

ANGGOTA Komisi III DPR Rudianto Lallo mengatakan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta jadi tamparan bagi Kejaksaan Agung (Kejagung) atas banding kasus korupsi timah Harvey Moeis. Itu karena tuntutan jaksa lebih rendah.
Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat vonis pengusaha Harvey Moeis menjadi 20 tahun penjara. Hukuman itu justru lebih tinggi dari tuntutan jaksa yakni 12 tahun bui.
“Ini tamparan bagi kejaksaan, karena kasusnya dihukum 20 tahun padahal tuntutannya hanya 12,” kata Rudianto, Kamis (13/2).
Rudianto menyoroti putusan Harvey di pengadilan tingkat pertama yang sejak awal menuai polemik. Karena Harvey hanya divonis 6,5 tahun penjara.
“Koreksi bagi hakim tingkat pertama berarti putusannya dianggap tidak berkeadilan,” ucap Rudianto.
Rudianto meyakini masyarakat akan menganggap masih ada rasa keadilan di sistem peradilan. Hakim akan dianggap masih progresif dalam memutus perkara korupsi bernilai fantastis.
“Karena dengan keberanian hakim yang memutus lebih tinggi dari tuntutan berarti hakim ini sudah dianggap menyelami dan menggali nilai-nilai yang berkembang di masyarakat,” ucap Rudianto.
Hukuman Harvey diperberat jadi 20 tahun penjara dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022. Hukuman itu dijatuhkan di tingkat banding oleh PT Jakarta.
Harvey Moeis sebelumnya dijatuhi pidana 6,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Harvey juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara. Sementara itu, dalam tuntutannya, jaksa ingin Harvey dihukum dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan, plus uang pengganti sejumlah Rp210 miliar subsider enam tahun penjara. (H-3)