IndonesiaDiscover.com – Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid mengatakan, pengajuan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan termasuk Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri melalui Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Hal itu dinilai sebagai bentuk intervensi terhadap peradilan.
berpendapat terkait upaya berbagai pihak yang mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan termasuk Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri melalui Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Hal itu dinilai sebagai bentuk intervensi terhadap peradilan.
“Terkait dengan fenomena beberapa pihak mencoba untuk mengajukan dirinya sebagai amicus curiae di penghujung sidang pada saat Majelis Hakim MK telah melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk membuat putusan MK menurut hemat saya adalah bentuk lain dari sikap intervensi sesungguhnya kepada lembaga peradilan MK, yang dibingkai dalam format hukum atau pranata amicus curiae,” ujar Fahri, Kamis (18/4).
Fahri berpendapat bahwa secara terminologi hukum serta praktik lembaga peradilan umum, sesungguhnya ini adalah amicus curie dari aspek fungsi sejatinya sebagai pihak atau elemen yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara yang sedang diperiksa dan memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.
“Keterlibatan pihak atau elemen yang berkepentingan dalam sebuah perkara tersebut hanya sebatas memberikan opini, dan praktik penggunaan pranata amicus curiae secara generik biasanya digunakan pada negara-negara yang menggunakan sistem hukum common law,” ungkapnya.
“Tidak terlalu umum digunakan pada negara-negara dengan sistem hukum civil law system termasuk Indonesia, akan tetapi pada hakikatnya praktik seperti ini tidak dilarang jika digunakan dalam sistem hukum nasional kita,” tambahnya.
“Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat dan secara praksis hukum, sesungguhnya praktik “amicus curiae” lebih condong dipraktikan pada badan peradilan di bawah Mahkamah Agung,” jelasnya.
Lebih lanjut Fahri mengatakan pada dasarnya hakim MK dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara-perkara konstitusi, termasuk memutus sengketa PHPU pilpres, sandarannya adalah konstitusi serta fakta-fakta hukum yang secara terang benderang telah terungkap di dalam persidangan yang digelar secara terbuka untuk umum.
Fahri juga menilai, pengajuan amicus curiae terdapat konflik kepentingan untuk mempengaruhi hakim dan berusaha untuk ambil bagian untuk memenangkan perkara di MK.
“MK tidak memutus suatu perkara konstitusi berdasarkan opini atau pendapat yang dikemas dalam bingkai amicus curiae yang tentunya pihak-pihak yang mengajukan dirinya sebagai friends of the court itu mempunyai conflict of interest secara subjektif terhadap perkara itu sendiri,” ucapnya.
“Pihak-pihak ini tentunya mempunyai maksud agar memenangkan perkara, yang sifatnya kongkrit dengan mencoba menggunakan sarana hukum tersamar amicus curiae atau bentuk lain dari intervensi yang sesungguhnya kepada lembaga peradilan MK,” tambahnya.