Ekonomi & Bisnis Besaran yang Pemerintah Tanggung dari Objek Dikecualikan PPN 12 Persen

Besaran yang Pemerintah Tanggung dari Objek Dikecualikan PPN 12 Persen

19
0
Besaran yang Pemerintah Tanggung dari Objek Dikecualikan PPN 12 Persen
Pengunjung memilih buku yang dijual pedagang di Pasar Buku Gladag, Solo, Jawa Tengah, Jumat (29/11/2024).(Antara/Maulana Surya)

PEMERINTAH menetapkan untuk tetap membuat tarif pajak pertambahan nilai (PPN) tetap menjadi 12% di tahun depan dan tetap mengecualikan bahan pokok dalam pungutan PPN. Sementara tiga komoditas seperti Minyakita, tepung terigu, dan gula industri tetap dipungut PPN 11%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pengecualian bahan pokok dan tiga komoditas dari tarif PPN 12% itu membuat pemerintah menanggung potensi penerimaan negara pajak sebesar Rp265,6 triliun. 

“Pemerintah yang membayar biayanya mencapai diestimasi Rp265,6 triliun agar masyarakat terbebas dari PPN untuk barang-barang yang dibutuhkan tersebut,” ujarnya dalam konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12).

Sri Mulyani menuturkan, hal itu dilakukan pemerintah untuk menerapkan prinsip gotong royong pada kebijakan pajak di dalam negeri. Pengenaan tarif PPN, sebutnya, hanya diperuntukkan pada barang dan jasa yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat menengah ke atas. 

Tarif PPN 12% direncanakan diterapkan pada beras premium; buah-buahan premium; daging premium seperti wagyu dan kobe; ikan mahal seperti salmon premium dan tuna premium; udang dan crustacea premium seperti king crab. 

Lalu direncanakan pula pungutan PPN 12% kepada jasa pendidikan premium; jasa pelayanan kesehatan premium; dan untuk listrik pelanggan rumah tangga dengan daya 3.500 hingga 6.600 volt ampere. 

“Kita juga akan menyisir kelompok harga untuk barang-barang dan jasa yang merupakan barang jasa kategori premium tersebut seperti rumah sakit kelas VIP, pendidikan yang standar internasional yang berbayar mahal,” jelas Sri Mulyani.

Selain menerapkan pengecualian, pemerintah juga memberikan stimulus pajak di 2025. Total insentif di sektor pajak yang bakal digelontorkan mencapai Rp445,5 triliun. Itu terdiri dari Rp209,5 triliun yang dirasakan langsung oleh masyarakat. 

Lalu Rp137,4 triliun dunia usaha melalui insentif perpajakan. Kemudian Rp98,6 triliun berupa insentif perpajakan untuk mendorong geliat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). “Jadi belanja perpajakan ini istilah terminologi untuk pajak yang tidak ditimpakan kepada pelaku usaha atau masyarakat tetapi kemudian ditanggung oleh pemerintah. Karenanya disebut belanja perpajakan,” tutur Sri Mulyani.

“Indonesia termasuk yang paling transparan dan nilainya cukup tinggi yaitu mencapai Rp445,5 triliun atau 1,83% dari PDB kita,” tambahnya. Secara rinci, belanja pajak imbas pengecualian PPN 12% untuk bahan pokok dan tiga komoditas yang tarifnya tetap 11% mencapai Rp77,1 triliun. Lalu penerapan PPh Final 0,5% bagi UMKM mengakibatkan belanja pajak sebesar Rp61,2 triliun. 

Sementara belanja pajak untuk sektor transportasi mencapai Rp34,4 triliun. Sektor ini termasuk ke dalam objek yang dikecualikan dari pungutan PPN. Lalu belanja pajak untuk sektor pendidikan mencapai Rp26 triliun dan belanja pajak untuk sektor kesehatan mencapai Rp4,3 triliun. 

Pembebasan pajak untuk jasa keuangan dan asuransi menimbulkan belanja pajak sebesar Rp27,9 triliun. Lalu belanja pajak untuk sektor otomotif Rp11,4 triliun dan belanja pajak untuk sektor properti Rp2,1 triliun. Belanja pajak atas penggunaan air bersih masyarakat mencapai Rp2 triliun dan pengecualian pajak atas pelanggan listrik daya 450 VA hingga 2.200 VA mencapai Rp12,1 triliun. 

“Kami juga memberikan insentif perpajakan dalam bentuk pembebasan PPN untuk kawasan-kawasan industri agar penciptaan kesempatan kerja dan industri manufaktur di Indonesia terus bisa berkembang. Kawasan bebas dalam hal ini mendapatkan insetif pembebasan PPN dan insetif jasa keagamaan pelayanan sosial,” jelas Sri Mulyani. (Z-2)

Tinggalkan Balasan