Pernyataan Presiden Prabowo Subianto tentang pembukaan lahan kelapa sawit tidak menyebabkan deforestasi karena mempunyai daun dinilai sangat memprihatinkan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengatakan apa yang dikatakan Prabowo tidak berdasarkan ilmu pengetahuan.
Pasalnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2022 melalui rilisnya menegaskan bahwa sawit bukanlah tanaman hutan. KLHK juga merinci praktik kebun sawit yang ekspansif, monokultur, dan non prosedural di dalam kawasan hutan, telah menimbulkan beragam masalah hukum, ekologis, hidrologis dan sosial.
“Ini menunjukkan bahwa pernyataan Presiden Prabowo tidak berdasarkan data dan fakta yang diterbitkan pemerintah sendiri,” kata Manager Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi, Uli Arta Siagian dalam keterangannya, Kamis (2/1).
Berdasarkan data KLHK, sawit ilegal yang ada di kawasan hutan mencapai 3,2 juta hektare. Artinya hutan seluas 3,2 juta hektare telah terdeforestasi akibat ekspansi sawit skala besar. Artinya, lanjut Uli, presiden jelas-jelas tidak memakai data pemerintah sendiri saat berbicara mengenai deforestasi dan sawit.
“Bukan hanya berdampak pada deforestasi, polusi, kerusakan sungai, krisis air, banjir dan longsor serta kebakaran hutan lahan juga menjadi kerugian yang harus ditanggung rakyat dan lingkungan,” tegas dia.
Bahkan, awal Desember lalu Special Rappourteurs dan Kelompok Kerja PBB menyurati pemerintah Indonesia terkait pelanggaran hak-hak Masyarakat Adat, degradasi lingkungan hidup, intimidasi dan kriminalisasi terhadap para pembela Hak Asasi Manusia (HAM) yang meluas di industri kelapa sawit, dan menambah rentetan keprihatinan atas operasi raksasa kelapa sawit Indonesia.
Uli menegaskan bahwa perluasan ekspansi perkebunan sawit skala besar akan semakin memperpanjang rantai konflik agraria, kerusakan lingkungan, kebakaran hutan dan lahan, bencana ekologis, dan korupsi di sektor sawit. Apalagi dalam pernyataannya, Prabowo Subianto meminta polisi dan tentara menjaga perkebunan sawit.
“Pernyataan ini berbahaya sekali, karena presiden menginstruksikan secara terbuka di publik, bahwa polisi dan tentara harus menjaga sawit,” ungkapnya.
Fakta selama ini aparat Kepolisian dan Tentara juga cenderung berpihak kepada Perusahaan yang berkonflik agraria dengan Masyarakat. Tidak jarang aktor keamanan melakukan intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap Masyarakat yang berkonflik dengan perusahaan di sektor perkebunan sawit.
“Oleh karena itu tidak berlebihan jika kita menganggap instruksi ini akan melegitimasi pendekatan keamanan dalam pelaksanaan operasi produksi perusahaan sawit oleh aktor-aktor keamanan yang berpotensi akan membuat kasus-kasus intimidasi, kekerasan dan kriminalisasi terhadap masyarakat semakin bertambah”, tutup Uli. (Z-11)