

SEORANG advokat tetap berpotensi menelantarkan kliennya kalau dia tidak memegang teguh kode etik profesi.
“Jadi kode etik yang juga kita utamakan. Apalagi kita hubungkan dengan yang (peristiwa) akhir-akhir ini. Itu semuanya persoalan kode etik,” kata Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan, dalam keterangannya, Minggu (16/2).
Pernyataan Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Permasyarakatan, ini merespons insiden di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, beberapa waktu lalu. Saat itu publik diperlihatkan dengan adanya advokat yang berteriak-teriak sembari melontarkan ucapan yang dinilai tidak pantas.
Bahkan, tampak pula advokat lain yang naik ke atas meja di ruang sidang. Tindakan mereka kemudian menuai berbagai kecaman sehingga Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Ambon dan PT Banten membekukan berita acara sumpah (BAS) dua advokat tersebut.
Otto mengingatkan advokat Peradi jangan sampai melanggar kode etik advokat dan kehormatan profesi, karena ada sanksi yang akan dijatuhkan kepada siapa pun yang melanggar.
“Advokat itu adalah profesi yang nobel, yang officium nobile. Advokat itu adalah primus inter pares, the best among the best, maka dia harus menjaga kehormatan itu,” ujarnya.
Otto menyebut keributan di PN Jakarta Utara merupakan buah dari singlebar rasa multibar. Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tegas menyatakan single bar atau wadah tunggal kewenangan organisasi advokat (OA).
“Kita ini single bar tapi praktiknya masih banyak yang multi bar, tapi kita tidak akan menyerah. Apapun kita berjuang. Karena apa? Karena single bar itu adalah is the best.”
Peradi pun sangat menyayangkan kejadian di ruang sidang tersebut. “Tetapi kenapa itu bisa terjadi? Kan karena dibolehkannya juga organisasi advokat itu. Itu risiko konsekuensi logis,” ujarnya.
Ia menegaskan, Peradi terus berupaya meningkatkan kualitas advokat dan kepatuhan terhadap kode etik advokat agar mereka bisa menegakkan hukum dan keadilan.
Ia menyampaikan, upaya keras pihaknya dalam meningkatkan kualitas keahlian hukum dan kepatuhan advokat pada kode etik ini telah membuahkan hasil.
Otto Hasibuan juga melantik 523 advokat. Ia mengingatkan ratusan advokat baru Peradi ini agar mematuhi kode etik.
“Para advokat yang diangkat ini punya bekal, terutama mengenai kode etik,“ kata Otto saat memberikan pembekalan kepada ratusan advokat Peradi di Jakarta, Sabtu, (15/2).
Otto menegaskan, selain membekali dan meningkatkan keahlian mengenai perkembangan berbagai ilmu dan perkembangan hukum, Peradi juga sangat menitikberatkan pada kode etik advokat Indonesia.
“Makanya di dalam Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Peradi, kita selalu bilang bahwa pendidikan tentang kode etik itu akan lebih banyak porsinya di dalam kurikulum,” tandasnya.
Sebelumnya, PN Jakarta Utara melaporkan pengacara Razman Nasution ke Bareskrim Polri terkait kegaduhan dalam ruang sidang yang terjadi pada Kamis (6/2).
“Atas nama lembaga, atas kejadian pada hari Kamis tanggal 6 Februari kemarin yang menuai pro dan kontra. Namun demikian, sikap dari lembaga kami sudah melaporkan kejadian tersebut,” kata Humas PN Jakut Maryono di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (11/2).
Laporan yang diajukan oleh Ketua PN Jakut, Ibrahim Palino, tersebut telah diterima dengan laporan polisi dengan nomor LP/B/70/II/2025/SPKT/BARESKRIM POLRI.
Selain Razman, PN Jakut juga melaporkan beberapa orang lainnya. Akan tetapi, Maryono tidak mengungkapkan nama-nama pihak terlapor lainnya. (Ant/P-2)