PENGAMAT kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto mengatakan Deks Pemberantasan Judi Online (judol) yang dibentuk Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) dan dipimpin oleh Kapolri, jangan hanya menangkap pemain dan teknisi, tapi harus mampu menarget bandar.
“Penangkapan 734 tersangka judol dan pengungkapan tersebut layak diapresiasi, tetapi tak boleh berhenti di situ saja. Harus diperjelas targetnya, kalau sekedar kuantitas atau banyak-banyakan, ya para pemain yang pada dasarnya menjadi korbanlah yang akan ditangkapi,” ujarnya kepada Media Indonesia di Jakarta pada Kamis (21/11).
Bambang juga menyoroti hasil kinerja desk judol yang telah menyita aset berupa uang sebanyak Rp77,6 miliar. Menurutnya, nilai tersebut masih sangat kecil jika dibandingkan jumlah transaksi judol di triwulan ketiga 2024 sebanyak 270 triliun yang kini telah meningkat hingga 900 triliun pada November 2024.
“Nilai pengungkapan itu tentu tak sebanding dari transaksi yang terdata. Makanya harus tetap dikejar dimana muara duit judol 270 T, bahkan mencapai 400T menurut PPATK,” tuturnya.
Menurut Bambang, desk yang dipimpin oleh Kapolri seharusnya lebih dulu menunjukkan komitmennya dengan memberantas judol di kalangan internal kepolisian.
“Tak harus jauh-jauh, dari data PPATK ada 97.000 anggota TNI-Polri yang terlibat, dan ini sudah cukup membuat over kapasitas rumah tahanan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Bambang menyarankan agar kepolisian mengambil tindakan tegas untuk memeriksa mantan Menteri Kominfo, Budi Arie guna mendapat keterangan lebih lanjut terkait belasan mantan pegawainya yang menjadi tersangka judol. Menurutnya, hal itu bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap bandar judol di Indonesia.
“Harapan publik tentu Budi Arie lebih proaktif untuk melakukan klarifikasi. Kalau sampai sejauh ini tidak ada inisiatif untuk proaktif, kepolisian harusnya bisa memanggil Budi Arie untuk diperiksa terkait mantan anak buahnya,” tandasnya. (Dev/M-3)