Mampir ke Pantai Selong Belanak sore hari habis hujan, barangkali bukan jadwal ideal yang diinginkan para pejalan. Tapi meski mendung menyembunyikan matahari yang beranjak turun, suasana sendu itu tidak mengurangi keindahan pantai berpasir putih halus yang dipagari bukit-bukit hijau ini.
Keindahan itu mengurangi kekecewaan kami melewatkan momen lewatnya rombongan kerbau di bibir pantai, yang menjadi pemandangan khas Pantai Selong Belanak. Tiap pagi sekitar pukul 8, rombongan kerbau diarak menuju padang penggembalaan, melewati pantai. Sorenya, sekitar pukul 4, rombongan ternak ini akan dibawa pulang ke kandang. Jika beruntung, kita bisa menyaksikan pemandangan unik ini. Namun jika meleset, dengan membayar sejumlah uang, kita juga bisa meminta gembala kerbau untuk sengaja membawa ternaknya datang ke pantai. Biasanya, untuk keperluan foto.
Menurut penduduk setempat, ada dua macam cerita asal muasal yang melatari nama Selong Belanak. Pertama, nama jenis ular yang dahulu banyak hidup di sana. Kedua, karena di lautnya terdapat semacam “lajur” berombak tenang, diapit dua bagian laut dengan ombak tinggi.
Terlepas dari cerita mana yang benar, ombak di Pantai Selong Belanak memang cenderung tenang, sangat cocok untuk mereka yang ingin belajar berselancar (surfing), bahkan bagi anak-anak. Selain ombak yang ramah, dasar pantai yang dangkal terdiri atas pasir halus tanpa karang, juga sangat aman bagi para pemula. Karena itu, di sepanjang garis pantai, berjajar sekolah surfing yang menawarkan jasa.
‘Belajar surfing sampai bisa’, dibanderol Rp 200 ribu. Seluruh peralatan termasuk baju surfing sudah disediakan. Sistem pengajarannya juga privat, jadi aman untuk anak-anak.
“Biasanya sekitar sejam. Selama ini nggak ada yang gagal. Semua bisa sampai surfing berdiri,” kata Atip, 20 tahun, pengajar surfing dari Ary Surf School.
Jajaran papan surfing Ary Surf School ditata rapi di depan warung Mama Ary, yang menyediakan kelapa muda, makanan berat, camilan, dan minuman lainnya. Beberapa kursi ditata hingga bibir pantai, cocok untuk menikmati indahnya matahari terbenam.
Mama Ary bercerita bahwa dia adalah pendiri warung pertama di Pantai Selong Belanak. “Dulu semua masih ilalang. Saya buka warung pakai satu meja di ujung sana,” jelasnya. Sebelum membuka warung, ia mengaku jadi tukang parkir di pantai untuk mengumpulkan modal.
Setelah berhasil menempati lokasi warung lebih besar, mereka bekerja sama dengan para surfer dari wilayah Kuta, Lombok, untuk membuka tempat belajar surfing di Selong Belanak Mama Ary mengawalinya dengan 15 papan surfing yang dibeli dari Bali, 5 tahun lalu. Para pemuda dari Kuta ini pula yang mengajari Atip (kerabat Mama Ary) serta Ary (putra Mama Ary) untuk mengelola sekolah surfing. Saat ini, mereka sudah dapat menjalankan Ary Surf School secara mandiri.
Sehari-hari, Mama Ary yang nama aslinya adalah Rohani, menjaga warung dan memasak untuk pelanggan. Perempuan berusia 50 tahun ini dengan bangga bercerita, bahwa selama pandemi dia tetap rutin membuka warungnya, meskipun warung lain memilih tutup sementara.
“Kita harus usaha. Dulu waktu pandemi tinggi, pantai sepi, tapi saya tetap buka,” tandas Mama Ary. Buah dari kerja kerasnya, dia mengaku sudah bisa melaksanakan ibadah umrah.
Sore itu, tidak hanya warung Mama Ary yang sibuk. Beberapa perahu tampak meluncur meninggalkan pantai, mendatangi karamba-karamba di tengah laut, yang menjadi lokasi pembibitan lobster. Wajah-wajah tegas itu dipenuhi semangat. Wisatawan yang datang pun semakin ramai menjelang waktu matahari terbenam, membagikan harapan bagi para pemilik warung dan pencari nafkah di sana.
Sampai jumpa lagi, Pantai Selong Belanak. Teruslah menjadi rumah bagi orang-orang kuat seperti Mama Ary. Semoga lain waktu, kami bisa menyusuri punggung ombakmu dari atas papan seluncur.