

HASIL survei yang dilakukan oleh lembaga Celios (Center of Economic and Law Studies) menunjukkan rapor kinerja 100 hari pertama pemerintahan Prabwo – Gibran, mendapatkan nilai yang buruk. Dari skala nilai tertinggi 10, kinerja Prabowo mendapat nilai 5 sedangkan Gibran lebih rendah lagi, dengan nilai 3.
Sedangkan kinerja para menteri, hasil survei menunjukkan Natalius Pigai (Menteri HAM) mendapatkan nilai terendah yakni -114 poin, disusul Budi Arie Setiadi (Menteri Koperasi) dengan nilai -61 poin, Bahlil Lahadalia (Menteri ESDM) dengan nilai -41 poin, Juli Raja Antoni (Menteri Kehutanan) dengan nilai -36 poin dan Yandri Susanto (Menteri Desa dan Daerah Tertinggal) dengan nilai -28 poin.
Namun, ketika pertanyaan “Menteri siapa yang perlu di-reshuffle” desakan tertinggi justru kepada Raja Juli Antoni (Menteri Kehutanan) dengan nilai 56 poin, disusul Budi Arie Setiadi — Menteri Koperasi (48 poin), Bahlil Lahadalia — Menteri ESDM (46 poin), Natalius Pigai — Menteri HAM (41 poin) dan Yandri Susanto — Menteri Desa dan Daerah Tertinggal 26 poin.
Masyarakat juga menilai, Menteri/Kepala Lembaga yang tidak terlihat bekerja, tertinggi ditempati Raja Juli Antoni (9,47%), Natalius Pigai (8,42%), Arifatul Choiri Fauzi (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) dengan 8,42%, Budiman Sujatmiko (Kepala Badan Percepatan Pengentasai Kemiskinan) 8,42% serta Budi Arie Setiadi yang juga 8,42%.
Celios melakukan studi dengan menjaring respon dari 95 jurnalis dari total 44 lembaga pers di Indonesia. Lembaga pers tersebut tersebar dari desk berbeda diantaranya desk ekonomi, sosial dan politik, hukum dan HAM, serta energi dan lingkungan. Validitas isi (content validity) maupun validitas konstruk (construct validity) dilakukan pada awal studi untuk memastikan pertanyaan benar-benar mengukur variabel yang dimaksud. Setelah data terkumpul, pemeriksaan konsistensi jawaban dilakukan untuk mendeteksi pola atau outlier.
Menyinggung janji-janji politik Prabowo – Gibran, Celios menemukan jawaban sebanyak 74% responden menilai janji politik hanya sebagian yang berhasil sementara sebagian lainnya tidak terlaksana. Capaian program juga dinilai kurang optimal (37%) dan rencana kebijakan tidak sesuai dengan kebutuhan publik (34%). Tata kelola anggaran dalam kabinet juga mendapat penilaian buruk dengan 52% responden menilai hal tersebut sangat mengecewakan.
Studi CELIOS juga mengungkapkan tantangan besar yang dihadapi kabinet ini termasuk kurang efektifnya kolaborasi antar lembaga (46%) dan minimnya intervensi di sektor ekonomi (31%). Banyak pihak yang menilai bahwa kabinet perlu melakukan perombakan dan pergeseran menteri, dengan 88% responden menyatakan perlu dilakukan reshuffle pada 6 bulan pertama.
Evaluasi juga menunjukkan bahwa terdapat persoalan dalam reformasi TNI dan kinerja Polri yang jauh dari harapan. Masyarakat menuntut transparansi dan profesionalisme Direktur Kebijakan Publik CELIOS Media Wahyudi Askar, dalam pemaparan hasil sorvei, Selasa menambahkan dengan hasil survei tersebut, medesak agar Prabowo-Gibran segera melakukan evaluasi mendalam terhadap kinerja menteri-menteri terkait pola komunikasi dan memperbaiki kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan publik. “Banyak Menteri yang bermanuver sendiri, sekedar melontarkan ide tapi tidak memahami regulasi. Sampai saat ini, bahkan masih ada kementerian yang belum juga melantik pejabat eselonnya dan sebagian Menteri sibuk sendiri dan tidak mengurusi transisi kelembagaan di internal kementerian,” ujarnya.
Sementara Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan bahwa kinerja tim ekonomi yang belum memuaskan membuka jalan perombakan total. “Indikator ekonomi seperti tren meningkatnya imbal hasil surat utang pemerintah dengan performa yang memburuk dibanding negara lain di kawasan, performa IHSG yang turun 5,82% dalam 3 bulan terakhir, PHK di sektor padat karya, dan pelemahan daya beli yang berlanjut jadi rapor merah tim ekonomi Prabowo,” Kata Bhima.
Peneliti hukum CELIOS, Muhammad Saleh menilaiperforma Hukum dan HAM dalam pemerintahan Prabowo-Gibran” belum menunjukkan kinerja yang baik. “Terdapat lima sorotan utama. Wacana pengampunan koruptor, agresivitas aparat kepolisian, multifungsi TNI, stagnasi kualitas HAM dan kebebasan sipil, ketidakefektifan regulasi dan birokrasi. Masalah ini menjadi alasan utama publik memberikan penilaian buruk terhadap kualitas menteri.” kata Saleh
Lebih lanjut Saleh memaparkan dalam hal efektivitas regulasi dan birokrasi, misalnya, selama 100 hari, Prabowo lebih sibuk dengan aturan organisasi dan kelembagaan. Sebanyak 80 UU disahkan untuk pembentukan daerah, 68 Perpres untuk organisasi kementerian, 1 Perpres terkait APBN, dan hanya 1 PP yang secara substansi berkaitan dengan penghapusan utang nelayan dan petani.
Secara keseluruhan, masyarakat mengharapkan adanya perbaikan nyata dalam tata kelola anggaran, kualitas kepemimpinan, serta pencapaian program-program prioritas yang lebih optimal. “Evaluasi pencapaian 100 hari ini dapat dimanfaatkan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk berbenah agar pemerintahan ini dapat memberikan hasil yang lebih baik bagi rakyat Indonesia,” jelas Saleh. (S-1)