

MENTERI Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan pemerintah, saat ini, belum bisa melarang 100% truk Over Dimension Over Load (ODOL). Dia mengatakan, pelarangan truk ODOL tanpa pertimbangan matang berpotensi memicu inflasi karena peningkatan biaya logistik.
“Melarang (truk) ODOL 100% mungkin juga dalam kondisi sekarang belum bisa. Ya, karena bisa menaikkan inflasi dan seterusnyalah. Tapi tidak kami larang juga tidak bisa, karena keterbatasan anggaran akan membuat kemudian kemampuan kami untuk melakukan preservasi jalan turun,” kata Dody, beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan, melarang truk obesitas melintas di jalan tol masih bisa dilakukan karena sudah ada payung hukum yang mengaturnya. Kendati, melarang truk ODOL tersebut melintas di jalan nasional sulit dilakukan karena belum ada aturan besaran muatannya.
“Masalahnya satu sebetulnya, jalan tol tuh alat ukurnya ada. Jadi, begitu ODOL masuk diukur. Tapi di jalan nasional, kan, nggak ada. Dulu kami bergantung kepada jembatan timbang, tapi sekarang lihat hampir-hampir nggak ada tuh jembatan timbang,” katanya.
Pengamat Transportasi Deddy Herlambang menjelaskan keberadaan truk ODOL sebenarnya sudah ingin diatasi oleh pemerintah. Namun, hal tersebut kerap berbenturan dengan kepentingan ekonomi nasional.
Deddy mengungkapkan hilangnya truk ODOL secara tiba-tiba juga dinilai kementerian perindustrian (kemenperin) dapat merugikan ekonomi Indonesia.
Dia melanjutkan, pada kenyataannya, sektor transportasi logistik terutama pangan terbantu dengan keberadaan truk-truk ODOL.
Deddy mengatakan, keberadaan truk ODOL bisa menekan harga beras yang mahal. Dia mencontohkan, harga beras yang diangkut menggunakan truk normal atau tidak ODOL bisa mencapai Rp100 ribu.
“Namun kenyatannya, saat ini harga beras berada di nominal Rp50 ribuan karena mereka diangkut truk ODOL,” katanya.
Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah meminta pemerintah menyiapkan infrastruktur pendukung sebelum menerapkan Zero ODOL.
Menurutnya, infrastruktur yang belum matang hanya akan membuat kebijakan tersebut sia-sia.
“Intinya kalau memaksakan kebijakan, ya tentu harusnya dilakukan bertahap. Nanti jangka panjangnya itu baru bisa,” tegas Trubus. (Z-1)