Ekonomi & Bisnis Muhammadiyah Hargai Perbedaan Pendapat Terkait Konsesi Tambang

Muhammadiyah Hargai Perbedaan Pendapat Terkait Konsesi Tambang

11
0
Muhammadiyah Hargai Perbedaan Pendapat Terkait Konsesi Tambang
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir (kedua kiri).(ANTARA/ANDREAS FITRI ATMOKO)

MESKI dihujani kritik Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menghargai berbagai pihak yang pro dan kontra terkait keputusan untuk menerima tawaran Izin Usaha Pertambangan (IUP) pengelolaan tambang.

“Kami menghargai setiap kritik dari dalam maupun luar, sebagai masukan berharga bagi Tim di bawah ketua Muhadjir Effendy. Inshaallah Muhammadiyah tetap di garis dakwah dan tajdid yang membawa nilai-nilai kebenaran dan kebaikan berdasarkan ajaran Islam,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir saat dihubungi, Rabu (31/7).

Muhammadiyah berkomitmen menjalankan izin tambang sesuai amar makruf nahi munkar secara elegan dan bermartabat sesuai Kepribadian Muhammadiyah.

Baca juga : PAN Apresiasi Sikap Muhammadiyah soal Izin Tambang

“Masak Muhammadiyah yang ikut mendirikan republik ini dan selama ini terus berkhidmat untuk masyarakat luas mau merusak rakyat dan tanah air. Kami menghargai berbagai pihak yang memiliki pandangan dan jalur masing-masing dalam berjuang untuk bangsa dan negara,” uja dia.

Indonesia dibangun oleh seluruh komponen dengan berbagai pandangan dan jalan yang boleh jadi satu sama lain berbeda, termasuk berbeda pendekatan. Membangun Indonesia secara optimal dari mana pun pintu masuknya.

“Masih banyak pekerjaan dan tugas berat untuk memajukan Indonesia daripada terus saling hujat dan menegasikan yang dapat meretakkan persatuan Indonesia. Berpikir dan bersikaplah moderat,” ungkapnya.

Baca juga : Penerimaan Konsesi Tambang Dikhawatirkan Repotkan Muhammadiyah

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto prihatin dengan sikap sejumlah ormas keagamaan yang mulai ikut-ikutan ingin mengelola tambang.

Mulyanto khawatir fenomena ini bisa merusak tata kelola minerba sekaligus menjatuhkan wibawa ormas di mata umat. Karena itu ia minta pemerintah dan pimpinan ormas mengkaji ulang kebijakan ini.

“Fenomena ini seperti kisah Perang Uhud, di mana kaum Muslimin beramai-ramai turun dari bukit Uhud untuk berebut ghonimah (harta pampasan perang), dan meninggalkan tugas pokok pos penjagaan. Ujung-ujungnnya umat tidak terurus,” jelas Mulyanto.

Kondisi ini sangat rawan karena bisa menimbulkan kecemburuan di antara-ormas, karena bisa jadi berikutnya ormas pemuda dan ormas lain akan ikut minta konsesi tambang.

“Akhirnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) menguap. Karena kita tidak bisa membedakan lagi tugas, fungsi, dan program-kegiatan antara sektor private, yang mengurusi ekonomi, dengan sektor ketiga, yang mengurusi masyarakat sipil. Terjadi tumpang-tindih. Lalu memicu kekacauan,” pungkasnya. (Z-6)

Tinggalkan Balasan