KOMISI Pemilihan Umum (KPU) dikritik usai berencana menghapus sanksi diskualifikasi bagi calon kepala daerah yang tak melapor dana kampanye. Penghapusan sanksi itu terkuak pada uji publik rancangan peraturan KPU (RPKPU) mengenai dana kampanye untuk Pilkada 2024.
Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati menjelasan, pada periode sebelumnya, KPU berani memberlakukan sanksi diskualifikasi.
Bahkan, sanksi tersebut tak hanya terkait dana kampanye, melainkan bagi partai politik yang tidak memenuhi kuota minimal perempuan 30% untuk pemilu legislatif.
Baca juga : Penghapusan Sanksi Paslon tidak Lapor Dana Kampanye Dianggap Langkah Mundur
“Padahal ketika ketentuan ini diterapkan di pemilu dan pilkada sebelumnya, tidak ada penolakan dari parpol, termasuk peserta pemilu,” kata Khoirunnisa kepada Media Indonesia, Minggu (4/8/2024).
Baginya, KPU bukan sekadar menyelenggarakan kontestasi pemilihan, baik pemilu maupun pilkada. Lebih dari itu, KPU juga perlu menyelenggarakan pemilu dan pilkada dengan prinsip yang demokratis.
Khoirunnisa berpendapat, upaya mendorong keterbukaan dana kampanye adalah hal yang penting diperoleh publik sebagai pemilih.
Baca juga : Penyumbang Dana Kampanye Pilkada Dibagi 4 Kategori
“Untuk tahu berapa aliran dana yang masuk dan digunakan oleh peserta pemilu sebagai salah satu indikator untuk menentukan hak politiknya,” pungkasnya.
Adapun alasan KPU berencana menghapus sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon kepala daerah yang tidak menyampaikan laporan awal dana kampanye (LADK) serta laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK) disebabkan karena tidak diatur dalam Undang-Undang Pilkada.
“Dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 10/2016 (tentang Pilkada), pembatalan (pasangan calon) hanya terjadi apabila pasangan calon menerima sumbangan terlarang,” kata anggota KPU RI Idham Holik dalam uji publik RPKPU kampanye dan dana kampanye pada Jumat (2/8/2024). (Tri/P-3)