
IndonesiaDiscover –

DIREKTUR Pemberitaan Media Indonesia, Abdul Kohar, memaparkan peran media dan Pilkada. Kohar menuturkan media harus setia kepada publik. Media juga harus menjadi agen penolak pelanggaran netralitas penyelenggaraan negara.
Hal itu diungkapkan Kohar saat menjadi narasumber dalam acara Webinar yang diadakan Universitas Mercu Buana bertajuk Pilkada Serentak ‘Mampukah Menjawab Kebutuhan Demokrasi’.
Acara ini dimoderatori oleh Eko Suprihatono dan beirisikan narasumber, yakni Abdul Kohar, Sekjen Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Bayu Wardhana, serta pengamat politik, Selamat Ginting.
Sementara penyelenggara pemilu perlu jadi ajang pertarungan gagasan. Pilkada, kata Kohar, harus punya daya tawar dan gagasan untuk mewujudkan kemakmuran bangsa dan negara.
“Melalui jurnalisme data, media mesti memaparkan trend dan kenyataan di lapangan tentang kehidupan masyarakat dan melalui apa bisa mengubahnya,” ujarnya.
Sementara itu, Sekjen Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Bayu Wardhana, mengatakan media atau pers nasional seyogyanya berfungsi sebagai penyambung lidah masyarakat dan merupakan pilar keempat demokrasi.
Namun, ia menilai saat ini justru media lebih berfungsi sebagai hiburan, informasi yang kurang lengkap dan pendidikan pemilu yang kurang menjadi pekerjaan rumah pelaku industri media maupun pemerintah.
Minim berita tentang aspirasi masyarakat pada Pilkada, seperti lapangan kerja, layanan pendidikan dan kesehatan. Minim berita tentang pentingnya janji kampanye yang ditagihkan nanti pada pemenang,” ungkap Bayu.
Maka, kata Bayu, meski Pilkada 2024, harapan di masa mendatang akan ada jika media berperan untuk mendokumentasikan momen pilkada kali ini.
Hal ini penting untuk menunjukkan kelemahan, kecurangan dengan tujuan Pilkada mendapatkan banyak perbaikan.
Kemudian, pengamat politik Selamat Ginting, menegaskan tren politik dinasti kian meningkat dalam Pilkada. Ia mencontohkan pada 2020, jumlah calon kepala daerah yang terpapar politik dinasti mencapai 124 calon.
“Semakin mudah seseorang memperoleh kekuasaan yang mutlak, maka semakin tinggi pula potensi penyalahgunaan kekuasaan,” tegas Selamat.
Selamat pun meminta agar pemerintah segera melahirkan peraturanuntuk menghadirkan calon kepala daerah yangberkualitas dan berkompeten.
Caranya, lanjut Selamat, melalui pola kaderisasai dan rekomendasi parpol serta pembatasan dan pengaturan petahana. (P-5)