Jakarta, IndonesiaDiscover – Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum yang dirancang dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten pembelajaran disusun lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensinya.
Dalam proses pembelajaran, guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.
Kurikulum Merdeka yang merupakan Merdeka Belajar episode ke-15 itu mengarah pada struktur kurikulum yang lebih fleksibel dan fokus pada materi esensial sehingga memberikan keleluasan bagi guru menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Sejalan dengan Kurikulum Merdeka, diluncurkan pula Platform Merdeka Mengajar (PMM) sebagai aplikasi yang menyediakan berbagai referensi belajar dan berkarya bagi guru untuk terus mengembangkan praktik mengajar secara mandiri maupun berbagi praktik baik.
Potret praktik baik dalam penerapan Kurikulum Merdeka terpantau ketika Direktorat Jenderal Guru dan dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) melakukan kunjungan di SMPN 1 Syamtalira Bayu Kabupaten Aceh Utara dalam rangka mendorong optimalisasi berbagai program prioritas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Maisurah, Guru Penggerak dari SDN 1 Syamtalira Bayu saat mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia misalnya, ia mengajak siswa untuk ke luar kelas melihat alam untuk mencari inspirasi dan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. “Aktivitas tersebut disenangi anak-anak karena mereka merasakan pengalaman baru dalam proses pembelajaran,” kata Maisurah dalam keterangannya dikutip di Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Selain itu, di dalam kelas Maisurah juga menerapkan pola belajar perkelompok. Cara ini terbukti efektif memancing potensi siswa. Jika pada pembelajaran sebelumnya siswa cenderung pasif berbicara, maka dengan pembelajaran kelompok guru Maisurah mendorong siswa untuk berani mengungkapkan pendapatnya. Dengan cara ini pula, guru lebih mengenal karakteristik siswa.
“Saya mendorong anak-anak untuk berani bicara dulu di depan umum, dimulai dengan berbicara di depan teman-temannya,” tuturnya yang tak jarang menemukan inspirasi pembelajaran dari peserta didik.
Maisurah juga menceritakan pemetaan potensi peserta didik yang ia lakukan. Pertama, ia bertanya kepada guru di kelas sebelumnya. Kemudian, pada masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) lebih banyak diisi dengan kegiatan yang mendekatkan guru dengan siswa supaya terbangun rasa nyaman dan saling percaya. Berbagai metode ice breaking seperti mengajak anak menyanyi, membuat yel-yel, dan lain-lain, dipraktikkan bersama peserta didik di kelas. Lalu, ia menerapkan tes sederhana untuk memetakan kompetensi dasar anak-anak di bidang literasi dan numerasi.
“Jika saya menemukan peserta didik yang kurang menguasai materi pelajaran, saya berikan penanganan khusus. Saya kelompokkan mereka ke dalam kelompok kecil, saya berikan materi pelajaran dengan tingkat kesulitan yang lebih rendah dibanding anak-anak lain sambil dievaluasi secara berkala. Bahkan kalau memungkinkan saya berikan jam tambahan pelajaran hingga remedial,” jelas Maisurah.
Praktik baik implementasi Kurikulum Merdeka berikutnya disampaikan oleh Kepala SMPN 1 Syamtalira Bayu, Yusmadi. Ia menceritakan, terkait pembelajaran berdiferensiasi yang berpihak pada siswa yaitu dengan menempatkan siswa yang kurang menguasai literasi dalam ruang kelas khusus. Ruang Kelas Literasi disediakan sekolah yang berisi sekitar 20 orang peserta didik dengan satu guru. Di dalamnya juga diajarkan materi pelajaran lain yang menjadi target pembelajaran pada jenjang tersebut.
“Saya mendukung program Kemendikbudristek karena memacu sekolah untuk terus berinovasi dalam pembelajaran. Seperti saat kami membuat Ruang Kelas Literasi. Anak-anak kami evaluasi kemampuannya secara berkala, jika sudah bisa memenuhi target capaian literasi, akan kami kembalikan ke kelas umum,” tuturnya.
Kurikulum Merdeka memberikan kesempatan bagi guru dan peserta didik untuk merefleksikan proses pembelajaran yang sudah berlangsung guna meningkatkan kualitas pembelajaran. Wujud aktivitas refleksi yang menarik dicontohkan oleh Mainita, Guru Penggerak SDN 5 Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara.
Pelatihan yang ia terima dalam program Guru Penggerak angkatan ke-7 selama enam bulan telah memberi inspirasi dalam menerapkan model ajarnya. “Di sesi akhir kelas saya bertanya kepada anak-anak tentang perasaan mereka setelah menjalani pembelajaran dengan menggunakan perangkat yang diberi nama papan emoji. Ada berbagai macam emoji yang bisa dipilih anak-anak mulai dari perasaan senang, sedih, bingung, dan lain-lain,” ucapnya.
Peserta didik menuliskan nama mereka masing-masing kemudian menempelkan nama tersebut di papan emoji untuk mewakili perasaan mereka. Jika ada anak yang merasa tidak senang dengan model pembelajaran, Mainita akan bertanya kesulitan apa yang dirasakan peserta didik untuk memahami materi. Tak jarang, dari situ muncul beragam solusi belajar yang tidak hanya berasal dari guru, melainkan juga dari sesama siswa.
Salah satu siswa kelas 6, SDN 1 Syamtalira Bayu yang bernama Siti Khairah Maisura menceritakan pengalamannya belajar dengan menggunakan Kurikulum Merdeka. Ia senang ketika dapat merasakan langsung untuk terlibat membuat sesuatu atau ketika diajak guru belajar ke luar kelas. “Belajar dengan praktik langsung membuat saya lebih memahami materi dan suasana belajar menjadi tidak membosankan,” ujar anak perempuan yang hobi memasak ini mengisahkan Kurikulum Merdeka yang ia rasakan di kelas sebelumnya.
Senada dengan itu, rekan sebayanya yang bernama Shinta Magfirah juga mengungkapkan ketertarikannya belajar dengan Kurikulum Merdeka. “Saya lebih bersemangat ke sekolah karena banyak kegiatan belajar yang bisa saya lakukan bersama guru dan teman-teman,” ungkap siswi yang menyukai pelajaran Bahasa Indonesia dan bercita-cita menjadi koki ini.
Sumber Foto: Kemendikbudristek