
IndonesiaDiscover.com – Pemerintah akan menerapkan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Langkah itu diambil sebagai cara mengendalikan kelebihan gula yang akan berisiko pada penyakit tidak menular (PTM).
National Professional Officer, Policies and Legislation Healthier Population WHO Dina Kania menuturkan, setidaknya ada tiga penyakit yang kerap menyerang orang yang gemar mengonsumsi gula. Pertama, karies gigi. ”Di Indonesia prevalensi karies gigi anak hampir 50 persen dan ini penyebab utamanya adalah minuman bergula,” ungkapnya kemarin (29/1).
Selain itu, gula dalam minuman menyumbang surplus kalori. Akibatnya, berat badan berlebih. Dina mencontohkan, pada satu kemasan teh manis biasanya terkandung 200 kalori. Jika dalam sehari minum tiga porsi, total 600 kalori. Jumlah itu belum ditambah makan dan camilan. Padahal, rata-rata kebutuhan kalori manusia adalah 2.000 kalori. ”Dari 2.000 kalori, 600 kalorinya hanya dari minuman,” paparnya.
Potensi lainnya adalah penyakit tidak menular. Konsumsi gula secara serampangan erat kaitannya dengan diabetes melitus tipe dua dan stroke. Dina juga menyebut kanker payudara, kanker usus, dan kanker kantong kemih yang bermula dari kelebihan gula.
Selain meningkatkan angka kesakitan, beban ekonomi yang disebabkan diabetes cukup tinggi. Yakni, hingga Rp 1,3 triliun dalam setahun.
Data BPJS Kesehatan menunjukkan, biaya klaim pasien terus naik. Pada 2020, klaim yang harus dibayarkan Rp 5,6 triliun. Lalu, 2022 sebesar Rp 8,2 triliun dan tahun lalu Rp 10 triliun. Hal itu tentu disebabkan jumlah kasusnya yang juga naik.
Baca Juga: Asupan Gula Berlebih Bisa Ganggu Kesehatan Anak, Kenali Plus Minus Pemanis Buatan dan Alami
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan, riset dasar kesehatan (riskesdas) 2018 menunjukkan peningkatan angka diabetes dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Itu disebabkan konsumsi teh dalam kemasan. ”Konsumsi 405 juta liter di Indonesia pada 2014,” katanya. Indonesia menjadi negara nomor tiga se-Asia Tenggara dengan konsumsi MBDK yang paling tinggi.
Pemerintah berupaya mengendalikan penyakit tidak menular. Misalnya, dengan promosi, labeling makanan, pemasaran, serta promosi makanan sehat. ”Namun, hal ini seharusnya dibarengi faktor regulasi. Karena itu, penerapan cukai MBDK jadi sangat penting,” kata Dante.
Baca Juga: Gula dalam Buah-buahan Dapat Meningkatkan Berat Badan, Ini Penjelasan Ahli Gizi
Cukai MBDK sebenarnya didorong sejak 2007. Namun, selalu mandek. Dante mengatakan, aturannya kini sudah di tangan Kementerian Keuangan. ”Tinggal ditandatangani Menkeu. Karena kajian akademisnya sudah kami buat,” bebernya. Dia menegaskan bahwa aturan itu akan selesai tahun ini.
Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Sarno mengungkapkan, cukai akan dibebankan pada minuman yang kandungan gulanya 6 gram per 100 ml. Itu sesuai dengan aturan BPOM. ”Untuk angka masih didiskusikan,” ucapnya. Dia menambahkan, berdasar rata-rata, tarif MBDK di ASEAN sekitar Rp 1.771 per liter. (lyn/c19/fal)