Politik Konflik TNI – Polri, Wayan Sudirta: Harus Ada Evaluasi Kebijakan Reformasi di...

Konflik TNI – Polri, Wayan Sudirta: Harus Ada Evaluasi Kebijakan Reformasi di Kedua Lembaga Itu

32
0

IndonesiaDiscover.com – Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta merespons kembalai munculnya polemik ketidakharmonisan dalam kolaborasi antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). 

Hal itu terkait dengan persitiwa 14 April 2024 lalu, dimana konflik TNI-Polri kembali terjadi. Kali ini bentrok terjadi antara anggota TNI AL dan anggota Brimob di Sorong, Papua Barat terjadi. 

Melalui konferensi pers, Kapolda Papua Barat, Irjen Polisi Johnny Eddison Izir dan Panglima Komando Armada III, Laksamana Muda TNI Hersan menyampaikan permintaan maaf ke publik. Mereka menjelaskan bahwa konflik tersebut dipicu oleh kesalahpahaman. 

Diketahui, saat ini kedua belah pihak sedang melakukan investigasi dan berjanji kepada publik akan menindak tegas para pelaku dan semua pihak yang terlibat dalam pelanggaran hukum.

“Menjadi catatan kita bersama, bahwa konflik TNI-Polri ini adalah kejadian berulang di tengah wacana Sinergisitas TNI-Polri,” ujar Wayan dalam keterangan tertulisnya kepada IndonesiaDiscover.com, Senin (18/4).

Wayan juga menuturkan, Kapolri dan Panglima TNI telah selalu mengikrarkan kebersamaan TNI-Polri yang harmonis dan kolaboratif. Namun apa yang terjadi di lapangan merefleksikan bayangan yang berbeda dari upaya tersebut. 

“Saya melihat bahwa konflik TNI dan Polri yang kerap terjadi tersebut merupakan salah satu contoh terjadinya ego-sektoral, dimana semangat dalam organisasi TNI dan Polri yang memiliki jiwa korsa (esprit de corps) yang mengedepankan kesatuan, kekompakan, dan kecintaan terhadap institusi dengan rela berkorban,” ujar politikus PDIP itu.  

Implikasinya, lanjut Wayan, bentrok ini menjadi suatu keniscayaan yang tidak akan pernah hilang sepanjang keduanya lebih mengedepankan jiwa korsa dalam arti sempit tersebut. Semangat jiwa korsa seperti Tri Brata dan Catur Prasetya seharusnya dipahami sebagai semangat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara atau Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Lalu apa saja yang sebenarnya menjadi latar belakang konflik-konflik yang terjadi antara TNI dan Polri selama ini? 

Wayan mencatat bahwa setidaknya terdapat beberapa hal yang menjadi faktor penyebabnya atau setidaknya menjadi pemicu perbedaan dan konflik sektoral ini. Pertama, dari sisi kebijakan yakni pengaturan tugas dan kewenangan yang bersinggungan. 

“Banyak aturan yang sebenarnya bertujuan untuk menggabungkan dua kekuatan besar ini dalam menghadapi persoalan tertentu, seperti pengamanan obyek vital, pencegahan dan pemberantasan terorisme, dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban di wilayah,” jelasnya. 

Hal ini tentu berdampak pada penyediaan sumber daya yang tentu seperti terjadi sebuah “persaingan” atau kompetisi. Gesekan kewenangan dan fungsi ini memang menjadi jawaban kekurangan sumber daya di beberapa sektor atau wilayah, tetapi menjadi sebuah paradoks karena berdampak pada kebersinggungan keduanya di lapangan dan tak heran berbuntut panjang seperti terjadinya konflik dengan kekerasan.

Selanjutnya, terkait dengan tindakan pengawasan dan penegakan aturan. Pelaksanaan sistem pengawasan yang melekat dengan menerapkan prinsip reward and punishment atau meritokrasi yang telah diatur, seharusnya sudah dapat diberlakukan secara konsisten sehingga dapat mencegah dan menimbulkan efek jera. 

“Banyak pihak sebenarnya mempertanyakan efektivitas pelaksanaan sistem pengawasan ini, karena seolah budaya kekerasan atau kultur arogansi ini selalu terjadi dan bahkan dikedepankan dalam menjalankan tugas dan fungsinya hingga dalam kehidupan sehari-hari. Penegakan etik dan aturan yang ada seolah hanya kepura-puraan atau tindakan formalitas, serta tidak menyasar pada persoalan pokok yang seharusnya menjadi agenda utama dari tujuan pelaksanaan reformasi kultur dan struktur,” jelasnya. 

Tinggalkan Balasan