IndonesiaDiscover –
MENTERI Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan penurunan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem diperlukan pola yang tepat dan berkesinambungan.
“Berharap mudah-mudahan semakin lama nanti penanganan kemiskinan ini semakin menemukan polanya yang berkesinambungan, berkelanjutan dan siapa pun yang nanti akan menjalani pemerintah Indonesia harus memiliki perhatian terhadap masalah kemiskinan dan anak terlantar Karena itu adalah amanah dari Undang-Undang Dasar 1945,” kata Muhadjir di Jakarta Pusat, Selasa (9/7).
Selain itu ia juga menekankan bahwa upaya penurunan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem kuncinya ada di kepala desa, camat, hingga bupati dan wali kota.
Baca juga : Indonesia Usulkan Pemberian Pangan Bergizi di Global Alliance Against Hunger and Proverty G20
Ia menceritakan upaya pendorongan kepala daerah juga bisa dilakukan dalam penanganan stunting di daerah. Di mana survei pengukuran dan penimbangan bayi yang ketika dimaksimalkan 96% atau 17 juta anak bisa mendapatkan pengawasan gizi, tinggi badan, dan berat badan.
“Ternyata bisa kalau kita lakukan sungguh-sungguh bisa. Saya sudah katakan sekarang enggak ada alasan lagi untuk mengabaikan pengukuran,” ujar Muhadjir.
Persentase penduduk miskin Indonesia pada Maret 2024 sebesar 9,03%. Jika dibandingkan dengan 4 tahun yang lalu maka kemiskinan ini terendah tapi walaupun demikian grafiknya masih adanya disparitas antara kota dan desa.
Baca juga : Pemerintah Optimistis Kemiskinan Ekstrem Mendekati 0% di Akhir 2024
“Di kota sebesar 7,09% kemiskinannya di kondisi Maret 2024 sedangkan desa 11,79%. Walaupun demikian kalau kita bandingkan antara Maret 2024 dengan Maret 2023 terlihat bahwa penurunan desa lebih tinggi dibandingkan dengan penurunan di wilayah kota Desa menurun dari 12,22 menjadi 11,79 atau menurun sekitar 0,43 poin. Sedangkan kota menurun 7,29 menjadi 7,09 atau menurun 0,20 poin,” kata Deputi Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono.
Sementara kondisi kemiskinan menurut pulau, di Pulau Jawa kontribusinya 52,49% artinya sebagian besar kemiskinan berada di Pulau Jawa atau besarnya sekitar 13,24 juta orang. Kemudian di Sumatera yaitu kontribusinya 22,01% dan juga di pulau lainnya.
“Walaupun di Jawa kontribusinya besar dari sisi absolut tetapi persentase penduduk miskinnya terhadap jumlah penduduk di masing-masing wilayahnya untuk yang Pulau Jawa 8,79% menurun di 2024 menjadi 8,48% tetapi untuk yang Maluku dan Papua persentasenya 19,68% pada kondisi Maret 2023 menurun menjadi 19,39% terhadap Maret 2024,” ujar Ateng.
“Artinya di kondisi wilayah timur persentase penduduk miskin terhadap jumlah penduduknya itu lebih besar jika dibandingkan dengan di Jawa dan Sumatera tetapi secara konsentrasi ini berada di Jawa dan Sumatera dari sisi absolutnya,” pungkasnya.