InfoMalangRaya –
Peluang Besar Raih Indonesia Emas 2045
Peluang besar meraih Indonesia Emas 2045 dengan 68 persen penduduk merupakan kelompok usia produktif.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo baru saja membacakan Pidato Kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2023 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Sidang dihadiri 1.549 undangan, antara lain para menteri, pimpinan partai-partai politik, raja-raja Nusantara, serta para duta besar negara sahabat.
Presiden menyampaikan pidato dalam dua sesi. Sesi pertama, pidato tentang penyampaian laporan kinerja lembaga-lembaga negara dan pidato kenegaraan Presiden dalam rangka HUT ke-78 RI.
Sementara sesi kedua Presiden Joko Widodo menyampaikan pengantar/keterangan pemerintah atas RUU tentang RAPBN tahun anggaran 2024 beserta nota keuangan.
Di sektor ekonomi, pidato Presiden Joko Widodo cukup bertenaga dan mengirimkan pesan agar bangsa ini tetap semangat karena negara ini telah melangkah dengan benar, termasuk telah melakukan transformasinya menuju Indonesia Maju, menuju Indonesia Emas 2045.
Sebagai negara yang ekonominya sedang tumbuh, Indonesia kini terus berupaya agar Indonesia mampu keluar dari middle income trap, di antaranya dengan pembangunan infrastruktur, kapasitas SDM, riset inovasi dan pengembangan bisnis, transformasi kebijakan dan regulasi, tata kelola data dan pengamanannya, hingga peningkatan investasi dan sumber pembiayaan.
Melalui pilar transformasi ekonomi tersebut sekaligus menjadi pendukung utama untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2024-2045.
Apa saja transformasi ekonomi untuk menuju sasaran 2045? Beberapa indikator itu adalah mampu memiliki PDB (Produk Domestik Bruto) dengan nominal sebesar USD9,8 triliun.
Dengan nominal PDB sebesar itu akan menempatkan Indonesia di posisi lima besar PDB terbesar di dunia. Selain itu, negara ini juga harus memiliki Gross National Income per kapita sebesar USD30,300, porsi penduduk middle income sebanyak 80 persen, kontribusi industri manufaktur pada PDB mencapai 28 persen, serta penyerapan tenaga kerja sebesar 25,2 persen.
Bahkan, Kepala Negara menambahkan, negara ini tidak hanya peluang meraih Indonesia Emas 2045, tetapi strategi negara ini untuk meraihnya sudah ada, sudah dirumuskan.
“Tinggal apakah kita mau memfokuskan energi kita untuk bergerak maju, atau justru membuang energi kita untuk hal-hal yang tidak produktif, yang memecah belah, bahkan yang membuat kita melangkah mundur,” ujarnya.
Selain itu, Presiden Jokowi menambahkan, Indonesia diberikan berkah berupa bonus demografi yang akan mencapai puncak pada 2030-an.
“Ini merupakan peluang besar kita untuk meraih Indonesia Emas 2045. Kita memiliki 68 persen merupakan penduduk usia produktif,” tambahnya.
Dalam konteks pergaulan internasional, Presiden juga mengungkapkan adanya kepercayaan dunia internasional (international trust) kepada Indonesia saat ini. “Kepercayaan yang dibangun bukan sekadar melalui gimmick dan retorika semata, melainkan melalui peran dan bukti nyata keberanian Indonesia dalam bersikap.”
Menurut Kepala Negara, momentum Presidensi Indonesia di G20, Keketuaan Indonesia di ASEAN, konsistensi Indonesia dalam menjunjung HAM, kemanusiaan, dan kesetaraan, serta kesuksesan Indonesia menghadapi krisis dunia tiga tahun terakhir ini, telah mendongkrak dan menempatkan Indonesia kembali dalam peta percaturan dunia.
“Di sinilah peran sektor ekonomi hijau dan hilirisasi sebagai window of opportunity kita untuk meraih kemajuan, karena Indonesia sangat kaya sumber daya alam, termasuk bahan mineral, hasil perkebunan, hasil kelautan, serta sumber energi baru dan terbarukan,” ujarnya.
Presiden Joko Widodo juga mengingatkan bahwa kaya dengan sumber daya alam saja tidak cukup. Menurutnya, jadi pemilik saja tidak cukup. Karena itu akan membuat Indonesia menjadi bangsa pemalas, yang hanya menjual bahan mentah kekayaannya tanpa ada nilai tambah, tanpa ada keberlanjutan.
“Saya ingin tegaskan, Indonesia tidak boleh seperti itu. Indonesia harus menjadi negara yang juga mampu mengolah sumber dayanya, mampu memberikan nilai tambah, dan menyejahterakan rakyatnya. Ini bisa kita lakukan melalui hilirisasi,” ujarnya.
Menurut Kepala Negara, hilirisasi yang ingin negara ini lakukan adalah hilirisasi yang melakukan transfer teknologi, yang manfaatkan sumber energi baru dan terbarukan, serta meminimalisasi dampak lingkungan.
Pemerintah juga tidak hanya bergerak di hilirasi komoditas mineral, tetapi juga juga komoditas non-mineral, seperti sawit, rumput laut, kelapa, dan komoditas potensial lainnya.
“Penghentian ekspor dalam bentuk mineral mentah memang pahit bagi pengekspor. Ini juga pahit bagi pendapatan negara jangka pendek. Tapi jika pabrik pengolahannya sudah beroperasi, saya pastikan ini akan berbuah manis pada akhirnya, terutama bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Sebagai gambaran, setelah Indonesia mengeluarkan kebijakan menghentikan ekspor nickel ore pada 2020, investasi hilirisasi nikel tumbuh pesat. Kini telah ada 43 pabrik pengolahan nikel yang akan membuka peluang kerja yang sangat besar.
“Ini baru satu komoditas. Jika kita konsisten dan mampu melakukan hilirisasi untuk nikel, tembaga, bauksit, CPO, dan rumput laut perkiraan dalam sepuluh tahun ke depan, pendapatan per kapita Indonesia akan mencapai Rp153 juta (USD10,944),” ujarnya.
Dalam 15 tahun, pendapatan per kapita Indonesia akan mencapai Rp217 juta (USD15,860). Dalam 22 tahun, pendapatan per kapita negara ini akan mencapai Rp331 juta (USD25,025). Sebagai perbandingan, pada 2022 Indonesia masih berada di angka Rp71 juta.
“Artinya, lompatannya bisa lebih dari dua kali lipat dalam sepuluh tahun. Fondasi untuk menggapai itu semua sudah negara ini mulai.”
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Elvira Inda Sari