Politik Forum Kiai Jakarta Pernyataan Suswono soal Janda Kaya bukan Penistaan Agama

Forum Kiai Jakarta Pernyataan Suswono soal Janda Kaya bukan Penistaan Agama

75
0
Forum Kiai Jakarta: Pernyataan Suswono soal Janda Kaya bukan Penistaan Agama
Diskusi Bahtsul Masail oleh Forum Kiai Jakarta Bersatu (FKJB)(FKJB)

Forum Kiai Jakarta Bersatu (FKJB) menyelenggarakan diskusi Bahtsul Masail dengan tajuk Telaah Fikih Statemen Suswono Terkait Rasulullah SAW. Dari diskusi itu disepakati bahwa pernyataan Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Suswono terkait janda kaya menikahi pemuda menganggur bukanlah penistaan terhadap Nabi Muhammad SAW.

Ketua FKJB Agus Khudlori menyampaikan, diskusi Bahtsul Masail ini diadakan sebagai bentuk keprihatinan para kiai dan ulama atas fenomena masyarakat yang mudah terprovokasi dan saling melempar tuduhan penistaan agama terhadap sesama. 

“Terlepas dari unsur-unsur politik, kami melakukan diskusi ini, pertama, untuk menghadirkan pandangan alternatif berdasarkan aqwal atau pendapat-pendapat para ulama yang terkodifikasi di dalam kitab-kitab fikih klasik agar umat tidak terpecah belah hanya karena beda pilihan politik. Kedua, untuk menjaga iklim demokrasi di Indonesia, supaya kalau ada statemen atau pernyataan yang dipandang tidak cocok tidak lantas dipolitisasi dan dianggap penistaan agama,” kata Khudlori, melalui keterangannya, Selasa (19/11).

Khudlori mengatakan setelah melakukan diskusi, FKJB sepakat pernyataan Suswono bukan merupakan penistaan agama. Ada lima alasan yang menjadi landasan para kiai dan ulama dalam memutuskan hal tersebut.

Pertama, pernyataan tersebut berkaitan dengan sifat basyariyah (kemanusiaan) Nabi Muhammad, dan bukan sifat nubuwwah (kenabian) beliau. Dua sifat ini ada dalam diri Nabi dan keduanya sangat berbeda. 

Sifat kenabian (nubuwwah) Nabi Muhammad adalah seperti beliau menerima wahyu, menjadi orang yang ma’shum (terpelihara dari dosa), suci, memiliki mukjizat, menyampaikan amanah (tabligh). Semua itu merupakan sifat wajib Rasul.

“Sedangkan sifat kemanusiaan (basyariyah) Nabi di antaranya yaitu makan, minum, berjalan di pasar seperti manusia pada umumnya, mengenakan jenis pakaian yang sesuai dengan tradisi, tidur, istirahat, bekerja, berdagang, menggembala kambing, luka, sakit, hidup, wafat, dan seterusnya,” katanya.

Menurut Syaikh Nawawi al-Bantani di dalam kitab Nur al-Zhalam dan Syaikh Zainuddin al-Malibari dalam kitab I’anah al-Thalibin menyatakan bahwa ketika seseorang menjelaskan sifat kemanusiaan Nabi, hal itu tidak mengurangi derajat kemuliaan beliau. 

Alasan kedua, berdasarkan realitas sejarah, Siti Khadijah adalah seorang janda kaya, konglomerat, dan Nabi adalah pemuda usia 25 tahun di saat menikah dengan Khadijah.

Ketiga, tinjauan etimologis atau kebahasaan. Kata menganggur dalam statemen Suswono berbeda dengan kata pengangguran. Secara bahasa, menganggur adalah sedang tidak bekerja. 

Keempat, klarifikasi Suswono yang menyatakan bahwa dirinya tidak ada niatan sedikit pun dengan statemennya tersebut untuk menghina Nabi Muhammad SAW.

“Alasan kelima, jika sebagian orang menganggap pernyataannya salah, Suswono sudah menyampaikan permohonan maaf bahkan sampai mengucapkan istighfar yang dianggap sebagai bentuk pertaubatan,” kata Khudlori. 

Khudlori berpesan agar umat terbiasa menghadapi momen-momen politik seperti Pilpres dan Pilkada yang rawan mengundang provokasi. Setiap ucapan yang disampaikan 

oleh public figure di momen-momen politik harus dicerna dengan kepala dingin sehingga tidak mudah terpancing emosi yang dapat memicu perpecahan antar sesama anak bangsa. 

“Jangan mudah digiring untuk menganggap suatu statemen yang sebenarnya masih dalam ranah khilafiyah sebagai bentuk penistaan agama. Padahal tidak setiap ucapan mengenai pribadi Nabi SAW. yang tidak sesuai dengan paham suatu kelompok bisa dianggap sebagai penistaan agama,” tukasnya. (Z-11)

Tinggalkan Balasan