

GURU Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita menyoroti pernyataan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang menyebut memaafkan koruptor sama saja melanggar hukum, yakni Pasal 55 KUHP.
Romli menjelaskan tuduhan Pasal 55 KUHP tentang Deelneming atau penyertaan yang disampaikan Mahfud dalam tindak pidana harus memenuhi dua syarat. Pertama, kata dia, ada kesadaran untuk sama-sama mempersiapkan tindak pidana korupsi. Kedua, secara sadar melakukan bersama-bersama.
“Kedua syarat tersebut tidak ada pada Prabowo selaku Presiden RI,” kata Romli melalui keterangannya, Selasa (31/12).
Romli menilai Mahfud bisa dijerat hukum dengan pasal fitnah dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Romli menjelaskan Mahfud bisa terkena Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP 1946 tentang Fitnah dan Pasal 433 UU KUHP 1/2023 tentang Pencemaran Nama Baik dengan ancaman pidana penjara 6 tahun dan denda Rp750 juta.
Selain pasal di dalam KUHP, Mahfud juga bisa dijerat Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024 tentang pencemaran nama baik dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta.
“Kesalahan dia (Mahfud MD) satu-satunya adalah tidak mau bertanya pada ahli sebelum menuduh presiden turut serta melakukan tipikor juncto Pasal 55 KUHP. Bahkan pernyataan Mahfud bisa kena Pasal 45 UU ITE,” kata Romli.
Sebelumnya, Mahfud mengomentari wacana Presiden Prabowo Subianto mengenai pemberian maaf kepada koruptor jika mereka mengembalikan uang hasil korupsi ke negara. Kebijakan itu berpotensi melanggar hukum.
Respons Mahfud MD
Mahfud MD kemudian menanggapi pernyataan Romli Atmasasmita soal memaafkan koruptor. Romli menganggap Mahfud bisa dipidana pasal fitnah dan UU ITE karena menyebut tidak boleh ada pemberian maaf secara diam-diam kepada koruptor.
“Prof Romli menganggap saya salah karena tak bertanya dulu kepada ahlinya terkait pemberitaan maaf oleh Presiden kepada koruptor. Saya juga menganggap Prof. Romli salah karena tidak bertanya dulu kepada saya tentang apa yang saya katakan atau tidak mendengar sendiri apa yang saya katakan di Podcast Terus Terang Episode 34 tanggal 24 Desember 2024,” kata Mahfud dalam keterangan yang di unggah di Instagram pribadinya, Rabu (1/1
Mahfud MD menjelaskan, permasalahan diawali oleh Presiden Prabowo yang mengatakan akan memberi kesempatan kepada koruptor untuk dimaafkan secara diam-diam yang telah melakukan korupsi dan bersedia mengembalikan hasil korupsinya.
“Tak apa, itu semua perbedaan pendapat. Saya tetap bilang, tetap tak boleh memaafkan koruptor secara diam-diam. Saya tahu betul bahwa Presiden bisa memberi amnesti, tapi tak bisa dilakukan secara diam-diam. Pemberian amnesti harus dibicarakan dengan DPR. Semua amnesti dilakukan terbuka, tak ada yang diberikan diam-diam. Amnesti Pajak juga disepakati DPR melalui perdebatan yang terbuka dan panas hingga dibuat dulu UU Tax Amnesty. Jadi, soalnya terletak pada memberi maaf dan mengembalikan uang korupsi secara diam-diam,” ungkapnya. (P-5)