KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga yang dibentuk sebagai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Sejak didirikan tahun 2002, KPK sudah menangani sejumlah kasus besar yang melibatkan pejabat publik dan pengusaha.
KPK diawasi berbagai pihak dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Pengawasan legislatif dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pengawasan eksekutif oleh Presiden Republik Indonesia, pengawasan internal oleh Direktorat Pengawasan Internal, pengawasan publik oleh Deputi Pengaduan Masyarakat, dan pengawasan media oleh jurnalis.
Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meliputi koordinasi dengan instansi terkait dalam pemberantasan korupsi, supervisi terhadap instansi yang berwenang, penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kasus korupsi, serta pencegahan tindak pidana korupsi. KPK juga memonitor penyelenggaraan pemerintahan negara untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang.
UU KPK
Kini, KPK diatur oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebelumnya, KPK mengalami beberapa perubahan sebagai berikut:
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, yang menjadi dasar pembentukan KPK sebagai lembaga independen dengan kewenangan luas untuk menangani korupsi tanpa intervensi dari eksekutif, legislatif, atau yudikatif.
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2015, yang memperkuat posisi KPK dan menyesuaikan dengan dinamika politik serta hukum yang berkembang saat itu.
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, yang mengubah kelembagaan KPK, termasuk pembentukan Dewan Pengawas dan kewajiban pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Revisi ini juga membatasi kewenangan penyadapan dan penyidikan.
Sejarah Perjalanan KPK
KPK mulai dibahas pada masa Presiden BJ Habibie. Pada 1999, Habibie mengeluarkan Undang-Undang Nomor 28 untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Namun, KPK baru terbentuk pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri pada 20 Desember 2002, dengan tujuan menangani kasus korupsi secara lebih efektif dan independen. KPK dibentuk di Jakarta, Indonesia.
Sebelum KPK berdiri, beberapa lembaga telah dibentuk untuk mengawasi dan menangani korupsi, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan Ombudsman. Meskipun demikian, lembaga-lembaga ini dianggap belum cukup efektif.
Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid, dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTK). Namun tim ini dibubarkan Mahkamah Agung, yang menghambat upaya pemberantasan korupsi.
Sejak berdirinya, KPK telah mengalami beberapa perubahan melalui revisi Undang-Undang. Revisi terbaru adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang mengubah posisi KPK dari lembaga independen menjadi bagian dari eksekutif.
Selain itu, undang-undang ini juga membentuk Dewan Pengawas yang bertugas mengawasi kinerja KPK. Perubahan ini juga berdampak pada pengaturan kepegawaian, di mana pegawai KPK harus menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Selain itu, kewenangan KPK dalam hal penyadapan dan penyidikan juga dibatasi.
Meskipun melalui berbagai perubahan, KPK terus melaksanakan tugasnya untuk memberantas korupsi di Indonesia. (KPK/UGM/UII/Z-3)