Ekonomi & Bisnis Aturan Parkir Devisa Hasil Ekspor SDA 100 Persen Ditolak Pengusaha

Aturan Parkir Devisa Hasil Ekspor SDA 100 Persen Ditolak Pengusaha

10
0
Aturan Parkir Devisa Hasil Ekspor SDA 100 Persen Ditolak Pengusaha
Ilustrasi(Antara)

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan penahanan Devisa Hasil Ekspor (DHE) sebanyak 100% dalam jangka satu tahun. Ketentuan tersebut dianggap tidak efektif menjaga kestabilan dunia usaha.

“Apindo mendorong pemerintah meninjau kembali implementasi kebijakan tersebut. Rencana penahanan DHE menjadi 12 bulan akan menimbulkan efek domino bagi banyak sektor usaha,” ujar Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani, Rabu (22/1).

Shinta mengungkapkan, jika kebijakan itu diterapkan, dunia usaha akan sangat kesulitan karena mereka butuh cash flow atau arus kas secara cepat untuk mendukung operasional. Jika DHE dikunci 100% selama setahun, perusahaan harus mencari tambahan fasilitas kredit modal kerja dari perbankan. Para pengusaha, lanjutnya, juga menyoroti masalah ketidakseimbangan antara bunga deposito DHE SDA dan kredit modal kerja. Saat ini, bunga kredit untuk modal kerja yang harus ditanggung pelaku usaha relatif tinggi. 

“Tidak semua perusahaan memiliki akses mudah untuk memperoleh pinjaman bank. Itu sangat bergantung pada kredibilitas masing-masing perusahaan,” ucapnya.

Dampak Berbeda di Tiap Sektor

Ketua Bidang Kebijakan Publik Apindo Sutrisno Iwantono menambahkan, efek domino yang ditimbulkan dengan rencana kebijakan ini juga dirasakan berbeda oleh pelaku usaha. Misalnya, pelaku usaha di sektor perikanan menilai insentif yang diberikan tidak akan cukup karena suku bunga yang diberikan tidak mampu menutup biaya modal kerja (cost of fund). 

Dengan hasil produksi perikanan fluktuatif karena tergantung musim dan cuaca, eksportir perikanan lebih membutuhkan modal kerja yang memadai untuk menutup kerugian pada masa paceklik. 

“Oleh karenanya, Apindo mengusulkan agar retensi DHE dapat dikecualikan untuk eksportir hasil perikanan,” terangnya. 

Dampak dari implementasi regulasi ini juga dirasakan sektor pertambangan dan perkebunan yang dikhawatirkan dapat memicu potensi pemutusan hubungan kerja (PHK), lantaran cash flow perusahaan yang tidak sehat akibat penahanan DHE.  Selain itu, dikhawatirkan pula akan terjadi efek domino terhadap industri kakao. 

Atas hal tersebut, Sutrisno mendorong pemerintah mempertimbangkan untuk mengeluarkan produk hasil olahan kakao yaitu kakao pasta (HS 1803), lemak kakao (HS 1804) dan kakao bubuk (HS 1805) dari kewajiban DHE-SDA. Hal ini guna mendukung daya saing produk bernilai tambah di dalam negeri dan keberlangsungan ekosistem perkakaoan nasional. 

“Sehingga, Apindo mendorong pemerintah untuk meninjau kembali daftar wajib penahanan DHE di tiap-tiap sektor,” tutur Iwantono.

Dengan adanya sejumlah dampak yang berpotensi muncul dengan adanya penahanan DHE, APINDO mengusulkan agar pemerintah memberikan opsi bagi perusahaan yang mengonversi DHE ke rupiah untuk tidak dikenakan penahanan. Langkah itu dilakukan untuk memastikan bahwa dolar AS yang sudah masuk ke dalam perekonomian Indonesia tidak menimbulkan beban tambahan bagi eksportir. 

“Kami berharap kebijakan yang diambil tidak mematikan daya saing eksportir, yang merupakan salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi,” terang Iwantono. 

Apindo juga mendorong pemerintah untuk menyiapkan skema suku bunga pinjaman bank yang dijamin dengan deposito DHE harus dibuat sama dengan suku bunga insentif DHE SDA yang disimpan di bank domestik. Dengan demikian, kenaikan biaya modal kerja akibat kebijakan DHE bisa nol atau ditiadakan. (Z-11)

Tinggalkan Balasan