Nasional Hoaks Kerap Jadi Alat Penipuan di Dunia Maya

Hoaks Kerap Jadi Alat Penipuan di Dunia Maya

3
0

IndonesiaDiscover –

Hoaks Kerap Jadi Alat Penipuan di Dunia Maya
Ilustrasi.(ANTARA/MUHAMMAD RAMDAN)

FENOMENA penyebaran informasi palsu atau hoaks masih menjadi masalah serius di Indonesia. Parahnya, hal ini dapat merusak tatanan sosial, ekonomi hingga politik. 

Ironinya, motivasi pembuatan konten hoaks seringkali didasari oleh faktor finansial atau hanya demi meraup keuntungan semata. Konten yang kontroversial dianggap menarik perhatian banyak orang yang dapat menghasilkan pendapatan melalui iklan dan berbagai bentuk monetisasi lainnya.

Untuk menanggulangi fenomena maraknya penyebaran konten hoaks hanya demi keuntungan semata, Kementerian Komunikasi dan Informasi mengadakan diskusi daring “Obral Obrol Literasi Digital” bertajuk “Jangan Asal Cuan, Telusuri Faktanya” pada Jumat (19/7).

Baca juga : Heboh Info Pengobatan Ida Dayak di Banda Aceh, Polisi: Hati-hati Penipuan!

Dalam diskusi ini dibahas bahwa membuat konten tidak hanya untuk mencari keuntungan, tapi juga harus bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu para pembuat konten juga harus dapat mempertanggungjawabkan apa yang disebarluaskan ke masyarakat. 

Menurut Puji F Susanti, Presidium Mafindo tipologi hoaks berubah-ubah dari tahun ke tahun. Hal tersebut terjadi karena situasi sosial, politik, dan perekonomian masyarakat yang berubah-ubah. 

“Dari tahun ke tahun tipologi hoaks itu berubah, mereka berkembang tergantung kondisi dan tren yang sedang dimintai masyarakat,” ujarnya saat jadi pembicara webinar yang diadakan Kominfo tersebut. 

Baca juga : Penipuan Online via WhatsApp Masih Marak, Ini Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan

Dirinya menambahkan, tidak hanya menyesatkan secara intelektual, hoaks juga dapat menjadi media aksi tindak kejahatan di dunia digital. Salah satu contohnya adalah banyak akun palsu yang memanfaatkan sosok orang lain yang sedang jadi tren di media sosial. Lewat akun palsu tersebut, pelaku tindak kejahatan digital melancarkan aksinya. 

“Misal ada orang terkena masalah dan viral di media sosial, biasanya banyak tuh akun-akun palsu yang menyerupai namanya. Kadang orangnya (pembuat akun palsu) ngaku klarifikasi lewat konten medsos. Biasanya mereka menyertakan link dalam kontennya dengan dalih informasi lebih lengkap. Ternyata link tersebut adalah jebakan yang dapat merugikan netizen,” jelas Puji. 

Di kesempatan yang sama, Konten Kreator Ndan Masbon Usari mengungkapkan sebenarnya banyak cara untuk mendapatkan cuan tanpa memanfaatkan informasi palsu. Asalkan konsisten dan memiliki semangat juang yang tinggi dalam membuat konten, katanya, cuan pasti didapat.
“Karena yang dibutuhkan adalah konsistensi dalam membuat konten, sehingga kita harus nyaman dalam mengerjakannya serta menguasai isi kontennya,” ujar Masbon.   

Untuk itu, literasi digital penting dipahami oleh semua kalangan masyarakat. Mulai dari penikmat konten hingga pembuat dan penyebar konten harus paham bagaimana cara hidup di dunia digital dengan benar. 
Diketahui pula, menurut data yang dihimpun Kominfo, dari tahun 2017 hingga 2024 terdapat 405.000 laporan penipuan transaksi online. Sebanyak 13,1% penipuan terjadi di sektor e-commerce pada tahun 2023. (Z-6)

Tinggalkan Balasan