Politik Waspada Ini Sektor yang Paling Rentan Terjadi Korupsi di Indonesia

Waspada Ini Sektor yang Paling Rentan Terjadi Korupsi di Indonesia

43
0
Waspada! Ini Sektor yang Paling Rentan Terjadi Korupsi di Indonesia
Ilustrasi(Medcom)

Pelayanan publik menjadi salah satu sektor yang paling rentan terhadap praktik korupsi di Indonesia. Kompleksitas sistem, lemahnya pengawasan, hingga budaya birokrasi yang tidak transparan menciptakan celah besar bagi tindakan koruptif. Salah satu sektor pelayanan publik yang sering menjadi sorotan adalah kesehatan. Di sektor ini, korupsi tidak hanya merugikan negara secara finansial tetapi juga berpotensi mengancam nyawa masyarakat.

Dalam lima tahun terakhir, sektor kesehatan mendapatkan anggaran besar dari pemerintah, meningkat dari Rp119,9 triliun pada 2020 hingga Rp186,4 triliun pada 2024. Selain itu, pemerintah daerah diwajibkan mengalokasikan 10% dari APBD untuk mendukung penguatan sistem kesehatan. Sayangnya, alokasi anggaran yang besar ini sering kali menjadi sasaran empuk bagi pelaku korupsi.  

Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa dari 2010 hingga 2018 terdapat 220 kasus korupsi di sektor kesehatan, dengan kerugian negara mencapai Rp3,7 miliar per kasus. Dari 2016 hingga 2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani 62 kasus korupsi di sektor ini.

Objek yang paling sering dikorupsi mencakup:  

  • Pengadaan alat kesehatan (alkes)  termasuk praktik mark-up harga dan pengadaan barang mendekati masa kedaluwarsa.  
  • Dana jaminan kesehatan seperti fraud dalam layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).  
  • Infrastruktur kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, dan pengadaan lahan.  
  • Dana operasional rumah sakit termasuk honorarium dan dana pengadaan obat-obatan.  

Pelaku korupsi di sektor kesehatan menggunakan berbagai modus untuk meraup keuntungan pribadi. Beberapa di antaranya:  

  • Mark-up anggaran atau penggelembungan harga.  
  • Penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan barang/jasa.  
  • Kegiatan fiktif seperti proyek pembangunan atau pembelian barang yang tidak pernah ada.  
  • Suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang atau promosi jabatan.  
  • Pemotongan anggaran yang seharusnya digunakan untuk layanan masyarakat.  

Bahkan, dalam Survei Penilaian Integritas oleh KPK, ditemukan adanya gratifikasi dalam mutasi pegawai, penyalahgunaan anggaran honor, hingga ketidaktransparanan operasional standar pelayanan kesehatan.  

Korupsi di sektor kesehatan tidak terjadi tanpa alasan. Penelitian yang dikutip dalam Jurnal Integritas menyebutkan beberapa faktor pendorong, antara lain:  

  • Buruknya tata kelola anggaran termasuk lemahnya pengawasan dan sistem yang tidak transparan.  
  • Kesenjangan informasi antara pasien dan penyedia layanan kesehatan.  
  • Ketidakseimbangan sistem dan beban kerja misalnya, rendahnya gaji tenaga medis dan minimnya insentif.  
  • Kultur birokrasi yang permisif terhadap korupsi.  
  • Inefisiensi sistem seperti keterlambatan pasokan atau pengadaan alat medis.  

Dampak dari korupsi sektor kesehatan sangat besar, baik secara langsung maupun tidak langsung:  

  • Kerugian Finansial anggaran besar yang dialokasikan untuk layanan kesehatan tidak sepenuhnya sampai pada masyarakat.  
  • Menurunnya Kualitas Layanan praktik korupsi seperti pembelian alkes mendekati masa kedaluwarsa atau pembangunan infrastruktur yang tidak sesuai standar mengancam keselamatan pasien.  
  • Ketimpangan Akses dan Efisiensi dana yang dikorupsi berarti berkurangnya sumber daya yang tersedia bagi masyarakat miskin dan terpencil.  
  • Ancaman Nyawa korupsi di sektor kesehatan bisa berdampak langsung pada kematian akibat layanan yang tidak memadai.  

Beberapa kepala daerah dan pejabat tinggi yang terlibat dalam kasus korupsi sektor kesehatan mencerminkan kompleksitas permasalahan ini. Di antaranya:  

  1. Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, terkait pemotongan dana kesehatan.  
  2. Wali Kota Tegal Siti Mashita, dalam kasus penggelembungan anggaran kesehatan.  
  3. Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, dalam pengadaan alkes yang merugikan negara.  

Untuk memerangi korupsi di sektor kesehatan, diperlukan pendekatan sistemik dan komprehensif seperti peningkatan transparansi. ini bisa dilakukan dengan digitalisasi, pengadaan barang/jasa dan laporan keuangan yang dapat diakses publik. Kemudian, penguatan pengawasan baik internal maupun eksternal, termasuk melibatkan masyarakat sebagai pengawas independen, reformasi sistem insentif memberikan gaji dan insentif yang layak bagi tenaga kesehatan untuk mengurangi potensi fraud. Yang terakhir adalah pendidikan antikorupsi yang diharapkan mampu mengubah budaya permisif terhadap korupsi melalui edukasi di semua tingkat. Semua hal ini bisa ditingkatkan di momen Hari Antikorupsi Sedunia yang jatuh pada Senin, 9 Desember 2024.

Korupsi di sektor kesehatan adalah pengkhianatan terhadap hak dasar masyarakat untuk mendapatkan layanan yang layak. Dengan pengawasan dan reformasi yang tepat, Indonesia dapat membangun sistem kesehatan yang lebih transparan, efisien, dan bebas korupsi. (antikorupsi.org/Z-11)

Tinggalkan Balasan