IndonesiaDiscover.com – Indonesia diikat dengan falsafah bangsa, Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda-beda tapi tetap satu. Falsafah itu menunjukkan Indonesia memiliki kekayaan besar, yaitu perbedaan. Perbedaan itu saling mengisi dan menyatukan.
Begitu juga di sisi adat dan tradisi budaya. Antara satu provinsi dengan provinsi terdapat ada budaya yang berbeda. Adat dan budaya itu memiliki keunikan tersendiri.
Dari 38 provinsi di Indonesia saat ini diyakini terdapat budaya yang berbeda pula. Satu per satu cukup menarik untuk ditelisik. Salah satunya tradisi budaya masyarakat Pariaman. Masyarakat Pariaman ini secara geografis merupakan orang yang tinggal dan berasal dari Kota Pariaman dan Kabupaten Padangpariaman, Sumatera Barat (Sumbar).
Baca Juga: Jemaah Syatariah Ikuti Tradisi Basapa di Padang Pariaman
Bajapuik ini dialamatkan kepada pengantin laki-laki (marapulai). Tradisi bajapuik atau menjemput pengantin laki-laki disebut sebagai adat nan diadatkan. Artinya tradisi yang lahir berubah-ubah dan hanya disepakati oleh komunitas adat itu saja. Dalam hal ini di Pariaman.
Sejarawan Minangkabau Welhendri dalam bukunya, Matrilokal dan Status Perempuan dalam Tradisi Bajapuik, mengatakan bahwa bajapuik didasari oleh sistem keturunan dalam adat Minangkabau, yaitu sistem matrilineal. Artinya garis keturunan mengikuti dalam garis ibu atau keturunan dilihat dari garis ibu.
Maka dari itu, setiap pernikahan. Pengantin laki-laki atau marapulai datang ke rumah anak daro (mempelai perempuan). Kedudukan suami seperti tamu. Istilahnya abu di ateh tungku.
Baca Juga: SIG Dukung Pembangunan Ruang Kelas di Kabupaten Padang Pariaman dan Lima Puluh Kota, Sumatera Barat
Lebih jauh Welhendri mengatakan, prosesi pernikahan di Pariaman, laki-laki selalu yang diantar ke rumah istri. Hal tersebut menandakan bentuk ketulusan hati menerima, maka dijemput oleh keluarga istri secara adat. Begitu juga sebaliknya, sebagai wujud keikhlasan melepas anak kemenakan, maka laki-laki diantar secara adat oleh kerabat laki-laki.
Bagi masyarakat Pariaman, bajapuik adalah suatu kewajiban dari keluarga anak daro kepada pihak marapulai. Bentuk bajapuik itu ditandai dengan pemberian sejumlah berupa uang japuik sebelum pernikahan dilangsungkan.
Jumlah uang japuik pada umumnya dibahas oleh mamak (paman dari garis ibu) mamak marapalai. Azami dalam Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Sumatera Barat menyebutnya diskusi mengenai uang japuik dilakukan dalam sebuah acara bernama batimbang tando.
Ada beberapa tahapan yang harus dilalui dalam tradisi bajapuik. Di antaranya maantaan asok atau marantak tanggo (mengantarkan asap). Artinya perkenalan keluarga dari kedua pihak calon mempelai.