

HUKUMAN pidana penjara selama 20 yang diterima Harvey Moeis belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Terdakwa kasus megakorupsi tata niaga timah itu masih berpotensi mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Oleh karena itu, Ketua Pusat Studi Antikorupsi (Saksi) Universitas Mulawarman Orin Gusta Andini meminta publik untuk terus mengawal perkara Harvey. Terlebih, Harvey belum menyatakan menerima hukuman yang dijatuhkan lewat putusan pengadilan tingkat banding.
Orin juga mengingatkan, hukuman 20 tahun penjara dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga tak terlepas dari kekuatan masyarakat yang ikut menyoroti dan berkomentar atas hukuman 6,5 tahun terhadap Harvey dari Pengadilan Tipikor Jakarta di tingkat pertama.
“Maka yang perlu dilakukan adalah publik terus memberikan pengawasan dan perhatian terhadap kasus ini,” jelas Orin kepada Media Indonesia, Kamis (13/2).
“Karena dilakukannya banding terhadap putusan ini pun tidak trlepas dari adanya perhatian dan sorotan tajam publik terhadap vonis yang dirasa terlalu ringan di tingkat pengadilan negeri,” sambungnya.
Selain itu, Orin menekankan bahwa persidangan di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) akan berbeda dengan tingkat pertama dan tingkat banding. Pasalnya, sidang kasasi merupakan ranah judex jurist, sementara di tingkat pertama dan banding merupakan judex facti.
Artinya, hakim kasasi hanya akan melakukan pemeriksaan terkait dengan penerapan hukum, bukan memeriksa kembali fakta-fakta dalam persidangan sebelumnya. Menurut Orin, persidangan tingkat kasasi terbatas pada pertanyaan ada tidaknya kesalahan dalam penerapan hukum dari putusan sebelumnya.
“Nanti akan ditelaah dan diputuskan oleh hakim apakah hasil kasasi akan meringankan terdakwa atau justru kasasinya ditolak. Ini akan sangat bergantung bagaimana hakim pada tingkat kasasi menilai apakah ada kekeliruan penerapan hukum,” terang Orin.
Sampai saat ini, Harvey maupun kuasa hukumnya belum memberikan sikap atas vonis banding yang dijatuhkan tadi pagi. (Tri/M-3)