Ekonomi & Bisnis Pertumbuhan Ekonomi Lunglai karena Konsumsi Rumah Tangga Melempem

Pertumbuhan Ekonomi Lunglai karena Konsumsi Rumah Tangga Melempem

17
0
Pertumbuhan Ekonomi Lunglai karena Konsumsi Rumah Tangga Melempem
Pedagang pasar menjaga barang dagangannya di toko yang sepi pembeli.(MI)

Penurunan konsumsi rumah tangga yang terjadi di triwulan kedua 2024 berimbas pada melempemnya kinerja perekonomian secara menyeluruh. Pasalnya, konsumsi rumah tangga masih menjadi kontributor utama dari pertumbuhan ekonomi nasional.

“Ini tidak terlepas dari penurunan pertumbuhan konsumsi swasta atau rumah tangga yang pada triwulan kedua 2024 hanya mampu tumbuh di kisaran angka 4,93% secara tahunan. Angka itu melambat jika dibandingkan dengan pencapaian pertumbuhan di tahun lalu yang mencapai 5,23%,” ujar Periset dari Center of Reform on Economic (CoRE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet saat dihubungi, Senin (5/8).

Dia menilai penurunan konsumsi rumah tangga disebabkan oleh berakhirnya efek stimulus dari periode pemilihan umum dan Ramadan. Itu juga ditambah dengan kondisi pasar tenaga kerja yang belum pulih sepenuhnya dari dampak pandemi covid-19. Selain itu, tekanan juga muncul dari inflasi yang ditandai dengan harga beberapa komoditas masih dalam level yang tinggi. 

Baca juga : Konsumsi Rumah Tangga di Triwulan Kedua 2024 Mandek

Terlebih lagi, di samping konsumsi rumah tangga, sejumlah indikator utama juga menunjukkan pertumbuhan yang melambat. Indeks penjualan riil, miaalnya, pada triwulan kedua hanya mampu tumbuh 1,25%, jauh lebih rendah dari realisasi di triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 5,61%. 

“Berdasarkan kategorinya, kita melihat penjualan suku cadang dan aksesoris, bahan bakar kendaraan bermotor, serta makanan dan minuman itu mengalami pertumbuhan yang relatif lebih rendah di triwulan pertama 2024” jelas Yusuf.

Selain itu, indikator lain yang mencerminkan pelambatan konsumsi juga dapat dilihat dari penurunan pertumbuhan tahunan simpanan perbankan, terutama untuk rekening di bawah Rp100 juta rupiah. Per April 2024,pertumbuhan simpanan mengalami perlambatan sebesar 4,1%, relatif lebih rendah dibandingkan pencapaian pada Maret 2024 yang mencapai 7,8%.

Baca juga : Pertumbuhan Ekonomi Loyo, Sri Mulyani: Kami akan Perhatikan Konsumsi

Penurunan pertumbuhan simpanan itu, kata Yusuf, mengindikasikan kelompok kelas menengah ke bawah mulai mengeluarkan tabungan untuk melakukan konsumsi dan penyesuaian konsumsi dari berbagai perubahan terutama di kuartal pertama dan kuartal kedua kemarin.

Hal yang tak kalah penting, imbuh Yusuf, ialah kondisi Ketenagakerjaan di mana kita tahu dalam periode Januari hingga Mei. Dalam rentang waktu tersebut, tercatat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga 694.000 orang yang terkena dampak dari kondisi tersebut.

“Penurunan konsumsi terutama di triwulan kedua akhirnya juga ikut berdampak terhadap penurunan investasi atau PMTB di triwulan yang sama. Pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto pada portal kedua 2024 itu mencapai 4,43% atau relatif sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian pmtb di triwulan yang sama tahun lalu yang mencapai 4,63%,” jelas Yusuf.

Baca juga : Pertumbuhan Ekonomi Nasional masih Bergantung pada Pulau Jawa

Kondisi tersebut lantas membuat industri tidak meningkatkan kapasitas produksi dalam bentuk peningkatan investasi karena beberapa komponen permintaan dari masyarakat di kota kedua itu mengalami penurunan. 

“Mereka akhirnya menggunakan kapasitas produksi terpasang dan tidak meningkatkan investasi terutama di triwulan tersebut,” tambahnya.

Dengan semua kondisi itu, kata Yusuf, pemerintah bisa melakukan beberapa hal, terutama untuk memastikan target pertumbuhan ekonomi 5% bisa terjaga atau tercapai di sepanjang tahun ini. Pertama, pemerintah pusat dan daerah harus memiliki ruang untuk mendorong realisasi belanja daerah ataupun realisasi belanja yang berkaitan dengan masyarakat sehingga setidaknya bisa ikut mendorong atau memberikan stimulus bagi perekonomian nasional terutama di dua triwulan sisa di tahun ini.

Baca juga : Sesuai Prediksi, Ekonomi Indonesia Melemah di Triwulan Kedua 2024

Selain itu, pemerintah perlu menghindari kebijakan yang kontraproduktif dan bisa menekan daya beli atau konsumsi masyarakat secara umum. Kebijakan kontraproduktif itu diantaranya ialah wacana kenaikan BBM.

“Itu menurut saya perlu ditinjau ulang dan hati-hati jika ingin kemudian melakukannya. Karena di dua triwulan sisa ini pemerintah harus setidaknya menjaga momentum atau menjaga daya beli masyarakat dan kenaikan harga yang dipicu oleh kebijakan pemerintah justru akan menekan daya beli tersebut,” kata Yusuf.

Pemerintah juga harus memastikan pasokan pangan terjaga untuk mengendalikan inflasi pangan.

“Jangan sampai kenaikan dari harga menekan daya beli masyarakat yang bisa berdampak terhadap pengeluaran ataupun konsumsi mereka,” tandasnya. (Z-11)

Tinggalkan Balasan