

DIREKTUR Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menyebut dalil adanya relasi kekuasaan dan dugaan penggunaan aparat negara dalam memenangkan salah satu calon di Pilkada 2024 bukanlah hal baru.
Neni melihat dalil penggunaan kekuasaan dan pengerahan aparatur negara sampai kepala desa juga pernah disampaikan saat sengketa Pilpres 2024.
“Dalil ini pernah disampaikan ketika sengketa pemilu 2024 adanya penyaluran bansos, netralitas ASN dan netralitas kepala desa, namun faktanya dalil tersebut ketika dipersidangan tidak cukup bukti,” kata Neni, kepada Media Indonesia, Kamis (9/1).
Dia mengatakan seharusnya dugaan pelanggaran yang melibatkan kekuasaan dan jabatan negara bisa diselesaikan ketika tahapan melalui Bawaslu yang menangani adanya pelanggaran. Akan tetapi, ia melihat peluit Bawaslu masih senyap bahkan nyaris tidak ada tindaklanjut penegakan hukum yang serius.
Lebih lanjut, Neni mengatakan dugaan pelanggaran yang melibatkan kekuasaan itu kemudian digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, dugaan pelanggaran itu dapat mengubah hasil Pilkada atau pemungutan suara ulang. Akan tetapi, ia mengingatkan butuh bukti yang kuat dan meyakinkan majelis hakim MK yang memutus perkara.
“Ketika hakim MK progresif bisa jadi memang ini berimpilkasi pada pemungutan suara ulang. Hanya saja memang dalil pemohon harus benar benar kuat untuk meyakinkan para hakim MK dalam persidangan,” tandasnya. (J-2)