, maka pagu anggaran MK berubah menjadi Rp385,3 miliar. Sehingga sisa anggaran yang dapat kami gunakan sampai dengan saat ini adalah Rp69 miliar,” ujar Heru.
Padahal kata Heru, MK masih memiliki kebutuhan seperti langganan daya listrik, lalu pembayaran tenaga Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN), tenaga kontrak, dan tenaga outsourcing. Sehingga kekurangan alokasi anggaran untuk blokir Belanja Barang akan dialokasikan ke Belanja Pegawai dan Belanja Modal.
“Dengan rencana alokasi sisa anggaran yang Rp69 miliar tersebut, kami akan alokasikan pembayaran gaji dan tunjangan sebesar Rp45 miliar, kemudian pembayaran tenaga PPNPN dan tenaga kontrak yang akan beralih menjadi PPPK itu Rp13,1 miliar. Biaya langganan daya dan jasa itu Rp9,8 miliar, tenaga outsourcing itu Rp610 juta, dan honorer perbantuan penyelenggaraan persidangan perkara Rp400 juta,” ujarnya. (P-5)