Jakarta, IndonesiaDiscover – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, mengatakan pemerintah hingga saat ini masih mempelajari kasus dugaan pelanggaran yang terjadi di Pondok Pesantren Al-Zaytun, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
“Masih dipelajari karena itu kan fenomena yang baru. Kita enggak boleh sembarangan menyikapi tanpa mendalami. Kita sedang mendalami itu semua,” kata Mahfud melalui keterangan tertulisnya, seusai mengisi kuliah umum dengan tema “Peran Undang-Undang Perampasan Aset untuk Mewujudkan Indonesia Bebas Korupsi” di Kampus Universitas Pasundan (Unpas) Kota Bandung, Kamis (22/6/2023).
Terkait dugaan pelanggaran di pondok pesantren yang dipimpin oleh Panji Gumilang ini, Mahfud menuturkan hal tersebut juga masih didalami.
“Masih didalami kalau ada pelanggaran, siapa pun (harus taat hukum) di seluruh Indonesia. Tapi apa betul ada pelanggaran atau tidak nanti kita dalami,” katanya.
Menyikapi sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yang menyatakan syariat yang digunakan Pondok Pesantren Al-Zaytun sangat berbeda dengan ajaran Islam pada umumnya, baik shalat, puasa, maupun haji, Mahfud menuturkan hal tersebut akan didalami lebih lanjut.
“Kita dalami tidak sesuainya apa. Saya belum tahu apa ketidaksesuaiannya. Kan nanti ada urusannya. Kalau tidak sesuai dengan hukum, itu urusan dengan saya. Kalau menyangkut penyelenggaraan institusi, itu Kemenag. Kan gitu. Kita belum tahu masalahnya di mana sebenarnya,” katanya.
Pihaknya berharap Tim Investigasi yang dipimpin oleh MUI Jawa Barat, bisa bekerja dengan baik, sesuai dengan harapan banyak orang. “Kita menunggu hasilnya,” katanya.
Dalam kesempatan terpisah, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, telah membentuk tim investigasi untuk menangani permasalahan pro dan kontra terkait kegiatan dan pengajaran di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Ridwan menegaskan, tim itu terdiri dari unsur pendidikannya, aparat penegak hukum, MUI, dan unsur birokrasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Dia memastikan tim itu bekerja dengan berhati-hati, berkeadilan, dan terkonfirmasi.
“Nanti kita lihat hasilnya. Kalau nanti hasilnya ternyata ada pelanggaran pelanggaran secara fiqih, syariat, dan lain sebagainya juga berhubungan dengan potensi pelanggaran administrasi, norma hukum yang ada di Indonesia, dan tindakan tindakan lain bisa disimpulkan,” kata Ridwan.
Ridwan menuturkan, tim investigasi itu akan bekerja terhitung mulai Selasa (20/6/2023) selama tujuh hari ke depan. Dia mengatakan tim itu dibentuk untuk menghasilkan dua poin, yakni merespon keresahan yang ada di masyarakat, dan mengumpulkan data beserta fakta yang lengkap terkait Al-Zaytun.
Untuk itu, dia pun meminta pihak Ponpes Al-Zaytun bersikap kooperatif dengan menerima kehadiran tim investigasi itu. Pasalnya, dia menyebut beberapa kali Ponpes Al-Zaytun itu menolak pihak-pihak yang ingin melakukan konfirmasi.
“Yang terpenting dari kacamata pemerintah provinsi Jawa Barat kami harus menyelamatkan 5.000-an siswa jika memang terindikasi berada dalam ideologi yang melanggar tatanan hukum tentunya akan ada sebuah upaya upaya yang terukur,” katanya.
Sehingga untuk saat ini, Ridwan mengatakan pihaknya masih belum bisa mengambil keputusan atau tindakan apapun karena akan menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan tim investigasi itu.
“Kami tidak mau melakukan keputusan secara emosional, tanpa ada tabayun atau verifikasi dulu,” kata Ridwan.
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) MUI Bidang Hukum dan HAM Ikhsan Abdullah mengungkapkan, Pondok Pesantren Al Zaytun Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, beralifiasi dengan Negara Islam Indonesia (NII).
“Hasil penelitian MUI sudah jelas bahwa itu terindikasi atau terafiliasi dengan gerakan NII. Sudah sangat jelas,” kata Ikhsan di Gedung Menkopolhukam, Jakarta, Rabu (21/6/2023).
Ikhsan menilai, pola rekrutmen hingga penghimpunan dana pondok pesantren ini dengan NII serupa.
“Baik dari pola rekrutmen, baik dari segi penghimpunan atau penarikan dana, dari anggota dan masyarakat, sudah sangat jelas itu, tidak terbantahkan,” ujar Ikhsan.
“Artinya, penelitian MUI tahun 2002 itu sangat valid, dia adalah menyimpang dalam paham keagamaan, kemudian dari paham kenegaraan dia terafiliasi dengan gerakan NII,” sambungnya.
Pendirian Al-Zaytun sendiri diresmikan oleh Presidan RI ketiga B.J. Habibie pada 1999 setelah melalui proses pembangunan sejak 13 Agustus 1996.
Dikutip dari akun resminya, al-zaytun.sch.id, disebutkan Al Zaytun berada dalam naungan Yayasan Pesantren Indonesia (YPI).
Adapun visi dan misi pesantren ini adalah perbaikan kualitas pendidikan ummat tersimpul di dalam motto: Al Zaytun Pusat Pendidikan Pengembangan Budaya Toleransi dan Perdamaian Menuju Masyarakat Sehat, Cerdas, dan Manusiawi.
Pendirian pesantren Al Zaytun bertujuan mempersiapkan peserta didik untuk beraqidah yang kokoh kuat terhadap Allah dan Syari’at-Nya, menyatu di dalam tauhid, berakhlaq al-karimah, berilmu pengetahuan luas, berketrampilan tinggi yang tersimpul dalam basthotan fi al-‘ilmi wa al-jismi sehingga sanggup siap dan mampu untuk hidup secara dinamis di lingkungan negara bangsanya dan masyarakat antarbangsa dengan penuh kesejahteraan serta kebahagiaan duniawi maupun ukhrowi.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Foto: ANTARA