Nasional Mereposisi Comfort Zone

Mereposisi Comfort Zone

4
0

IndonesiaDiscover –

Mereposisi Comfort Zone
Iqbal Mochtar, Pengurus PB IDI, PP IAKMI dan Ketua Kluster Kedokteran dan Kesehatan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional(Dok Pribadi)

ORANG sering menganggap batas sehat-sakit adalah terletak pada keluhan kesehatan. Seseorang dianggap sakit bila ia mulai merasakan keluhan kesehatan dan dianggap sehat bila tidak memiliki keluhan. Makanya, orang yang tidak memiliki keluhan seringkali berleha-leha dan merasa berada pada comfort zone (daerah nyaman). 

Pada kondisi comfort zone ini, mereka tidak mau melakukan upaya serius bagi kesehatannya. Mereka tidak mau melakukan diet, berolahraga atau menghentikan kebiasaan merokok. Ngapain melakukan hal tersebut kalau tidak punya keluhan? 

Padahal, banyak penyakit serius yang batas sehat dan sakitnya tidak ditentukan oleh keluhan. Bahkan ketika keluhan ada, sebagian penyakit justru dianggap sudah memasuki tahap lanjut. Kebanyakan penyakit sistemik memiliki fenomena continuum, yaitu perjalanan tahap demi tahap. Tidak terjadi tiba-tiba. Ada proses dinamik, yang seringkali memakan waktu lama, sebelum sebuah penyakit serius bermanifestasi. 

Baca juga : Hati-hati ! Bekerja Sampai Larut Malam Bisa Berisiko Diabetes dan Obesitas

Penyakit gula yang tidak terkontrol, misalnya, bermula dari keadaan gula normal. Namun karena tidak melakukan diet dan olahraga, orang kemudian mengalami peningkatan berat badan. Peningkatan berat badan yang terjadi bersamaan dengan penambahan usia membuat kemampuan pankreas memproduksi insulin berkurang. 

Mulailah terjadi ketidakseimbangan gula darah dengan insulin, yang dikenal sebagai fase pre-diabetik. Pada fase ini, orang belum menderita penyakit gula namun sudah tidak sepenuhnya normal lagi. Kadar gula fase ini bervariasi antara 5,5 – 6,5 mmol/l. Bila pada fase ini tidak dilakukan upaya pencegahan atau penatalaksanaan, beberapa tahun kemudian fase pre-diabetes ini berkembang menjadi frank-diabetes, yaitu penyakit gula sesungguhnya. 

Ironisnya, bahkan saat telah menderita penyakit gula, sebagian masih belum mau berobat. Alasannya, tidak ada keluhan ataupun keluhannya masih samar-samar dan ringan. Akibatnya, penyakit gula ini berkembang menjadi sangat tidak terkontrol. Tanpa tindakan adekuat, muncullah berbagai komplikasi serius seperti gangguan mata, gagal ginjal dan kaki gangren. 

Baca juga : Ini Sebabnya Camilan Larut Malam Tidak Baik Bagi Kesehatan

Keluhan nyata dan serius biasanya mulai muncul pada tahap ini. Orang kemudian baru sadar dan ingin berobat serius. Sayangnya, karena penyakit telah berada pada kondisi lanjut, tidak mudah mengontrol dan menyembuhkannya. 

Penyakit jantungpun prosesnya sebenarnya cukup panjang. Dimulai dengan adanya peningkatan tekanan darah dan kolesterol. Kemudian berkembang menjadi plak pembuluh darah yang makin lama makin membuat penyumbatan. Tanpa penatalaksanaan, penyumbatan ini menimbulkan manifestasi strok, serangan jantung mendadak dan bahkan kematian. Perjalanan panjang penyakit sistemik ini dikenal sebagai continum health-diseases. 

Masalahnya adalah bahwa kebanyakan orang selalu menganggap keluhan sebagai tanda awal sebuah penyakit. Orang yang mengidap penyakit jantung koroner, misalnya, biasanya baru mencari pengobatan setelah mengalami nyeri dada atau sesak saat beraktivitas. Padahal munculnya keluhan atau gejala seringkali menunjukkan penyakit telah memasuki tahap lebih lanjut. 

Baca juga : Daftar Kebiasaan yang Dapat Meningkatkan Risiko Diabetes

Sebelum keluhan muncul, ada tanda lebih awal yang disebut faktor risiko. Keberadaan faktor risiko sebenarnya merupakan sinyal tentang potensi penyakit. Faktor risiko penyakit jantung dapat berupa peningkatan berat badan (overweight), hipertensi, kurang gerak dan olahraga, konsumsi makanan lemak dan gula berlebihan serta merokok. 

Semakin banyak dan berat faktor risiko ini, semakin besar pula potensi adanya penyakit jantung tersembunyi yang dapat bermanifestasi serius kemudian. Bila telah memiliki faktor-faktor risiko ini, mestinya telah dilakukan tindakan pencegahan atau penatalaksanaan. Tindakan tepat pada fase ini akan mencegah atau memperlambat manifestasi penyakit. 

Sayangnya, faktor risiko sering dipandang enteng. Banyak yang cuek dan tenang-tenang saja padahal mereka merokok, tidak berolahraga atau doyan mengkonsumsi fast-food bahkan dalam jumlah berlebihan. Padahal setiap faktor risiko tesebut merupakan sinyal awal penyakit serius dalam tubuh.  

Baca juga : Beleid Cukai Minuman Berpemanis Bisa Turunkan Kasus Obesitas hingga Jantung Koroner

Orang yang tidak memiliki keluhan biasanya berada dalam comfort zone dan menganggap dirinya sehat. Orang mestinya mereposisi comfort zone ini; bukan lagi didasarkan pada ada tidaknya keluhan tetapi pada ada atau tidaknya faktor risiko. Setiap faktor risiko mesti ditanggapi secara serious dan dilakukan penatalaksanaan. Jangan menunggu sampai keluhan muncul. Comfort zone harus dipindahkan. 

Penatalaksanan dunia kedokteran mengalami perkembangan pesat. Saat ini fokus penatalaksanaan penyakit bukan lagi menunggu munculnya keluhan tetapi secara serius mengidentifikasi faktor risiko. Makanya sekarang banyak dilakukan skrining, yang tujuan utamanya adalah mengidentifikasi faktor risiko. 

Melakukan pemeriksaan kadar gula secara teratur adalah salah satu upaya skrining untuk diabetes. Ketika seseorang terdeteksi memiliki kadar gula puasa 5,5 mmol/l misalnya, per definisi ini belum dikategorikan panyakit gula. Namun para dokter telah merekomendasikan pengobatan serius meskipun pada tahap ini. Makanya jangan heran bila dokter memberikan obat metformin pada pasien, meskipun mereka belum tergolong diabetes. Sang dokter ingin menyelamatkannya dari efek serius penyakit dengan melakukan penatalaksanaan dini. (H-2)

Tinggalkan Balasan