
Kekuatan Sepak Bola Jepang Menghadapi Tantangan dari AFC
Federasi Sepak Bola Jepang (JFA) dikabarkan sedang mengalami ketegangan yang cukup besar dengan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC). Isu ini menunjukkan bahwa Jepang mungkin akan menarik diri dari AFC dan membentuk organisasi baru bernama Federasi Asia Timur. Wacana ini pertama kali dilaporkan oleh media Irak, UTV, pada 16 Oktober lalu. Dalam laporan tersebut disebutkan adanya “gerakan serius” di dalam lingkungan sepak bola Jepang untuk memisahkan diri dari AFC.
Media Football Tribe juga mengutip sumber yang menyebutkan bahwa langkah ini sedang dipertimbangkan secara nyata. Kekecewaan JFA disebabkan oleh kebijakan AFC yang dinilai tidak transparan dan penuh dengan kepentingan tertentu. JFA merasa bahwa AFC terlalu memengaruhi kekuatan finansial dari Qatar, sehingga banyak keputusan yang dianggap tidak adil dan berpihak pada negara-negara Teluk.
Puncak kemarahan Jepang terjadi setelah perubahan mendadak dalam format Liga Champions Asia Elite (ACLE) 2024/25 akibat mundurnya Shandong Taishan. Keputusan sepihak ini membuat Vissel Kobe, yang semula berada di peringkat ketiga, terlempar ke posisi kelima dan gagal lolos ke kompetisi. Situasi semakin memanas ketika AFC tetap menjatuhkan denda kepada Kobe atas insiden dengan Shandong, meskipun laga tersebut dibatalkan. Banyak pihak di Jepang menilai keputusan ini tidak konsisten dan mencerminkan standar ganda.
Ketegangan juga meningkat setelah AFC menunjuk Qatar dan Arab Saudi sebagai tuan rumah putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026. Jepang menilai langkah ini tidak adil dan mengabaikan prinsip fair play. Isu ini mendapat perhatian luas di kawasan Asia Timur, termasuk Indonesia. Banyak orang menilai keluhan Jepang serupa dengan keresahan yang pernah disuarakan PSSI, mulai dari kontroversi wasit hingga bergabungnya suporter tandang.
Potensi Perubahan dalam Dinamika Sepak Bola Asia
Meski rencana pembentukan “Federasi Asia Timur” masih sebatas wacana, langkah Jepang ini menandai babak baru dalam dinamika sepak bola Asia. Jika rencana ini benar-benar diwujudkan, maka akan ada perubahan signifikan dalam peta kekuatan di kawasan tersebut. Hal ini bisa menjadi awal dari pergeseran otoritas dan pengaruh dalam sepak bola Asia.
Beberapa pihak percaya bahwa pembentukan federasi baru ini akan memberikan ruang bagi negara-negara Asia Timur untuk lebih mandiri dalam mengatur sepak bolanya sendiri. Namun, hal ini juga bisa memicu konflik baru antara AFC dan negara-negara yang ingin lebih independen.
Dalam skenario ini, JFA dan negara-negara lain di Asia Timur dapat membangun sistem kompetisi dan regulasi yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka sendiri. Ini juga bisa menjadi peluang untuk meningkatkan kualitas sepak bola di kawasan tersebut melalui kolaborasi yang lebih kuat dan saling menguntungkan.
Namun, proses ini tentu tidak akan mudah. AFC memiliki pengaruh yang besar dalam dunia sepak bola Asia, dan perubahan seperti ini akan membutuhkan persetujuan dan dukungan yang luas. Selain itu, ada risiko bahwa langkah Jepang bisa memicu reaksi dari negara-negara lain yang merasa terancam oleh perubahan ini.
Meskipun begitu, isu ini menunjukkan bahwa dinamika sepak bola Asia sedang mengalami perubahan yang signifikan. Jepang, dengan kekuatan ekonomi dan teknologi yang kuat, memiliki potensi untuk menjadi pemimpin dalam inisiatif ini. Apakah langkah ini akan berhasil atau tidak, hanya waktu yang akan menjawabnya.