

NASIB pekerja sepanjang 2024 lebih suram dibanding 2023. Hal itu terkonfirmasi dari data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI yang mengumumkan sebanyak lebih kurang 80.000 orang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang tahun 2024, sedangkan sepanjang 2023 hanya berkisar 60.000 orang.
Dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM, Hempri Suyatna, menyebutkan, pemerintah harus segera meresponnya. PHK berdampak pada pekerja dengan hilangnya pekerjaan. Gelombang PHK juga dapat berdampak pada aspek psikologis.
“Adanya PHK dapat memicu munculnya berbagai masalah sosial lain seperti meningkatnya angka kemiskinan, ketidakstabilan sosial, dan penurunan pertumbuhan ekonom,” terang dia.
Ia mencontohkan salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengkaji ulang Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Selain itu, penguatan sektor UMKM dan sektor informal diperlukan sehingga mampu menjadi sektor yang bisa dimasuki mereka yang terdampak PH serta memperluas informasi pasar kerja sehingga mampu memberikan informasi mengenai info-info pekerjaan untuk mereka yang terdampak PHK.
Di sisi lain, pekerja tentunya harus memahami persoalan hukum, khususnya mengenai pemenuhan hak-hak pekerja. Dengan demikian, permasalahan PHK direspons dengan serius agar kasus ini tidak terus berlanjut.
Hempri menilai, kenaikan jumlah pekerja yang terkena PHK disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya dampak pelemahan perekonomian global dan derasnya produk impor. “Saya kira ini (kenaikan angka PHK) merupakan dampak dari dari kondisi perekonomian global yang melemah dan juga derasnya produk impor masuk ke Indonesia,” papar Hempri dalam siaran pers yang diterima Kamis (26/12).
Menurutnya, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor diduga menjadi penyebab maraknya produk-produk impor yang berakibat pada lesunya industri di tanah air. Adanya kebijakan impor tanpa kontrol ketat dari pemerintah menjadikan kondisi semakin memburuk. Perusahaan-perusahan lokal harus menghadapi kondisi selain mengalami keterpurukan sebab deindustrialisasi. “Kalau kita lihat, industri yang paling terdampak adalah industri padat karya khususnya industri alas kaki,” tambahnya.
Dengan demikian, kebijakan perusahaan menempuh langkah PHK ini dilakukan sebagai strategi melakukan efisiensi operasional perusahaan. Namun, adanya peningkatan data korban PHK ini tentunya harus diwaspadai sehingga harus ada upaya-upaya pemerintah agar dampak negatif dari PHK tersebut tidak semakin meluas.