HUKUMAN mati, sebagai bentuk tertinggi dari hukuman, telah lama menjadi perdebatan di dunia internasional. Banyak yang berpendapat praktik ini tidak hanya kejam dan tidak manusiawi, tetapi juga bertentangan dengan prinsip dasar martabat manusia.
Sejak 1971, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengambil langkah-langkah signifikan dalam mengadvokasi penghapusan hukuman mati secara universal, menjadikannya salah satu tujuan utama yang ingin dicapai melalui Majelis Umum PBB.
PBB juga mengeluarkan berbagai dokumen dan rekomendasi untuk mengurangi penerapan hukuman mati selama proses peradilan. Salah satunya adalah pemberian grasi, amnesti, atau pengurangan hukuman bagi narapidana yang terancam hukuman mati.
Baca juga : Kontroversi Hukuman Mati di Indonesia: Kasus, Kebijakan, dan Data
Organisasi ini, bersama dengan berbagai gerakan sosial global, terus mendorong agar penghapusan hukuman mati menjadi norma universal dalam semua jenis tindak pidana.
Salah satu langkah konkret dalam upaya ini adalah Protokol Opsional Kedua pada Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Melalui protokol ini, negara-negara yang menjadi peserta diwajibkan menghentikan penggunaan hukuman mati dan memastikan segala prosedur yang diperlukan untuk penghapusan hukuman ini berjalan dengan baik.
Selain itu, Dewan Eropa dan Organisasi Negara-Negara Amerika juga ikut serta dalam mendukung penghapusan hukuman mati melalui persetujuan terhadap protokol-protokol serupa.
Baca juga : Metode Eksekusi Hukuman Mati: Dari Kamar Gas hingga Pemenggalan Kepala
Secara historis, PBB tidak hanya menentang hukuman mati, tetapi juga aktif mengeluarkan berbagai resolusi yang menegaskan pentingnya penangguhan pelaksanaannya. Beberapa di antaranya Resolusi Majelis Umum PBB 62/149 yang menganjurkan penghentian sementara hukuman mati, serta Resolusi 65/206 yang meminta negara-negara anggota PBB untuk melindungi orang-orang yang berhadapan dengan hukuman mati, termasuk mereka yang rentan seperti anak-anak dan perempuan hamil.
PBB dan para pakarnya juga berpendapat hampir mustahil bagi negara untuk menerapkan hukuman mati tanpa melanggar hak asasi manusia para terdakwa. Pelanggaran terhadap hak untuk hidup, serta risiko eksekusi terhadap orang yang tidak bersalah, menjadi alasan kuat mengapa hukuman mati dianggap tidak lagi relevan dalam sistem peradilan modern.
Seiring dengan meningkatnya dukungan internasional, hingga saat ini, sekitar 170 negara telah menghapuskan hukuman mati dari sistem hukum mereka. Langkah ini dianggap sebagai kemenangan besar dalam memperjuangkan hak asasi manusia dan memastikan keadilan ditegakkan tanpa harus mencabut nyawa seseorang. Di masa depan, harapan akan tercapainya penghapusan hukuman mati secara universal menjadi semakin nyata, menciptakan dunia yang lebih manusiawi dan berkeadilan. (United Nations Human Rights, Council of Europe/Z-3)