DIREKTUR Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda meminta pemerintah untuk membatalkan penetapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% di 2025. Dia menyebut tidak ada urgensi penaikan PPN, apalagi di tengah situasi ekonomi masyarakat yang kian terhimpit dengan daya beli yang rendah.
“Saya lebih memilih untuk membatalkan rencana kenaikan PPN dibandingkan dengan menunda. Tidak ada urgensi menaikkan PPN menjadi 12%,” ujarnya kepada Media Indonesia, Kamis (25/7).
Nailul menegaskan bahwa dalam UU tidak disebut secara rinci bahwa tarif PPN harus ditetapkan 12%. Regulasi yang ada hanya memberi batasan penetapan tarif PPN dengan kisaran 10-12%.
Baca juga : Misbakhun: Kenaikan PPN Jadi 12 Persen di 2025 Masih Perlu Kajian
“Dalam beleid pun tercantum tarif PPN bisa ditetapkan mulai dari 10-15%. Tidak diharuskan naik menjadi 12%,” imbuhnya.
Dia berharap pemerintah menambah beban masyarakat dengan menaikan tarif PPN. Pemerintah perlu mengkaji dan mempertimbangkan situasi saat ini agar ekonomi bisa kembali pulih.
“Masyarakat saat ini sedang terhimpit, terutama kelas menengah kita yang sudah mulai mengalami penurunan daya beli. Mereka ingin digencet lagi dengan kenaikan PPN jadi 12%, daya beli mereka semakin turun. Jadi saya rasa lebih tepatnya pembatalan rencana penetapan tarif PPN menjadi 12%,” ucapnya.
Sebelumnya, pemerintah telah mempertimbangkan kebijakan kenaikan tarif PPN menjadi sebesar 12% ke dalam postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Akan tetapi penetapan tarif PPN tersebut ditentukan dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi dalam negeri.
(z-9)