IndonesiaDiscover –
Industri otomotif akan menghadapi tantangan berat pada pada tahun depan. Pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dan memberlakukan Opsen Pajak mulai Januari 2025.
Kenaikan PPN menjadi 12 persen pastinya akan membuat harga jual dari sepeda motor mengalami eskalasi. Lalu Opsen Pajak yang mana pemerintah provinsi baik kabupaten/kota dapat memungut biaya tambahan dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKN) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Dari ragam kenaikan pajak tersebut, tentunya konsumenlah yang bakal dibebankan. Harga motor akan jadi lebih mahal namun daya beli masyarakat masih cenderung lemah menimbulkan kekhawatiran di sektor industri otomotif sepeda motor.
General Manager Corporate Communication PT Astra Honda (AHM), Ahmad Muhibbudin menyebutkan bahwa sepeda motor jadi salah satu objek yang kemungkinan besar akan dikenakan kenaikan PPN 12 persen. Opsen Pajak yang diperkirakan bakal berlaku pun disebut jadi tantangan serius bagi industri otomotif roda 2.
“Memang tahun 2025 banyak sekali tambahan-tambahan beban buat masyarakat yang mungkin ini akan menjadi tantangan tersendiri buat industri otomotif. Kalau tidak salah, sepeda motor juga akan dikenakan PPN 12 persen karena disebut sebagai salah satu barang mewah,” jelas Muhib, panggilan akrabnya di Cikarang, Jawa Barat, Senin (16/12).
Harga yang menjadi lebih mahal, lanjut Muhib akan membuat konsumen menahan keinginannya membeli sepeda motor. Hal ini juga akan berdampak pada ragam sektor otomotif roda 2, mulai hulu hingga ke hilir.
“Bagaimana kita menghadapi situasinya, inilah yang kita sedang pikirkan dan kerjakan di sisi produsen. Yang pasti bila terjadi kenaikan, kita akan mentransfer kenaikan itu ke sisi harga dan memang yang akan dibebankan adalah konsumen. Efeknya bila konsumen tidak mampu membeli motor karena kenaikan harga itu, otomatis produksi akan berkurang berimbas pada hulu dan hilir,” bebernya.
Dari sisi hulu, bila demand menurun sudah pasti produksi motor di pabrik akan dikurangi. Lalu produsen pemasok akan mengurangi suplainya dan besar kemungkinan mereka akan melakukan pengurangan karyawan buat mempertahankan aktivitas bisnisnya.
“Ini terjadi pada semua level, baik pemasok tier 1, 2, dan 3. Sementara di sisi hilir berimbas pada industri pendukung, misal perusahaan pembiayaan dan asuransi, kalau barang yang dibiayai berkurang otomatis kinerja mereka terganggu,” pungkas Muhib.
Kendati demikian dirinya optimis bahwa industri otomotif sepeda motor di 2025 tetap ada harapan. Para pelaku industri hingga asosiasi sedang mengodok strategi dan mencari jalan keluar atas tantangan tersebut.
“Indonesia ini pasarnya besar. Jumlah penduduknya banyak, dan densitas kepemilikan sepeda motor masih bisa digarap lagi, ditambah faktor keberadaan motor sebagai alat transportasi produktif sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Pasti ada jalan keluar, artinya kita tetap berusaha mengoptimalkan, menyerap, memanfaatkan market yang jumlah-nya besar,” jelasnya. (KIT/TOM)
Baca juga:
PPN 12 Persen Tak Goyahkan Kemampuan Konsumen Buat Beli Moge Harley-Davidson
Motor Listrik Honda Masih Tergolong Mahal, Mungkinkah Bisa Semurah BeAT?